Sabtu, 21 Desember 2013

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PULAU BERHALA SERGAI SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA BAHARI



PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan panjang pantai lebih dari 81.000 km, dimana 2/3 wilayah kedaulatannya berupa perairan laut. Laut merupakan sumber kehidupan karena memiliki potensi kekayaan alam hayati dan nir-hayati berlimpah. Sumber kekayaan alam tersebut, menurut amanat Pasal 33 UUD-1945 harus dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat (Sutisna, 2007).
Laut beserta isinya adalah suatu hal yang sangat vital untuk bangsa Indonesia. Total jurisdiksi nasional Indonesia, diperkirakan seluas hampir 7,8 juta km2 yang terdiri dari 1,9 juta km2 luas daratan, 2,8 juta km2 luas perairan nusantara (archipelagic waters), 0,3 juta km2 luas perairan territorial laut dan 2,7 juta km2 luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Luas perairan dan sumberdaya yang berada didalamnya dapat memberikan implikasi positif bagi perekonomian Indonesia. Selain itu Indonesia juga dikenal sebagai negera yang kaya akan kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang tinggi, baik yang sumberdaya alam yang terbarukan (renewable resources) maupun yang tidak dapat terbarukan (un-renewable resources) (Dirhamsyah, 2007).
Indonesia sebagai negara kepulauan terdiri 17.508 gugusan pulau mempunyai tiga perbatasan darat serta 10 perbatasan maritim dengan negara tetangga. Dari 17.508 pulau terdapat 92 pulau kecil yang berhadapan langsung dengan negara tetangga serta 12 pulau kecil diantaranya ditetapkan sebagai pulau-pulau kecil yang menjadi prioritas untuk dilakukan pengelolaan, karena mempunyai nilai yang sangat strategis dari sisi pertahanan keamanan dan kekayaan sumber daya alam. 12 Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) terdiri dari, Pulau Rondo di NAD, Pulau Berhala di Sumatera Utara, Pulau Nipa dan Sekatung di Kepulauan Riau, Pulau Marampit, Pulau Marore dan Pulau Miangas di Sulawesi Utara, Pulau Fani, Pulau Fanildo dan Pulau Brass di Papua, serta Pulau Dana dan Batek di Nusa Tenggara Timur. Perpres No. 78 Th 2005 merupakan bentuk perhatian Pemerintah terhadap perlunya pengelolaan PPKT untuk menjaga keutuhan kedaulatan NKRI. Pulau-pulau kecil tersebut mengemban misi politis yang sangat penting bagi negara, dimana di kawasan tersebut terdapat Titik Dasar (TD) dan Titik Referensi (TR) sebagai penentuan batas kedaulatan dan yuridiksi perairan Indonesia. Disisi lain lokasi yang berada di perbatasan langsung dengan Negara tetangga menjadikan kawasan tersebut sangat strategis dari aspek ideologi, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan (Dephan RI, 2010).
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 12 Tahun 2006, menyatakan bahwa Pulau Berhala Serdang Bedagai adalah Pulau Berhala yang terletak di Kabupaten Serdang Bedagai Propinsi Sumatera Utara 30 46’ 38” LU dan 990 30’ 03” BT. Pengembangan pariwisata dikawasan Pulau Berhala Serdang Bedagai harus mengikuti kaidah -kaidah ekologis, khususnya adalah bahwa tingkat pembangunan secara keseluruhan tidak boleh melebihi daya dukung (carring capacity) suatu pulau, dampak negatif pembangunan (cross–sectoral impacts) hendaknya ditekan seminimal mungkin sesuai dengan kemampuan ekosistem pulau tersebut untuk menenggangnya. Selain itu, setiap kegiatan pembangunan usaha produksi yang akan dikembangkan di Pulau Berhala Serdang Bedagai seyogyanya memenuhi skala ekonomi yang optimal dan menguntungkan serta sesuai dengan budaya lokal. Kegiatan pariwisata adalah segala kegiatan bersifat santai dan menikmati segala elemen potensi alam tanpa merusaknya. Kegiatan pariwisata yang dapat dilakukan di Pulau Berhala Serdang Bedagai adalah Fishing (memancing), Snorkling, Kayaking, Diving (menyelam), Hiking (mendaki) dan lain-lain.
Berdasarkan data serta informasi yang dipaparkan diatas dan menyadari bahwa pembangunan pulau-pulau kecil harus dapat menyeimbangkan tuntutan efisiensi ekonomi dan efektifitas pemanfaatan sumberdaya sekaligus mengakomodir tantangan spesifik kondisi alam wilayah ini, maka perlu dilakukan suatu penelitian yang menganalisis kesesuaian dan daya dukung lingkungan pulau Berhala Sergai sebagai kawasan ekowisata bahari agar kelestarian lingkungan tetap terjaga dan fungsi dasar ekosistem tetap pada kondisi yang optimal serta fungsi pertahanan wilayah NKRI juga dapat dilakukan beriringan dengan setiap aspek kegiatan kelingkungan yang dilakukan di kawasan pulau Berhala Sergai.


