Kamis, 27 Desember 2012

Permukaan Laut Naik Lebih Cepat dari Perkiraan

Dampak mengerikan bagi wilayah pesisir. Data ilmiah baru menunjukkan bahwa pencairan lapisan es di Arktik, yang menyebabkan kenaikan permukaan air laur naik, lebih cepat daripada yang diperhitungkan.
          Wilayah air bersuhu hangat meluas, melelehnya gletser dan lapisan es membuat volume air laut di dunia meningkat. Jika kedua faktor akibat pemanasan global ini berlanjut, juga dengan kecepatannya saat ini, para peneliti mengkhawatirkan bahwa naiknya permukaan laut tidak akan dapat dihindari. Para ilmuwan sependapat mengenai hal ini. Namun berapa tingkat permukaan air laut akan naik di masa mendatang, masih terdapat perbedaan.
 
Berita Buruk bagi Penduduk Pesisir
Dalam studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Research Letters, Stefan Rahmstofr, Anders Levermann dan rekan mereka dari Institut Potsdam untuk Penelitian Dampak Iklim PIK, membandingkan prediksi yang dibuat antara tahun 1990 dan 2011 dengan data aktual.
Sementara suhu rata-rata global dalam beberapa dekade terakhir telah meningkat dengan kecepatan seperti yang diperkirakan Dewan Iklim Dunia, permukaan laut telah meningkat lebih cepat daripada yang diperkirakan. Ini bisa menjadi indikasi bahwa perhitungan untuk masa depan yang telah dibuat juga terlalu rendah, dikatakan para ilmuwan. Dan ini bisa berdampak buruk bagi daerah di pesisir dan kota-kota besar di sekitarnya.
Kelompok kerja yang mengurusi masalah permukaan laut dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim IPCC berusaha untuk menghitung tingkat maksimum kenaikan permukaan laut dengan data-data hasil berbagai studi. Semakin tinggi peningkatan diperkirakan, semakin besar dana yang harus diinvestasikan untuk pembangunan tanggul pelindung pantai dan memindahkan pemukiman.
Proyeksi kenaikan permukaan air laut selama beberapa abad, yang digunakan IPCC saat ini, memperhitungakan kenaikan akibat perluasan wilayah laut yang hangat. Dikatakan IPCC, berdasarkan perhitungan tersebut, di tahun 2300 permukaan laut bisa mencapai kenaikan sampai satu meter. Namun dalam laporan terakhir yang dipublikasikan tidak dicantumkan beberapa data penting mengenai Arktik. Dan data ini harus dimasukkan dalam laporan yang akan dipublikasikan pada tahun 2013.

Target Dua Derjat Tidak Akan Mencegah Banjir
Dalam studi yang dipublikasikan Jurnal Nature Climate Change pada pertengahan 2012, Rahmstorf bersama peneliti dari Universitas Wageningen Belanda memasukan faktor-faktor tambahan dari Arktik. Studi menunjukkan, dikatakan Rahmdorf, berapa besar kemungkinan dampak peningkatan suhu yang relatif kecil pada peningkatan permukaan air laut. Para ilmuwan memperhitungkan, bahkan jika pemanasan global dapat ditekan sampai 2 derajat Celcius – yang dicanangkan masyarakat internasional – permukaan laut global pada tahun 2300 rata-rata meningkat 1,5 sampai 4 meter dibandingkan sekarang.
Perkembangan yang demikian akan membawa dampak yang menghancurkan bagi daerah pesisir dunia dan kota-kota besar yang terletak di sekitarnya. “Misalnya, bagi kota New York, kenaikan permukaan laut sampai 1 meter akan meningkatkan frekuensi banjir besar yang tadinya sekali satu abad menjadi setiap tiga tahun sekali,“ demikian perkiraan Rahmstorf.
Untuk studi terbaru, peniliti dari Potsdam, Laboratoire d' Études en Géophysique et Océonagraphie Spatiales (LEGOS) Perancis dan Tempo Analystics Amerika Serikat membandingkan lima set data global untuk suhu tanah dan laut dengan proyeksi IPCC. Untuk membuat perbandingan yang tepat juga diperhitungkan perubahan suhu jangka pendek akibat fenomena El Nino, variasi intensitas matahari dan letusan gunung berapi. Sementara prakiraan pemanasan global dari tahun 1960-an dan 70-an akibat dari meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca dapat terbukti secara akurat, kenaikan permukaan air laut yang sebenarnya melenceng jauh dari pehitungan IPCC.

