Senin, 03 Oktober 2011

Ikhtiologi Ikan Arwana

BAB I
PENDAHULUAN

Arwana mulai diperkenalkan oleh dua ilmuwan Jerman yang bernama Muller dan Schlegel pada tahun 1845. Keduanya mengenalkan arwana dengan nama latin Osteoglossum formosum. Pada tahun 1913, dua ilmuwan ahli zoologi Belanda, Max Weber dan L.F. de Beaufort berpendapat lain. Keduanya memasukkan arwana ke dalam marga (genus) Schlerophages dan spesies formosus. Karena itu, ikan naga ini kini lebih dikenal dengan nama latin Schlerophages formosus. Pada tahun 1864, Albert Gunther ilmuwan Inggris kelahiran Jerman memperkenalkan arwana Schelorophages leichardti. Tiga puluh tahun kemudian, tepatnya tahun 1892, seorang naturalis dan entomologis (ahli serangga) dari Inggris, Saville-Kent, mengumumkan kepada khalayak mengenai Sclerophages jardini. Selanjutnya, pada tahun 1966, arwana Osteoglossum ferreirai (arwana hitam perak) ditemukan oleh seorang ilmuwan Jepang bernama Kanazawa di perairan Brasil (Apin, 2005).
Arwana termasuk salah satu jenis ikan yang banyak digemari oleh hobiis ikan hias di dalam maupun di luar negeri. Tingginya minat hobiis untuk memilikinya membuat arwana semakin populer. Arwana atau disebut juga arowana merupakan jenis ikan hias air tawar yang berasal dari Brasil dan termasuk dalam genus Osteoglossum. Di Indonesia terdapat beberapa jenis ikan yang masih satu kerabat dan sangat mirip dengan arwana dari Brazil. Di daerah asalnya, ikan tersebut dikenal sebagai induk siluk, kaleso, peyang, tengkuso, atau tangkalesa. Di perdagangan internasional, arwana Indonesia disebut Asiatic Arwana (Hartono, 2002).
Di Indonesia, awalnya arwana tidak dikenal sebagi ikan hias komersial. Di beberapa daerah, seperti Pontianak, Banjarmasin, Riau, dan Jambi, ikan ini banyak diburu masyarakat untuk ikan konsumsi yang lezat. Setelah dekasi 1980-an, arwana baru dikenal masyarakat sebagai ikan ikan hias berkelas dengan harga relatif mahal. Sejak itu pula, arwana mulai marak diburu orang untuk diperjualbelikan sebagi komoditas ikan hias komersial. Keindahan arwana-arwana asli Indonesia ini kemudian mulai tersohor ke berbagai mancanegara. Karenanya, permintaan ekspor pun meningkat dan keberadan spesies purba ini semakin dikhawatirkan. Padahal, jauh sebelumnya, yakni pada tahun 1969, Organisasi Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dunia atau International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) telah memasukkan Sclerophages formosus ke dalam Red Data Book (Apin, 2005).
Ikan arwana (Scleropagus sp.) termasuk ikan khas perairan tawar Indonesia yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan merupakan salah satu komoditi perikanan yang berprospek pasar sangat baik di dalam dan luar negeri. Awalnya, pemanfaatan arwana di alam oleh masyarakat adalah sebagai ikan konsumsi. Namun kemudian, dieksploitasi besar-besaran menyusul permintaan pasar yang tinggi, sejak ikan ini dikenal sebagai ikan hias berkelas dengan harga mahal. Berdasarkan hasil penelitian, populasi ikan arwana mengalamai penurunan drastis di habitat alaminya, karena kondisi habitat yang menurun, semakin kurangnya lokasi pemijahannya (spawning ground), serta eksploitasi oleh masyarakat dalam segala tingkatan umur (BP4K Kab. Sukabumi, 2011).
Arwana termasuk fauna langka, bahkan dalam dunia ilmu pengetahuan dikenal sebagai survival ikan purba. Sejak tahun 1969, arwana telah tercatat dalam Red Data Book  yang dikeluarkan oleh Organisasi Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dunia (IUCN) sebagai salah satu fauna langka di dunia. Dalam konvensi intersional yang mengatur perdagangan flora dan fauna langka, CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) mengatagorikan arwana sebagai Apendix I yang berarti langka. Di Indonesia, arwana pun telah dilindungi oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Pertanian No.716/Kpts/Um/10/1980 (Hartono, 2007).