Identifikasi Masalah
Dalam penelitian ini, penulis menganalisis kesesuaian daya dukung lingkungan pulau Berhala Sergai sebagai kawasan ekowisata bahari. Dalam hal ini, penulis memfokuskan nilai ambang batas aman kegiatan wisata yang ada di pulau Berhala Sergai agar sesuai dengan daya dukung lingkungan yang optimum. Penelitian dalam hal ini untuk mengetahui :
1.      Analisis kesesuaian daya dukung lingkungan terhadap kegiatan ekowisata bahari pulau Berhala Sergai.
2.      Kesesuaian analisis dengan kondisi aktual pulau Berhala Sergai.

Rumusan Masalah
Untuk memfokuskan penelitian, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana kondisi lingkungan pulau Berhala Sergai?
2.      Berapa matriks kesesuaian area untuk kegiatan ekowisata bahari pulau Berhala Sergai?
3.      Bagaimana analisis kesesuaian kegiatan ekowisata bahari terhadap daya dukung lingkungan?
4.      Apakah kegiatan ekowisata bahari yang dilakukan di pulau Berhala Sergai sesuai dengan daya dukung lingkungan?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kesesuaian dan daya dukung lingkungan terhadap kegiatan ekowisata bahari yang dilakukan di pulau Berhala Sergai agar kelestarian kawasan berkelanjutan.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Sebagai salah satu syarat kelulusan untuk mengambil gelar sarjana Strata 1 (S1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2.      Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan ekowisata bahari di Pulau Berhala Sergai.
3.      Sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.

Hipotesis
Adapun hipotesis atau dugaan sementara dari penelitian ini adalah :
1.      Kawasan pulau Berhala Sergai dapat dijadikan kawasan ekowisata bahari dengan konsep kelingkungan.
2.      Kegiatan ekowisata yang dilakukan di kawasan pulau Berhala Sergai sudah melampaui daya dukung lingkungan sehingga harus dibuat formulasi pengelolaan agar kelestarian lingkungan berkelanjutan.
3.      Pemangku kebijakan di daerah Kabupaten Serdang Bedagai terutama pemerintah daerah dan dinas terkait sangat dibutuhkan dalam membuat kebijakan pengelolaan pulau Berhala Sergai yang berkelanjutan.