Teknologi Satelit Koreksi Model Sebelumnya
 
Para ilmuwan membandingkan prediksi sebelumnya dengan melakukan pengkuruan dengan satelit yand apat mengukur peningkatan secara akurat. Menurut studi baru, 60 persen dari lautan meingkat lebih cepat dari rata-rata perkiraan IPCC dalam dua laporan terakhir. IPCC memperhitungkan, sejak tahun 1990 permukaan laut meningkat 2 milimeter setiap tahunnya. Namun data satelit menunjukkan, peningkatan yang terjadi adalah 3,2 milimeter per tahun.  Analisa ini mencakup hilang sementaranya es dari lapisan es Greenland dan Antartika atau fluktuasi internal lainnya dalam sistem iklim sebagai penyebab meningkatnya permukaan air laut. Tingkat kenaikan, menurut para peneliti, berhubungan dengan peningkatan suhu rata-rata global.
 
Lebih dari 46 juta orang di dunia tinggal di wilayah dengan ketinggian tidak lebih dari satu meter di atas permukaan laut. Bencana banjir juga mengancam wilayah pemukiman lain yang berada di dekat delta sungai. Negara kaya, seperti Belanda, dapat melindungi diri dengan tanggul dan teknologi tinggi. Namun kebanyakan negara miskin kekurangan sumber daya untuk melindungi penduduk dengan cara yang tepat.

Senin, 17 Desember 2012

PERMASALAHAN DALAM LINGKUNGAN EKOSISTEM PESISIR


Indonesia terletak sangat strategis ,yaitu di daerah tropis, diapit oleh dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Hindia dan Pasifik). Letak yang strategis ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam khususnya pesisir. Wisata bahari, budi daya tambak, pertambangan dan pemukiman adalah beberapa contoh potensi ekonomi yang bernilai tinggi. Tak heran apabila daerah pesisir menjadi daya tarik bagi seluruh pihak untuk mengelola dan memanfaatkannya dari segi ekonomi maupun politikya.
Daerah pesisir adalah jalur tanah darat/kering yang berdampingan dengan laut, dimana lingkungan dan tata guna lahan mempengaruhi secara langsung lingkungan ruang bagian laut, dan sebaliknya. Daerah pesisir adalah jalur yang membatasi daratan dengan laut atau danau dengan lebar bervariasi.
Daerah ini selalu berkembang dengan pesatnya pembangunan yang dilakukan berbagai pihak. Pihak-pihak tersebut secara tidak langsung mengakibatkan kerusakan lingkungan karena aktivitas yang dilakukan di darat maupun di laut. Hal ini menjadikan ekosistem pesisir sebagai ekosistem yang rentan terhadap kerusakan dan perusakan baik alami maupun buatan.