BAB II
BIOGEOGRAFI IKAN ARWANA

Arwana atau Arowana (familia Osteoglossidae) merupakan ikan air tawar purba yang tersebar di seluruh dunia, mulai dari Afrika, Asia Tenggara, Australia hingga Amerika Selatan. Studi genetik dan temuan fosil menunjukkan, ikan ini setidaknya telah hidup di bumi sejak 220 juta tahun yang lalu. Sebagai ikan purba, arwana memiliki karakter fisik yang unik. Kepala umumnya bertulang kokoh, dengan tubuh memanjang, berselubung sisik besar dan saling bertumpuk membentuk suatu mosaik yang indah.  Sirip punggung dan sirip anal terletak jauh di belakang tubuh. Sirip dada dan perut berukuran kecil (Dodi, 2011).
Arwana termasuk jenis ikan pemakan daging (karnivora). Secara umum, lingkungan hidupnya di perairan yang memiliki suhu antara 24-300 C dengan pH air sedikit asam sampai normal, yaitu 6,5-7,5. Ukurannya pun bervariasi, tergantung spesiesnya. Ikan arwana termasuk dalam ordo Malacopterygii dengan famili Osteoglossidae (ikan-berlidah-tulang). Untuk tingkatan di bawah famili, ada empat genus (marga) yang merupkan kerabat besar ikan arwana, yaitu Osteoglossum, Arapaima, Clupisudis, dan Scleropages (Hartono, 2002).
Arwana termasuk ikan karnivor yang mendiami habitat sungai dan danau berair tenang. Kadang-kala juga ditemukan di riam yang berarus kuat. Daerah tepian sungai yang ditumbuhi banyak pohon hutan dengan akar yang terjulur di dalam air dan dedaunan yang rimbun di atasnya, menjadi habitat favorit bagi Arwana. Habitat tersebut umumnya menyediakan banyak makanan dan daerah perlindungan yang baik. Sebagai predator khusus permukaan air, keluarga ikan Arwana sangat pandai melompat ke udara untuk mengejar mangsa yang terdiri dari serangga, reptil dan burung. Arwana juga memiliki kemampuan yang baik dalam memperhitungkan posisi mangsa yang terletak di atas permukaan air. Hal ini tidak mudah, sebab harus memperhitungkan sudut pandang yang “bergeser” akibat pembiasan cahaya. Tidak seperti ikan pada umumnya, Arwana hanya bernapas dengan cara langsung mengambil oksigen dari udara/permukaan air (Dodi, 2011).
Perbedaan antara jenis warna arwana dihitung antara Pliosen akhir ke era Pleistosen akhir. Ini diyakini bahwa arwana tersebar di Asia Tenggara saat Sundaland dibentuk. Fluktuasi permukaan laut selama Pleistosen dipisahkan pulau-pulau Indonesia dengan Tenggara Asia daratan dan menyebabkan arwana untuk menyimpang ke strain yang berbeda (Muniadi, 2004).
Bagi para hobiis dan penangkar ikan hias,  salah satu bagian tubuh yang sangat penting dan seringkali menentukan kualitas ikan Arwana adalah kondisi sisik, terutama dilihat dari kesempurnaan bentuk sisik dan warnanya. Satu sisik Arwana memiliki warna utama yang disebut warna dasar (base color). Warna dasar ini biasanya dikelilingi oleh  warna lain yang  lebih gelap/pudar, berpola melingkar/cincin yang disebut cincin kedua. Sedangkan pola warna cincin yang terdapat pada bagian paling luar atau paling tepi dari sisik disebut cincin pertama. Sisik arwana dibagi menjadi 6 level (tingkat/baris) yang mulai dihitung dari arah badan bagian bawah ke atas.  Level atau baris sisik pertama terdapat pada bagian perut, baris sisik yang terletak di atas perut di sebut level kedua, demikian seterusnya hingga level 6 yang berada pada bagian paling atas (Dodi, 2011).
Beberapa tahun belakangan ini, ikan arwana sudah termasuk jenis ikan budidaya karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Setelah berumur 5 tahun, arwana dapat dibiakkan di dalam kolam yang berisi 20-25 ekor. Kualitas air kolam disesuaikan seperti habitat asli arwana, yaitu pH berkisar 6,5-7,5 dan suhu air 27-290 C. Kondisi air dibuat mengalir. Untuk mencukupi kebutuhan oksigen dalam air sebaiknya dipasang pompa air yang berfungsi untuk menghasilkan gelembung-gelembung udara dalam air. Penggantian air kolam dilakukan setiap enam bulan sekali (Hartono, 2007).
Secara zoogeografi, Indonesia memiliki (dua) kelompok jenis ikan, yaitu kelompok ikan Oriental (Asia) yang merupakan ikan-ikan yang terdapat di Indonesia bagian Barat, dan kelompok Australian yang banyak terdapat di Indonesia bagian Timur (Papua). Jenis ikan di bagian Timur berkerabat dekat dengan jenis ikan di Australia, karena berasal dari lempeng bumi yang sama, yaitu lempeng Gondwana. Sedangkan jenis ikan di Indonesia bagian Barat berasal dari lempeng Eurasia (BP4K Kab. Sukabumi, 2011).