TINJAUAN PUSTAKA

Daya Dukung Lingkungan
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Secara harfiah, pembangunan berkelanjutan mengacu pada upaya memelihara/mempertahankan kegiatan membangun (development) secara terus menerus. Hal yang dapat menjamin terpeliharanya kegiatan membangun adalah tersedianya sumberdaya secara berkelanjutan untuk melaksanakan pembangunan. Jika dikaitkan dengan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya maka konteksnya adalah upaya pemanfaatan sumberdaya untuk pembangunan (kesejahteraan manusia), sedemikian rupa sehingga laju (tingkat) pemanfaatan tidak melebihi daya dukung (carrying capacity) sumberdaya tersebut untuk menyediakannya. Dengan kata lain keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya sangat ditentukan oleh tingkat pemanfaatan sumberdaya tersebut yang tidak melebihi daya dukungnya (carrying capacity) (Manafi, dkk., 2009).
Menurut UU No. 27 Tahun 2007, Daya Dukung Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kemampuan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Pulau-Pulau Kecil merupakan pengertian yang terintegrasi satu dengan yang lainnya, baik secara fisik, ekologis, sosial, budaya, maupun ekonomi dengan karakteristik sebagai berikut :
a.       Terpisah dari pulau besar;
b.      Sangat rentan terhadap perubahan yang disebabkan alam dan/atau disebabkan manusia;
c.       Memiliki keterbatasan daya dukung pulau;
d.      Apabila berpenghuni, penduduknya mempunyai kondisi sosial dan budaya yang khas;
e.       Ketergantungan ekonomi lokal pada perkembangan ekonomi luar pulau, baik pulau induk maupun kontinen.
Menurut Dahuri (2002) daya dukung disebut ultimate constraint yang diperhadapkan pada biota dengan adanya keterbatasan lingkungan seperti, ketersediaan makanan, ruang atau tempat berpijak, penyakit, siklus predator, oksigen, temperatur, atau cahaya matahari.
Pulau kecil sebagai sumberdaya dengan berbagai potensi ekonomi khususnya perikanan dan pariwisata memiliki ultimate constrain penting yaitu keterbatasan luas daratan, ketersediaan sumberdaya air tawar, dan rentan terhadap pengaruh lingkungan. Oleh karena itu daya dukung pulau-pulau kecil (PPK) dapat ditentukan/ diperkirakan dengan cara menganalisis: (1) potensi sumber air tawar; (2) ketersediaan ruang untuk peruntukkan yang sesuai khususnya perikanan dan pariwisata; dan (3) kemampuan ekosistem pulau untuk menyerap limbah secara aman sebagai residu kegiatan pembangunan (Manafi, dkk., 2009).