Permasalahan Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai di Indonesia semakin mengalami kerusakan lingkungan dari tahun ke tahun. Kerusakan lingkungan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) meliputi kerusakan pada aspek biofisik ataupun kualitas air.
Indonesia memiliki sedikitnya 5.590 sungai utama dan 65.017 anak sungai. Dari 5,5 ribu sungai utama panjang totalnya mencapai 94.573 km dengan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) mencapai 1.512.466 km2. Selain mempunyai fungsi hidrologis, sungai juga mempunyai peran dalam menjaga keanekaragaman hayati, nilai ekonomi, budaya, transportasi, pariwisata dan lainnya.
Saat ini sebagian Daerah Aliran Sungai di Indonesia mengalami kerusakan sebagai akibat dari perubahan tata guna lahan, pertambahan jumlah penduduk serta kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pelestarian lingkungan DAS. Gejala kerusakan lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat dilihat dari penyusutan luas hutan yang ada di daerah hulu sungai dan hutan gundul di daerah pegunungan serta kerusakan lahan terutama kawasan lindung di sekitar Daerah Aliran Sungai.
Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terjadi mengakibatkan kondisi kuantitas (debit) air sungai menjadi fluktuatif antara musim penghujan dan kemarau. Selain itu juga penurunan cadangan air serta tingginya laju sendimentasi dan erosi. Dampak yang dirasakan kemudian adalah terjadinya banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau. Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) pun mengakibatkan menurunnya kualitas air sungai yang mengalami pencemaran yang diakibatkan oleh erosi dari lahan kritis, limbah rumah tangga, limbah industri, limbah pertanian (perkebunan) dan limbah pertambangan. Pencemaran air sungai di Indonesia juga telah menjadi masalah tersendiri yang sangat serius.

Permasalahan Lingkungan Pesisir
Sumber daya pesisir memiliki produktifitas yang tinggi dalam pembangunan karena dapat meningkatkan devisa, lapangan kerja, pendapatan dan kesejahteraan penduduk. Banyaknya kegiatan yang dilakukan di daerah pesisir mengakibatkan daerah ini sangat rentan terhadap kerusakan dan pengerusakan.
Wilayah pesisir memiliki tingkat kepadatan penduduk dan intensitas pembangunan industri yang tinggi, sehingga lingkungan pesisir sering mendapat tekanan manusia yang tinggi. Kerusakan sumber daya alam saat ini tidak terlepas dari perilaku manusia dalam memperlakukan alam. Perilaku manusia saat ini dipengaruhi oleh etika antroposentrisme dimana cara pandang manusia hanya melihat dari sudut prinsip etika terhadap manusia saja, baik dari sisi kebutuhannya maupun kepentingannya yang lebih tinggi dan terkadang sangat khusus dibandingkan dengan makhluk lain. Makhluk selain manusia dan benda lainnya hanya dianggap sebagai alat peningkat kesejahteraan manusia atau yang dikenal dengan prinsip instrumentalistik.
Dilihat dari penyebabnya, kerusakan ekosistem pesisir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