BAB III
SISTEMATIKA IKAN ARWANA

Tabel 1. Klasifikasi Ikan Arwana dan Habitat Aslinya (Hartono, 2002)
Kingdom
Animalia
Phylum
Chordata
Kelas
Pisces
Ordo
Malacopterygii
Famili
Osteoglossidae (ikan-berlidah-tulang)
Genus
Spesies
Habitat Asal
Osteoglossum
Osteoglossum bichirrosum
Osteoglossum ferrerai
Amazon, Amerika Selatan (Brazil)
Brazil (Rio Negro)
Arapaima
Arapaima gigas
Amazon, Amerika Selatan, Australia, Bagian-bagian pulau Indo-Australia
Clupisudis
Clupisudis niloticus
Amazon, Amerika Selatan, Afrika Tengah dan Barat
Scleropages
Scleropages formous



Scleropages guntheri
Scleropages jardani
Scelopages leichardi
Malaysia, Thailand, Myanmar, Vietnam, Kamboja, dan Indonesia (Kalimantan Barat, Jambi, Riau, dan Lampung)
Filipina
Australia dan Papua Nugini
Australia (Queensland, Papua Nugini, dan Indonesia (Irian Jaya)

Genus Scleropages terdiri dari empat spesies, yaitu Scleropages formous (Malayan Bonytongue), Scleropages guntheri, Scleropages jardani (Northen Spotted Barramundi), dan Scleropages leichardi (Spotted Barramundi). Osteoglossum terdiri dari dua spesies, yaitu Osteoglossum Bicirrhosum (Silver Arwana Brazil) dan Osteoglossum ferreirai (Black Arwana Brazil). Untuk genus Clupisudis maupun Arapaima masing-masing terdiri dari satu spesies, yaitu Clupisudis niloticus (Nile Arwana) dan Arapaima gigas atau Piracucu (Hartono, 2002).

