Minggu, 13 Januari 2013

Kegunaan Keanekaragaman Hayati Pesisir dan Laut



Keragaman hayati (biodiversity atau biological diversity) merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kekayaan berbagai bentuk kehidupan di bumi ini mulai dari organisme bersel tunggal sampai organisme tingkat tinggi. Keragaman hayati mencakup keragaman habitat, keragaman spesies (jenis) dan keragaman genetik (variasi sifat dalam spesies).
Menurut Dahuri (2003), diakui bahwa sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar, Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, baik keanekaragaman genetik, spesies, dan ekosistem. Sebagai contoh, Indonesia memiliki lebih dari 37% dari seluruh spesies ikan yang telah teridentifikasi di dunia. Tingginya keanekaragaman hayati pesisir dan laut yang bersifat renewable tersebut mestinya merupakan aset penting dalam menunjang pembangunan ekonomi Indonesia.  Hal ini karena keanekaragaman hayati laut memiliki fungsi memberikan manfaat bagi lingkungan dan kesejahteraan rakyat Indonesia, baik yang bersifat langsung (pangan, sandang, obat-obatan, pupuk) maupun tak langsung (penahan ombak, daerah pemijahan, siklus nutrien). Secara ekonomi nilai potensinya sekitar US$ 75 milyar. Sehingga, keanekaragaman hayati tersebut mesti dikelola secara arif agar dapat menjadi pilar kemakmuran bangsa.
Sebagai negara kepulauan dengan tingkat keanekeragaman hayati pesisir dan laut yang tinggi, pelestarian keanekaragaman hayati merupakan hal yang mendasar serta mendesak untuk dilaksanakan. Laju kerusakan keanekaragaman hayati pesisir dan laut serta kepunahan beberapa spesies langka seakan berpacu dengan waktu. Dominansi laju tersebut terkadang bahkan seakan menenggelamkan upaya penyelamatan dan pelestarian keanekaragaman hayati laut dan pesisir di Indonesia.  Sebagai negara yang ikut berkomitmen dalam the 2005 World Review Summit.untuk mengurangi laju kepunahan keanekaragaman hayati secara substansial pada tahun 2010, Indonesia dituntut untuk mengejewantahkannya dalam penurunan laju kerusakan, khususnya untuk keanekaragaman hayati pesisir dan laut yang terus menerus menerima dampak kerusakan baik yang bersumber dari dalam ekosistem itu sendiri maupun dari  ekosistem lainnya.
Selain itu juga dalam memformulasi agenda pengelolaan keanekaragaman hayati tersebut harus terlebih dahulu secara detail dan lengkap memberikan definisi, memotret kekayaan, mengidentifikasi manfaat dan nilai ekonomi, serta menganalisis faktor penyebab kerusakan dan kendala pelaksanaan pengelolaan keanekaragaman hayati laut.
Keanekargaman hayati Indonesia adalah sumber daya yang penting bagi pembangunan nasional. Sifatnya yang mampu memperbaiki diri merupakan keunggulan utama untuk dapat di manfaatkan secara berkelanjutan. Sejumlah besar sektor perekonomian nasional tergantung secara langsung ataupun tak langsung dengan keanekaragaman flora-fauna, ekosistem alami dan fungsi-fungsi lingkungan yang dihasilkannya. Konservasi keanekaragaman hayati, dengan demikian sangat penting dan menentukan bagi keberlanjutan sektor-sekrtor seperti kehutunan, pertanian, dan perikanan, kesehatan, ilmu pengetahuan, industri dan kepariwisataan, serta sektor-sektor lain yang terkait dengan sektor tersebut.
Keanekaragaman hayati pesisir dan laut adalah seluruh keanekaan bentuk kehidupan di pesisir dan laut, beserta interaksi di antara bentuk kehidupan tersebut dan antara bentuk kehidupan tersebut dengan lingkungannya. Keanekaragaman hayati pesisir dan laut merujuk pada keberagaman bentuk-bentuk kehidupan di pesisir dan laut: tanaman yang berbeda-beda, hewan dan mikroorganisme, gen-gen yang terkandung di dalamnya, dan ekosistem yang mereka bentuk.  Kekayaan hidup ini adalah hasil dari sejarah ratusan juta tahun berevolusi yang jika hilang akan susah untuk pulih bahkan bisa hilang untuk selamanya.