a.       Kerusakan karena faktor alam.
Contoh-contoh penyebab kerusakan ekosistem pesisir karena faktor alam adalah gempa, tsunami, badai, banjir, el-Nino, pemanasan global, predator.
b.      Kerusakan akibat aktivitas manusia atau antropogenik.
Contoh-contoh penyebab kerusakan akibat aktivitas manusia adalah penggunaan alat-alat penangkapan ikan yang membahayakan (dinamit/bahan peledak, racun/tubalpotas), penambangan karang dan pasir, reklamasi, limbah pertanian, sedimentasi sebagai akibat di daerah hulu karena penebangan dan penggundulan hutan, limbah sisa buangan baik dari aktivitas rumah tangga maupun industri yang ada di daerah daratan, pembuangan jangkar perahu nelayan, konversi mangrove untuk peruntukan lain seperti pembukaan tambak garam, ikan, maupun udang, penebangan mangrove untuk kayu bakar, bahan bangunan dan bahan baku kertas.
Kerusakan terumbu karang umumnya disebabkan oleh kegiatan-kegiatan perikanan yang bersifat destruktif, yaitu penggunaan bahan-bahan peledak, bahan beracun sianida, dan juga aktivitas penambangan karang untuk bahan bangunan. pembuangan jangkar perahu, dan sedimentasi tanah akibat meningkatnya erosi dari lahan atas. Kegiatan perikanan destruktif ini tidak hanya dilakukan oleh nelayan tradisional, tetapi juga oleh nelayan-nelayan modern dan juga nelayan asing yang melakukan kegiatan pencurian ikan di perairan nusantara.
Hal yang sama juga terjadi pada ekosistem hutan mangrove. Penyebab penurunan luasan mangrove tersebut adalah karena adanya peningkatan kegiatan yang mengkonversi hutan mangrove menjadi peruntukan lain seperti pembukaan tambak, pengembangan kawasan industri dan permukiman di kawasan pesisir serta penebangan hutan mangrove untuk kebutuhan kayu bakar, arang dan bahan bangunan.
Faktor yang dapat merusak terumbu karang diantaranya adalah :
  • Pengendapan kapur
Pengendapan kapur dapat berasal dari penebangan pohon yang dapat  mengakibatkan pengikisan tanah (erosi)  yang akan terbawa kelaut dan  menutupi karang sehingga karang tidak dapat tumbuh karena sinar matahari  tertutup oleh sedimen.
  • Aliran air tawar                                                                                                            
Aliran air tawar yang terus menerus dapat membunuh karang, air tawar  tersebut dapat berasal dari pipa pembuangan, pipa air hujan ataupun limbah  pabrik yang tidak seharusnya mengalir ke wilayah terumbu karang.
  • Berbagai jenis limbah dan sampah                                                                                
Bahan pencemar bisa berasal dari berbagai sumber, diantaranya adalah limbah    pertanian, perkotaan, pabrik, pertambangan dan perminyakan.
  • Pemanasan suhu bumi                                                                                                         Pemanasan suhu bumi dikarenakan pelepasan karbon dioksida (CO2) ke udara.  Tingginya kadar CO2 diudara berpotensi meningkatan suhu secara global. yang  dapat mengakibatkan naik nya suhu air laut sehingga karang menjadi memutih  (bleaching) seiring dengan  perginya zooxanthelae dari jaringan kulit karang, jika  terjadi terus menerus maka pertumbuhan terumbu karang terhambat dan akan  mati.
  • Uji coba senjata militer                                                                                        
Pengujian bahan peledak dan nuklir di laut serta kebocoran dan buangan reaktor  nuklir menyebabkan radiasi di laut, bahan radio aktif tersebut dapat bertahan  hingga ribuan tahun yang berpotensi meningkatkan jumlah kerusakan dan  perubahan genetis (mutasi) biota laut.
  • Cara tangkap yang merusak                                                                                        
Cara tangkap yang merusak antara lain penggunaan muro-ami, racun dan bahan  peledak.
  • Penambangan dan pengambilan karang                                                                      
Pengambilan dan penambangan karang umumnya digunakan sebagai bahan  bangunan. Penambangan karang berpotensi menghancurkan ribuan meter  persegi terumbu dan mengubah terumbu menjadi gurun pasir bawah air.
  • Penambatan jangkar dan berjalan pada terumbu                                                  
Nelayan dan wisatawan seringkali menambatkan jankar perahu pada terumbu  karang. Jangkar yang dijatuhkan dan ditarik diantara karang maupun hempasan  rantainya yang sangat merusak koloni karang.
  • Serangan bintang laut berduri                                                                              
Bintang laut berduri adalah sejenis bintang laut besar pemangsa karang yang  permukaanya dipenuhi duri. Ia memakan karang dengan cara manjulurkan  bagian perutnya ke arah koloni karang, untuk kemudian mencerna dan  membungkus  polip-polip karang dipermukaan koloni tersebut.

Sumber:
Jaharuddin. 2010. Ekosistem Pesisir. Diakses dari http://www.terangi.or.id 1 Oktober 2012.
Suci, R. 2010. Kerusakan Daerah Aliran Sungai. Diakses dari http://www.faktailmiah.com 1 Oktober 2012.