BAB IV
MORFOLOGI IKAN ARWANA

Sebagai ikan purba, arwana memiliki karakter fisik yang unik. Kepala umumnya bertulang kokoh, dengan tubuh memanjang, berselubung sisik besar dan saling bertumpuk membentuk suatu mosaik yang indah.  Sirip punggung dan sirip anal terletak jauh di belakang tubuh. Sirip dada dan perut berukuran kecil. Bagi para hobiis dan penangkar ikan hias,  salah satu bagian tubuh yang sangat penting dan seringkali menentukan kualitas ikan Arwana adalah kondisi sisik, terutama dilihat dari kesempurnaan bentuk sisik dan warnanya. Satu sisik Arwana memiliki warna utama yang disebut warna dasar (base color). Warna dasar ini biasanya dikelilingi oleh  warna lain yang  lebih gelap/pudar, berpola melingkar/cincin yang disebut cincin kedua. Sedangkan pola warna cincin yang terdapat pada bagian paling luar atau paling tepi dari sisik disebut cincin pertama. Sisik arwana dibagi menjadi 6 level (tingkat/baris) yang mulai dihitung dari arah badan bagian bawah ke atas.  Level atau baris sisik pertama terdapat pada bagian perut, baris sisik yang terletak di atas perut di sebut level kedua, demikian seterusnya hingga level 6 yang berada pada bagian paling atas (Dodi, 2011).
Ciri unik lainnya dari arwana adalah adanya semacam pelat tulang yang ditumbuhi gigi dan terletak di lantai bawah mulut. Pelat tulang ini berbentuk seperti lidah, sehingga arwana seringkali disebut sebagai ikan berlidah tulang (bonytongue fish) seperti tampak pada Gambar 2 di atas. Arwana mampu melompat hingga 2 meter di udara. Bahkan, arwana mampu menangkap kelelawar besar yang terbang rendah di permukaan air. Kemampuan melompat Arwana mungkin hanya dapat ditandingi oleh “jumper master” lainnya, yaitu ikan salmon yang kembali ke hulu sungai untuk bertelur (Dodi, 2011).
Tabel 2. Morfologi Ikan Arwana Berdasarkan Kelamin (Hartono, 2007)
Organ
Arwana Jantan
Arwana Betina
Tubuh
Lebih Panjang dan ramping
Lebih pendek, lebar dan agak gemuk
Kepala dan mulut
Kepala tampak besar dan mulutnya agak lebar karena mengerami telur dalam mulutnya
Kepala tampak meruncing dan mulut lebih kecil
Toraks (dada)
Lebih panjang
Lebih pendek
Sirip dada
Lebih panjang
Lebih pendek
Sirip dorsal
Menyempit
Melebar
Membedakan jenis kelamin ikan arwana termasuk gampang-gampang susah, karena tidak adanya ciri kelamin sekunder khusus yang dimiliki oleh jantan dan betina. Salah satu cara membedakan jantan dan betina Arwana mungkin dapat dilakukan dengan membandingkan lebar penutup insang atau operculum (Dodi, 2011).
Ikan arwana termasuk ikan hias yang cukup besar bila dipelihara dalam akuarium. Secara umum memiliki ciri-ciri yang mudah dikenali, yaitu : badan pipih memanjang, punggung hampir lurus mendatar mulai dari moncong sampai pangkal sirip punggung. Mulutnya lebar dan miring atau menghadap ke atas. Pada dagunya terdapat dua sungut yang besar. Sisiknya lebar dan kasar serta dihiasi oleh garis-garis (BP4K Kab. Sukabumi, 2011).