Pulau Berhala Sergai
Menurut UU No. 27 Tahun 2007, Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil memiliki keragaman potensi sumber daya alam yang tinggi, dan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa, oleh karena itu perlu dikelola secara berkelanjutan dan berwawasaan global, dengan memperhatikan aspirasi dan partisipasi masyarakat, dan tata nilai bangsa yang berdasarkan norma hukum nasional.
Kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang tinggi dan dapat dijadikan sebagai modal dasar pelaksanaan pembangunan Indonesia di mendatang. Kawasan ini menyediakan sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu karang, padang lamun (seagrass), hutan mangrove, perikanan dan kawasan konservasi.  Pulau-pulau kecil juga memberikan jasa lingkungan yang besar karena keindahan alam yang dimilikinya yang dapat menggerakkan industri pariwisata bahari. Dilain pihak, pemanfaatan potensi pulau-pulau kecil belum optimal akibat perhatian dan kebijakan Pemerintah Pusat maupun Daerah selama ini yang lebih berorientasi ke darat (Bappenas, 2008).
Pulau-pulau kecil didefinisikan berdasarkan dua kriteria utama yaitu luasan pulau dan jumlah penduduk yang menghuninya. Definisi pulau-pulau kecil yang dianut secara nasional sesuai dengan Kep. Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41/2000 Jo Kep. Menteri Kelautan dan Perikanan No. 67/2002 adalah pulau yang berukuran kurang atau sama dengan 10.000 km2 , dengan jumlah penduduk kurang atau sama dengan 200.000 jiwa. Di samping kriteria utama tersebut, beberapa karakteristik pulau-pulau kecil adalah secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas fisik yang jelas dan terpencil dari habitat pulau induk, sehingga bersifat insular; mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi; tidak mampu mempengaruhi hidroklimat; memiliki daerah tangkapan air (catchment area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut serta dari segi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pulau-pulau kecil bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya.
Dari sudut pertahanan dan keamanan, pulau-pulau kecil terutama di perbatasan memiliki arti penting sebagai pintu gerbang keluar masuknya aliran orang dan barang misalnya di Sabang, Sebatik dan Batam yang juga rawan terhadap penyelundupan barang-barang ilegal, narkotika, senjata, dan obat-obatan terlarang. Sebanyak 92 buah pulau kecil terletak di perbatasan dengan negara lain yang berarti bahwa pulau-pulau kecil tersebut memiliki arti penting sebagai garda depan dalam menjaga dan melindungi keutuhan NKRI (Bappenas, 2008).
Pulau Berhala merupakan salah satu pulau terluar yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga Malaysia merupakan bagian wilayah desa Bagan Kuala Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara, dengan menggunakan perahu nelayan dari Pelabuhan Bagan Kuala, pulau berhala dapat ditempuh dengan waktu tempuh ± 4 jam. Pulau Berhala tidak berpenduduk hanya petugas dari marinir dan petugas Dirjen Perhubungan laut saja yang mendiami pulau tersebut (Kemensos, 2009).
Berjarak sekitar 54 km dari kota Medan, bisa ditempuh 6 jam dengan perahu motor. Berada di Selat Malaka yang berbatasan dengan Malaysia, perairan berkedalaman antara 1-9 meter, kecepatan arus dengan gerakan air bergelombang sekitar 2-4 knot di malam hari. Pulau dengan luas ± 14,6 ha sangat sepi, karena hanya dihuni 5 penjaga menara suar dan 10 prajurit TNI-AL, tidak ada penghuni tetap. Pulau Berhala hanya dihuni biawak, ular, kadal, burung laut, penyu. Hutan-hutan lahan basah menyediakan sumber air tawar yang berharga bagi pengabdi tanah air tersebut dan biota di sana. Sebagai laboratorium alam, Pulau Berhala juga memiliki hutan lahan kering dan hutan lahan terbuka (Iskandar, 2008).
Kawasan Ekowisata Bahari
Menurut UU No. 27 Tahun 2007, kawasan adalah bagian Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.
Secara ekologis, ekosistem pesisir dan laut pulau-pulau kecil berfungsi sebagai pengatur iklim global, siklus hidrologi dan bio-geokimia, penyerap limbah, sumber plasma nutfah, sumber energi alternatif, dan sistem penunjang kehidupan lainnya. Hal ini terkait erat dengan potensi/karakteristik penting pulau-pulau kecil, yang merupakan habitat dan ekosistem (terumbu karang, lamun, mangrove) yang menyediakan barang (ikan, minyak, mineral logam) dan jasa lingkungan (penahan ombak, wisata bahari) bagi masyarakat (Bappenas, 2008).
Menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup, ekowisata adalah wisata perjalanan ke alam terbuka yang relatif alami dengan tujuan mempelajari, mengagumi, dan menikmati pemandangan tumbuhan maupun satwa liar lainnya (termasuk ekosistem, keadaan iklim, fenomena alam, kekhasan jenis tumbuhan, dan satwa liar). Selain itu, juga mempelajari dan mengagumi semua manifestasi kebudayaan dari masa lampau maupun masa kini di tempat-tempat tersebut dengan tujuan melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Dengan demikian, ekowisata didasari tiga prinsip yaitu bertanggung jawab terhadap lingkungan dan budaya, mendukung konservasi alam, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Menurut UU No. 5 Tahun 1995, ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang erat dengan prinsip konservasi bahkan dalam strategi pengembangannya menggunakan strategi konservasi. Dengan demikian penerapan ekowisata sangat tepat dan berdaya guna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami.





METODE PENELITIAN

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey (survey method), analisis daya dukung (carrying capacity analysis), dan wawancara mendalam (indepth interview).

Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di kawasan pulau Berhala yang terletak di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara dengan titik koordinat 30 46’ 38” LU dan 990 30’ 03” BT. Penelitian dilakukan selama empat bulan mulai bulan Februari sampai Mei 2014. Kegiatan lapangan untuk pengambilan data sekunder
akan dilakukan di sejumlah instansi terkait, dan data primer di kawasan pulau Berhala Sergai.

Survei dan Analisis Data
Identifikasi kebutuhan data dan informasi untuk penyusunan suatu model perencanaan merupakan fase yang penting dan menentukan terhadap efektifitas penentuan kawasan yang hendak dirumuskan. Assessment kebutuhan data pada tahap preliminary seperti saat ini menunjukkan bahwa data dan informasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kegiatan ini akan berkisar pada tiga aspek pokok yakni: aspek sumberdaya alam, aspek sosial-ekonomi, dan aspek kelembagaan. Selanjutnya, desain akuisisi dan analisis data sangat ditentukan oleh situasi dan lokasi tempat data dan informasi akan diperoleh/digali.
a.       Aspek sumberdaya alam
Kebutuhan data menyangkut aspek ini meliputi kondisi lingkungan, pemanfaatan/tata ruang, integritas ekosistem, kualitas sumberdaya dan tingkat pemanfaatannya.
b.      Aspek sosial-ekonomi
Kebutuhan data menyangkut aspek ini meliputi aspek-aspek sosial, demografis, budaya, dan aktifitas ekonomi.
c.       Aspek kelembagaan
Kebutuhan data menyangkut aspek ini meliputi aspek institusi, administrasi, legal, dan kebijakan pemerintah daerah.
Proses pelaksanaan kegiatan ini akan merujuk pada kaidah penelitian ilmiah yang sistematis dan sahih. Proses pengumpulan data untuk mendukung kegiatan analisis dan pemahaman isu-isu pengembangan kawasan wisata bahari di pesisir dan pulau-pulau kecil akan mengaplikasikan sejumlah metoda penelitian yang relevan. Secara garis besar ada lima metode yang akan diaplikasikan disamping kemungkinan menggunakan metode lain sesuai konsideran yang berkembang di lapangan kelak. Kelima metode ini adalah metode survei (survey method), analisis kesesuaian (suitability analysis) dan daya dukung (carrying capacity analysis), wawancara mendalam (indepth interview), pemetaan kawasan wisata bahari secara spasial.
1.    Metode Survei (Survey Method) dan Analisis Kesesuaian (Suitability Analysis)
Metode survei yang dilakukan dalam penelitian ini mengacu pada parameter kesesuaian wisata bahari untuk wisata selam dan snorkling (Yulianda, 2007), kesesuaian lahan untuk rekreasi pantai (Yulianda, 2007), kesesuaian lahan untuk mancing di laut (Yulianda, 2007).
2.    Analisis Daya Dukung (Carrying Capacity Analysis)
Perhitungan daya dukung lokasi wisata bahari, seperti: penyelaman, snorkling, rekreasi pantai, dan memancing menggunakan pendekatan standar kenyamanan individu dalam melakukan suatu aktifitas rekreasi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui daya dukung kawasan adalah dengan mengacu pada analisis daya dukung yang di formulasi Yulianda (2007).
3.    Wawancara mendalam (Indepth Interview)
Wawancara mendalam dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang lebih rinci dan mendalam dengan mengkombinasikan antara informasi yang telah diperoleh dari survei lapangan, terutama yang berkaitan dengan kondisi sosial
ekonomi masyarakat di sekitar daerah tujuan wisata, asal pengunjung, pekerjaan
pengunjung, pendapatan masyarakat di sekitar kawasan dari wisata bahari, pengelolaan kawasan, pemilik kawasan, tingkat partisipasi masyarakat, kebijakan
pemerintah daerah, dan sebagainya.
4.    Pemetaan Spasial
Data dan informasi yang didapatkan dari survey lapangan yang sudah dianalisis kemudian dipetakan secara spasial dengan menggunakan Arc View. Pemetaan secara spasial ini akan menunjukkan lokasi-lokasi wisata bahari yang potensil dikembangkan untuk kegiatan wisata penyelaman, snorkling, rekreasi pantai, maupun pemancingan.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat snorkeling yang digunakan untuk kegiatan pengamatan terumbu karang, GPS yang digunakan untuk menentukan titik koordinat lokasi penelitian, refraktometer yang digunakan untuk mengukur kadar salinitas, thermometer yang digunakan untuk mengukur suhu, PC yang digunakan untuk mengolah data, alat tulis yang digunakan untuk mencatat data lapangan, kamera digital yang digunakan untuk mengambil gambar lokasi penelitian, alat modifikasi pengukur arus yang digunakan untuk mengukur kecepatan arus dan pola angin, secchi disk yang digunakan untuk mengukur kedalaman penetrasi cahaya matahari, dan papan modifikasi pasang surut yang digunakan untuk mengukur ketinggian dan pola pasang surut.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah H2SO4, amilum, Na2SO4 dan indeks kesesuaian wisata.