Manfaat keanekaragaman hayati mencangkup antara lain: jasa lingkungan, nilai ekonomi dan kegunaan yang diberikan oleh keanekaragaman hayati pesisir dan laut telah menopang lebih dari 60 persen penduduk Indonesia yang bermukim di wilayah pesisir baik secara langsung maupun tidak langsung. Keanekaragaman hayati pesisir dan laut telah menjadi sumber penghidupan dan pekerjaan bagi jutaan penduduk Indonesia. Banyak studi yang telah dilakukan yang mengkonfirmasi hal ini. Beberapa hasil kajian yang memperkirakan manfaat keanekaragaman dan ekosistem pesisir dan laut adalah sebagai berikut:
  1. Nilai kegunaan dan non kegunaan hutan mangrove di Indonesia US$ 2,3 miliar per tahun (GEF/UNDP/IMO 1999)
  2. Nilai ekonomi terumbu karang Indonesia diperkirakan sekitar US$ 567 juta (GEF/UNDP/IMO 1999)
  3. Nilai padang lamun sebesar US$ 3.858,91/ha/tahun (Bapedal dan PKSPL-IPB 1999)
  4. Nilai ekologi dan ekonomi sumberdaya rumput laut di Indonesia sekitar US$ 16 juta (GEF/UNDP/IMO 1999)
  5. Nilai manfaat ekonomi potensi sumberdaya ikan laut di Indonesia sebesar US$ 15,1 miliar (Dahuri 2002)
Keanekaragaman hayati dan ekosistem pesisir dan laut di samping memberikan manfaaat dari sumberdaya dan jasa lingkungannya terhadap penghidupan masyarakat pesisir, juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan iklim serta penyerapan karbon yang merupakan kontributor perubahan iklim. Keanekaragaman hayati pesisir dan laut beserta ekosistemnya berperan dalam menjaga keseimbangan penyerapan karbon. Kemampuan penyeimbang ini mulai terganggu dengan semakin banyaknya gas rumah kaca (GRK) hasil kegiatan manusia (anthropogenic) yang pada akhirnya diserap oleh laut dan ekosistemnya. Tanpa ada upaya pengurangan emisi GRK, dipastikan dalam beberapa dekade mendatang ekosistem pesisir dan laut berkurang secara signifikan. Hal ini berarti akan memberikan dampak ikutan terhadap masyarakat pesisir serta biota dan ekosistem laut dan pesisir lainnya.
Berpijak pada kemampuan ekosistem laut dan pesisir menjaga keseimbangan penyerapan karbon serta potensi pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK), Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNEP) bekerjasama dengan Badan Pangan Dunia (FAO) dan Badan Pendidikan dan Pengetahuan (UNESCO) memperkenalkan konsep Karbon Biru (Blue Carbon) dalam Laporan Blue Carbon – The Role of Healthy Oceans in Binding Carbon. Laporan ini telah diluncurkan pada 14 Oktober 2009  pada Diversitas Conference, Cape Town Conference Centre, South Africa. Laporan ini menggambarkan alur emisi karbon dan estimasi kemampuan ekosistem laut dan pesisir dalam menyerap karbon dan gas rumah kaca. Hal ini juga sejalan dengan amanat Manado Ocean Declaration (MOD) yang dideklarasikan tahun 2009 serta sebagai upaya mengendalikan dampak perubahan iklim.
Karbon Biru (Blue Carbon) adalah sebuah konsep yang membuktikan peran keanekaragaman hayati pesisir dan laut beserta ekosistemnya yang didominasi oleh vegetasi laut seperti hutan mangrove, padang lamun, rawa payau serta rawa masin (salt marshes) dalam mendeposisi karbon. Keanekaragaman hayati pesisir dan laut beserta ekosistemnya diyakini mampu menjadi garda penyeimbang bersama hutan (Green Carbon) untuk mengurangi laju emisi melalui penyerapan karbon.
Kajian awal yang dilakukan para peneliti di Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengidentifikasikan potensi laut Indonesia yang memiliki kemampuan menyerap karbon sebesar 0.3 giga ton karbon per tahun. Riset ini dilakukan dengan memanfaatkan data satelit kandungan fitoplankton (klorofil dan suhu air laut) di laut Indonesia untuk mengestimasi kandungan karbon yang terserap. Riset ini tentunya masih harus diverifikasi melalui kajian lapangan (in-situ) serta memperhitungkan komponen lainnya seperti interaksi atmosfir dan laut (solubility pump). Langkah ini hendaknya menjadi pemicu dan pemacu untuk melakukan riset lanjutan tentang peran penting laut sebagai pengendali perubahan iklim. Satu hal yang harus diacu adalah Indonesia dengan kenanekaragaman hayati dan luasan ekosistem pesisir dan laut yang begitu besar, berpotensi memberikan kontribusi dalam menjaga dinamisator laut dalam perubahan iklim. Menjaga kelestarian keanekaragaman hayati pesisir dan laut beserta ekosistemnya berarti menjaga kelestarian dan kemampuan ekosistem laut dan pesisir sebagai dinamisator iklim global.

Sumber Bacaan:
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Gramedia. Jakarta.

Siry, HY. 2010. Keanekaragaman Hayati Pesisir dan Laut Indonesia dalam Tinjauan Perubahan Iklim. Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.




Rabu, 09 Januari 2013

Fakta: Benarkah Kita (Indonesia) Punya 17.508 pulau???

Sebenernya gw nulis ini karena gatel liat sekilas iklan di salah satu stasiun televisi swasta nasional yang menyatakan Indonesia punya 17.508 pulau. Aneh aja gw lihat stasiun televisi kasih informasi kayak gitu secara nasional, Bener gak sih??? Check it out guys!!!

Sejak pendidikan dasar kita sudah diberikan, dicekokin, disuapin, dijejelin informasi bahwa negeri kita yang kaya ini merupakan negeri hamparan pulau dengan jumlah 17.508.
Pertanyaannya: Apakah informasi ini benar??? Validasinya dari mana???

Oke, kita akan bahas hal ini dengan fakta yang ada dan data yang valid.
Fakta membuktikan selama ini informasi yang kita ketahui adalah SALAH BESAR.
LOH??? KENAPA??? Ini dia fakta yang terselubung selama ini.

Selama negara ini berdiri sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 belum pernah diadakan survei secara langsung untuk menghitung jumlah pulau.

Jadi bagaimana bisa ada nilai 17.508 pulau???

Jumlah data ini berasal dari hasil survei wawancara kepada setiap pemegang, pemangku, penguasa daerah di seluruh Indonesia saja. Karena metode yang digunakan hanya wawancara kepada pemangku daerah menyebabkan tingkat error data sangat tinggi. Setiap pemangku daerah bisa saja menyebutkan jumlah pulau yang ada di daerahnya sekian dan ternyata daerah sebelahnya menyebutkan sekian. Diantara kedua daerah tersebut terdapat tumpang tindih data (overlay) sehingga data menjadi terlihat lebih banyak.

Apa sih pulau itu???
Pulau secara sederhana adalah luasan hamparan daratan yang dapat dilihat dari dua sisi arah mata angin dengan luas minimal 5 (lima) hektar dan jumlah hari pulau tersebut timbul di permukaan laut lebih besar dari waktu tenggelamnya.

Berdasarkan survei lapangan yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2012 menyatakan bahwa data selama ini salah.

Menurut Badan Informasi Geografis, Kementerian Kelautan dan Perikanan sebenarnya Indonesia hanya punya 13.466 pulau yang tersebar di seluruh Nusantara.

Maka mulai sekarang Anda sudah tahu bahwa data selama ini salah dan informasi terbaru ini adalah data terbaru.
Jangan sampai kita hanya tahu nyamuk di negeri orang sedangkan pulau sendiri saja masih salah. Informasi ini harus dibaca semua guru IPS agar tidak lagi membohohi murid-murid di sekolahnya.
Jales Viva Jaya Mahe !!!