BAB V
KEBIASAAN MAKAN IKAN ARWANA

Arwana termasuk jenis ikan pemakan daging (karnivora). Organisme yang disukainya adalah kodok, udang, kelabang, benih ikan konsumsi, dan ikan hias berukuran kecil seperti guppy dan molly. Kodok merupakan jenis pakan alami yang cukup baik. Adapun kebiasaan makan ikan arwana adalah sore hari pada saat sinar matahari tidak terlalu panas dan tidak menyilaukan sehingga arwana akan naik ke permukaan air untuk makan (Hartono, 2007).
Pada anakan arwana, kegiatan memakan mulai aktif setelah kuning telur yang menempel di tubuh larva habis atau ketika berumur 3-5 hari. Pemberian pakan dimulai satu minggu setelah cadangan makanan habis. Benih diberi pakan berupa ikan guppy atau udang yang masih kecil dengan ukuran 1-2 cm (Hartono, 2002).
Arowana adalah termasuk ikan jenis predator. Maka tidak heran jika arowana juga bisa memakan sesama ikan seprti ikan komet, ikan mas dan ikan-ikan kecil lainnya yang ukurannya lebih kecil darinya dan memiliki tubuh memanjang, lunak & tidak berduri. Arowana juga memakan jangkrik, udang tawar, kodok, kelabang, kadal, belalang, ulat dan cicak. Untuk arowana usia muda, ukuran 10-15 cm, berikan pakan berupa ulat hongkong yang di kombinasi dengan jangkrik muda berukuran tidak lebih dari 1 cm. Pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari, yaitu pagi, siang dan malam. Jangan memberi makan terlalu banyak, cukup 3-4 ekor ulat dan 1 ekor jangkrik setiap kali makan agar pencernaan bekerja normal. Arowana ukuran kecil cenderung lebih rakus. Maka jika makanan yang diberikan tidak dikontrol dapat terjadi arowana tersedak / makanan dimuntahkan lagi / kerusakan pada pencernaan. Untuk arowana ukuran 15-25 cm, cukup dengan memperbanyak porsi makannya dan mengganti kombinasi menu menjadi ulat jerman/ulat bambu dan jangkrik. Sesekali bisa diselingi dengan kodok, dengan catatan kodok yang berukuran maksimal 2.5 cm (Anonymous, 2007).

BAB VI
REPRODUKSI IKAN ARWANA

Pemijahan merupakan proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan sperma oleh induk jantan yang diikuti dengan perkawinan. Pemijahan merupakan salah satu bagian dari proses siklus hidup arwana dalam menentukan kelangsungan hidupnya (Hartono, 2002).
Perilaku berbiak Arwana juga tergolong unik. Sebagai orangtua, induk arwana, tergolong ikan yang bertanggung jawab. Saat musim kawin tiba, telur yang telah dibuahi akan dijaga oleh kedua induk hingga menetas. Setelah menetas, juvenil akan ditampung di dalam mulut salah satu induk (Mouth brooder). Hal ini bertujuan untuk menghindari pemangsaan juvenil arwana oleh penghuni sungai lainnya. Biasanya tugas ini dilakukan oleh induk jantan. Saat bayi arwana berukuran sedikit lebih besar, sang jantan akan melepaskan mereka untuk mengenal lingkungan sekitar. Jika ancaman marabahaya tiba, sang ayah pun akan memberi sinyal agar arwana kecil masuk kembali ke dalam mulutnya. Jika kantong kuning telur sudah mengempis, anak arwana secara naluriah akan terdorong untuk belajar mencari makan sendiri. Dalam beberapa minggu, anak arwana akan mandiri dan berpisah dari induknya (Dodi, 2011).
Pemijahan yang terjadi pada induk arwana di dalam kolam pada dasarnya disebabkan oleh faktor dari dalam (endogenus) dan faktor dari luar (exogenus). Faktor dari dalam terjadi karena adanya pelepasan hormon gonadotropin (GtH) pada organ target akibat kematangan gonad (sel kelamin) yang dipengaruhi oleh Gonadodtropin Realising Hormon (GnRH) dan Gonadotropin Realising Inhibiting Hormon (GnRIF). Sementara faktor dari luar terjadi karena adanya stimuli (rangsangan) lingkungan seperti curah hujan, suhu, pH, dan kondisi air yang mengalir. Kematangan gonad dan adanya rangsangan dari lingkungan menyebabkan terjadinya ovulasi pada induk arwana yaitu pelepasan sel telur oleh induk betina (Hartono, 2007).
Pemijahan arwana merupakan reaksi terhadap rangsangan alami yang bersifat sangat kompleks. Meskipun pemijahan tersebut disebabkan oleh faktor kematangan kelamin (matang gonad), tetapi yang paling dominan berpengaruh adalah adanya rangsangan oleh kondisi air yang mengalir, suhu, dan pH air (Hartono, 2002).
Arwana berkembang biak dengan cara bertelur (ovipar). Umumnya, induk arwana mampu menghasilkan 20-50 butir dalam sekali memijah. Telur-telur arwana berukuran cukup besar dengan diameter 1,3-1,6 cm. Setelah dibuahi, telur-telur dierami di dalam mulut arwana jantan. Karenanya, ikan ini juga dijuluki mouth breeder karena mengerami telur di dalam telur. Sementara itu, induk betina bertugas menjaga arwana jantan agar aman dari gangguan lingkungan sekitar, terutama dari arwana-arwana lainnya (Apin, 2005).

BAB VII
PENUTUP

Arwana termasuk salah satu jenis ikan yang banyak digemari oleh hobiis ikan hias di dalam maupun di luar negeri. Tingginya minat hobiis untuk memilikinya membuat arwana semakin populer. Arwana atau disebut juga arowana merupakan jenis ikan hias air tawar yang berasal dari Brasil dan termasuk dalam genus Osteoglossum. Di Indonesia terdapat beberapa jenis ikan yang masih satu kerabat dan sangat mirip dengan arwana dari Brazil. Di daerah asalnya, ikan tersebut dikenal sebagai induk siluk, kaleso, peyang, tengkuso, atau tangkalesa.
Arwana termasuk jenis ikan pemakan daging (karnivora). Secara umum, lingkungan hidupnya di perairan yang memiliki suhu antara 24-300 C dengan pH air sedikit asam sampai normal, yaitu 6,5-7,5. Ukurannya pun bervariasi, tergantung spesiesnya. Ikan arwana termasuk dalam ordo Malacopterygii dengan famili Osteoglossidae (ikan-berlidah-tulang). Untuk tingkatan di bawah famili, ada empat genus (marga) yang merupkan kerabat besar ikan arwana, yaitu Osteoglossum, Arapaima, Clupisudis, dan Scleropages.
Sisik arwana dibagi menjadi 6 level (tingkat/baris) yang mulai dihitung dari arah badan bagian bawah ke atas.  Level atau baris sisik pertama terdapat pada bagian perut, baris sisik yang terletak di atas perut di sebut level kedua, demikian seterusnya hingga level 6 yang berada pada bagian paling atas (punggung). Level/Baris sisik ini sangat penting dalam menentukan kualitas arwana, terutama Arwana emas.
Arwana berkembang biak dengan cara bertelur (ovipar). Umumnya, induk arwana mampu menghasilkan 20-50 butir dalam sekali memijah. Telur-telur arwana berukuran cukup besar dengan diameter 1,3-1,6 cm. Setelah dibuahi, telur-telur dierami di dalam mulut arwana jantan. Karenanya, ikan ini juga dijuluki mouth breeder karena mengerami telur di dalam telur. Sementara itu, induk betina bertugas menjaga arwana jantan agar aman dari gangguan lingkungan sekitar, terutama dari arwana-arwana lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2007. Arowana. www.aroblogs.blogspot.com [24 September 2011]
Anonymous. 2011. Arwana Ikan Endemik Yang Terancam Punah Di Indonesia. www.bp4kkabsukabumi.net [25 September 2011]
Anonymous. 2011. Penyebaran Arwana Dan Jenisnya. www. segalahewan.com [24 September 2011]
Apin. 2005. Memilih Anakan dan Meningkatkan Kualitas Arwana. Agromedia Pustaka. Tangerang
Dodi. 2011. Mengenal Jenis Arwana Di Indonesia. www.dody94.wordpress.com [26 September 2011]
Hartono, R. 2002. Pembenihan Arwana. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hartono, R. 2007. Pembesaran & Pembenihan Arwana. Penebar Swadaya. Jakarta
Muniadi, S. 2004. Struktur genetik dan Biogeografi Asia Arwana Ditentukan oleh Mikrosatelit dan analisis DNA mitokondria.www.asianfisheriessociety.org [24 September 2011]