Pelaksaan Kegiatan
Kronologi pelaksanaan dan aktivitas dalam Penelitian Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Lingkungan Pulau Berhala Sergai Sebagai Kawasan Ekowisata Bahari ini secara garis besar akan berlangsung dalam tahapan sebagai berikut:
1.      Studi Pendahuluan
·         Identifikasi parameter studi
·         Pengumpulan data sekunder
·         Identifikasi stakeholder
·         Persiapan kuesioner, dan instrumentasi lapangan
2.      Pengumpulan Data Lapangan
·         Observasi lapangan
·         Survei Lapangan
·         Wawancara mendalam
3.      Pengolahan dan analisis data
·         Kompilas data/informasi
·         Pengolahan data kualitatif dan kuantitatif
·         Pemetaan data spasial
4.      Penulisan Laporan
·         Draft laporan
·         Seminar
·         Konsultasi teknis
·         Revisi draft laporan
·         Penyerahan laporan lengkap


DAFTAR PUSTAKA

Dahuri, R. 2002. Pendekatan Ekonomi-Ekologis Pembangunan Pulau-Pulau Kecil Berkelanjutan. Prosiding Seminar dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia. Dit. Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan, TPSA BPPT, CMRM USAID. Jakarta.
Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan Kemhan, Direktorat Wilayah Pertahanan, Departemen Pertahanan RI. 2010. Optimalisasi Pengelolaan 12 Pulau-Pulau Kecil Terluar Yang Berbatasan Dengan Negara Tetangga Guna Memperkuat Batas Maritim NKRI.
Dirhamsyah. 2007. Penegakan Hukum Laut Indonesia. Oseana, Volume XXXII, Nomor 1: 1-13. LIPI. Jakarta.
Iskandar, I. 2008. Ekspedisi 92 Pulau-Pulau Kecil Terluar Nusantara: Data Dan Informasi Awal Potensi Sumberdaya Di 40 Pulau Kecil Terluar Indonesia Wilayah Barat. Wanadri. Aceh.
Manafi, M. R., A. Fahrudin, D. G. Bengen, dan M. Boer. 2009. Aplikasi Konsep Daya Dukung Untuk Pembangunan Berkelanjutan Di Pulau Kecil (Studi Kasus Gugus Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi). Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Jilid 16 Nomor 1: 63-71. Sulawesi Tenggara.
Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 12 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Pulau Berhala Serdang Bedagai Sebagai Kawasan Eco Marine Tourism (Wisata Bahari Berwawasan Lingkungan).
Sutisna, S. 2007. Kemungkinan Luas Laut Sebagai Bagian Dari Luas Wilayah Dalam Perhitungan DAU. Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah. Badan Koordinasi Survei Dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Tidak ada komentar: