Minggu, 27 Oktober 2013

Proposal PKL Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang di BBPBAT Sukabumi



BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan kulit licin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat nokturnal, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan (Suyanto, 1991).
Berdasarkan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol.
Pembenihan merupakan kegiatan yang meliputi kegiatan penanganan induk, pembuahan dan pasca penetasan untuk menghasilkan benih. Mutu benih yang dihasilkan banyak dipengaruhi oleh mutu induk dan lingkungan seperti kualitas ikan dan penyakit. Sifat genetis induk yang baik sangat diharapkan dan dapat diturunkan antara lain pertumbuhan yang cepat, tahan terhadap penyakit dan tidak cacat fisik.
Berdasarkan pemaparan diatas kegiatan pembenihan yang dilakukan harus memiliki capaian produksi yang berkualitas. Dalam proses mendapatkan produk ikan budidaya lele yang berkualitas sangat diperlukan sumberdaya alam, sarana/prasarana dan sumberdaya manusia yang memadai dalam kegiatan intensifikasi pembenihan dengan teknik manajemen yang efektif dan efisien.
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknik (UPT) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang melakukan kegiatan budidaya perikanan salah satunya melakukan kegiatan pembenihan ikan Lele (Clarias sp.). Oleh karena itu, perlu mempelajari dan mendalami teknologi serta pengelolaan dalam meningkatkan pengetahuan khususnya pada pembenihan ikan Lele.


1.2  Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui teknologi dan pengelolaan yang diterapkan dalam pembenihan ikan Lele di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat.
2.      Memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam usaha pengelolaan budidaya perikanan khususnya proses pembenihan ikan Lele.
3.      Mengidentifikasi hambatan dan masalah yang terjadi pada budidaya ikan Lele.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Ikan Lele (Clarias sp.)
Klasifikasi ikan Lele (Clarias sp.) :
Kingdom         :  Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Pisces
Ordo                : Ostariophysi
Famili              :  Clariidae
Genus               : Clarias
Spesies            : Clarias sp.
Di Indonesia ikan lele mempunyai beberapa nama daerah, antaralain: ikan kalang (Padang), ikan maut (Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan Selatan), ikan keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (JawaTengah). Sedang di negara lain dikenal dengan nama mali (Afrika), plamond (Thailand), ikan keli (Malaysia), gura magura (Srilangka), ca tre trang (Jepang). Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish. Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air (Suyanto, 1991).
Habitat atau lingkungan hidup lele (Clarias gariepinus) ialah air tawar. Meskipun air yang terbaik untuk memelihara lele ialah air sungai, air dari saluran irigasi, air tanah dari mata air, maupun air sumur, tetapi lele juga relative tahan terhadap kindisi air yang menurut ukuran kehidupan ikan dinilai kurang baik. Ikan lele (Clarias gariepinus) juga hidup dengan padat penebaran tinggi meupun pada kolam yang kadar oksigennya rendah karena lele (Clarias gariepinus) mempunyai alat pernafasan tambahan yang disebut labirin yang memungkinkan lele (Clarias gariepinus) mengambil oksigen langsung dari udara untuk pernafasannya
(Sudarto, 2004).
            Ikan lele termasuk dalam jenis ikan air tawar dengan ciri – ciri tubuh yang memanjang, agak bulat, kepala gepeng, tidak memiliki sisik, mulut besar, warna kelabu sampai hitam. Di sekitar mulut terdapat bagian nasal, maksila, mandibula luar dan mandibula dalam, masing-masing terdapat sepasang kumis. Hanya kumis bagian mandibula yang dapat digerakkan untuk meraba makanannya. Kulit lele dumbo berlendir tidak bersisik, berwarna hitam pada bagian punggung (dorsal) dan bagian samping (lateral). Sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur merupakan sirip tunggal, sedangkan sirip perut dan sirip dada merupakan sirip ganda. Pada sirip dada terdapat duri yang keras dan runcing yang disebut patil. Patil lele dumbo tidak beracun (Suyanto, 1991).
            Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat noktural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan. Ikan lele dapat hidup pada suhu 20oC, dengan suhu optimal 25-28oC. Pertumbuhan larva diperlukan kisaran suhu antara 26-30oC dan untuk pemijahan 24-28oC, pada pH 6,5–9 (Mahyuddin, 2008)
            Ikan lele (Clarias batrachus) pertama kali matang kelamin pada umur satu tahun dengan ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh 100 sampai 200 gram. Gonad ikan lele jantan dapat dibedakan dari ciri-cirinya yang memiliki gerigi pada salah satu sisi gonadnya, warna lebih gelap, dan memiliki ukuran gonad lebih kecil dari pada betinanya. Sedangkan, gonad betina ikan lele berwarna lebih kuning, terlihat bintik-bintik telur yang terdapat di dalamnya, dan kedua bagian sisinya mulus tidak bergerigi. Sedangkan organ – organ lainya dari ikan lele itu sendiri terdiri dari jantung, empedu, labirin, gonad, hati, lambung dan anus (Chinabut et. al., 1991).
Ciri induk ikan betina yang telah matang gonad dapat dilihat dari bentuk perut yang membesar sangat lembut, dapat juga dengan mengurut perut ikan tersebut. Bila telur yang keluar secara pengurutan berbentuk bulat utuh, berwarna agak kecoklatan atau hijau kekuningan maka induk dalam kondisi siap pijah. Pada gonad ikan jantan dapat dilihat dari papilla genitalnya yang terletak dibelakang dan mendekati sirip anus, berwarna merah, meruncing dan menyebar kearah pangkalan, makan ikan tersebut telah matang kelamin (Rahmatullah, 2010).
Ikan lele yang hidup di alam memijah pada musim penghujan dari bulan Mei sampai Oktober. Ikan lele juga dapat memijah sewaktu-waktu sepanjang tahun, apabila keadaan air kolam sering berganti. Pemijahan juga di pengaruhi oleh makanan yang diberikan. Makanan yang bermutu baik akan meningkatkan vitalitas ikan sehingga ikan lele lebih sering memijah (Saputri, 2009).
Apabila telah dewasa, lele betina akan membentuk telur di dalam indung telurnya. Sedangkan lele jantan membentuk sperma atau mani. Bila telur-telurnya telah berkembang maksimum yaitu mencapai tingkat yang matang untuk siap dibuahi maka secara alamiah ikan lele akan memijah atau kawin. Perkembangan telur dan sperma berlangsung di dalam tubuh lele dengan mekanisme pengaturan oleh zat yang disebut hormone kelamin gonadotropin atau gonade stimulating hormone (GSH). Bila lele mencapai tingkat dewasa, hormone gonadotropin secara alami akan terbentuk di dalam kelenjar hipofisa yang terletak di bawah otak kecil. Awalnya hormone gonadotropin yang terbentuk sedikit kemudian dialirkan melalui darah ke dalam indung telur, sehingga terbentuklah telur-telur yang semakin besar dan banyak jumlahnya di dalam indung telur (Arhayu, 2013).
Sampai suatu saat telur-telur menjadi matang untuk dibuahi oleh sperma (fertilisasi). Namun kematangan telur yang terjadi dalam indung telur belum tentu segera diikuti oleh kemauan induk untuk memijah sehingga diperlukan rangsangan yaitu dengan mengubah iklim atau sifat-sifat air yang dapat membei rangsangan bagi lele untuk membentuk hormone gonadotropin lebih banyak lagi. Perkembangan muakhir untuk merangsang pemijahan ikan lele saat ini dapat menggunakan hormone buatan atau hormone sintetis yang telah banyak diproduksi. Beberapa jenis hormone tersebut antara lain Ovaprim, HCG, LHRH. Persyaratan penggunaan hormone sintetis adalah induk lele hsrus sudah mengandung telur yang siap untuk memijah (matang gonad) (Arhayu, 2013).

2.2 Teknologi Pembenihan
Manajemen Pemeliharaan Induk
a.       Dari
Salah satu faktor pendukung keberhasilan dalam usaha pembenihan ikan lele secara buatan, terutama apabila usaha tersebut dituntut untuk menghasilkan jumlah benih yang banyak dengan kualitas yang baik serta kontinyu, maka perlu pengelolaan induk yang baik. Dari pengelolaan induk yang baik akan diperoleh induk-induk lele dumbo yang berkualitas, sehingga pada gilirannya akan menghasilkan benih- benih yang banyak dan berkualitas pula (Dardiani dan Sary, 2010).
            Dalam pemeliharaan induk ikan lele, ada beberapa hal yangpenting diperhatikan yang berhubungan dengan tingkah lakunya, yaitu:
1.      Kanibalisme, yaitu ikan-ikan saling memangsa dimana ikan besar memangsa ikan yang berukuran kecil, terutama saat kondisi kekurangan pakan (lapar). Untuk menghindari sifat kanibal hendaknya pakan diberikan dalam jumlah yang cukup kepada ikan lele yang kita pelihara. Disamping itu penyortiran untuk memisahkan ikan yang besar dan kecil penting dilaksanakan.
2.      Rheo taxis, ikan lele akan berenang dan mengikuti arah atau melawan arus air. Apabila terdapat air yang masuk atau keluar dari kolam yang bocor ikal lele akan bisa lolos melalui tempat yang bocor tersebut. Oleh sebab itu hendaknya jangan sampai terdapat kebocoran pada kolam pemeliharaan.
3.      Ikan lele dapat loncat setinggi ± 0,5 m, dan melata di atas tanah. Ini dapat mengakikatkan ikan lele lolos dari wadah pemeliharaan. Untuk menghindari lolosnya ikan lele sebaiknya pematang dibuat tinggi atau kolam ditutup dengan jaring, bisa juga dipasang pagar yang tinggi terbuat dari bambu.
4.      Ikan nocturnal,yaitu aktif mencari makan pada malam hari. Agar pemberian pakan efektip maka sebaiknya dilakukan pada malam hari Oleh karena itu dalam pemeliharaan induk, agar induk dapat hidup sehat dan dapat selalu siap memijah sesuai waktunya, disamping memperhatikan hal-hal tersebut di atas, juga perlu memperhatikan hal-hal seperti: pemberian pakan, pengelolaan kualitas dan kuantitas air (Dardiani dan Sary, 2010).
Agar diperoleh kematangan induk yang memadai, setiap hari induk di beri pakan bergizi. Jenis pakan yang diberikan yaitu pakan buatan berupa pellet sebanyak 3-5 % perhari dari dari total bobot induk yang dipelihara. Ada juga induk lele diberi pakan berupa limbah peternakan ayam (ayam mati) yang dibakar atau direbus atau dibakar terlebih dahulu. Pakan diberikan dua sampai tiga kali sehari pada pagi, sore dan malam hari (Dardiani dan Sari, 2010)..
Dalam pemeliharaan induk lele, kualitas air tidak terlalu berpengaruh. Induk lele termasuk ikan yang mampu hidup pada kondisi kualitas air yang jelek sekalipun, asalkan air tidak tercemar oleh limbah kimia berbahaya. Karena kemampuannya hidup pada perairan yang terbatas sekalipun, maka sering induk lele ini dipelihara pada bak atau wadah yang airnya tidak mengalir. Agar lele dapat hidup dengan nyaman yang perlu diperhatikan adalah volume atau ketinggian air wadah jangan sampai berkurang. Ketinggian air sebaiknya dipertahankan minimal 75 cm agar induk tidak mudah stres oleh gangguan dari lingkungan sekitar seperti suara bising, lalu-lalang orang, dan sebagainya
(Vixs, 2013).
Tidak semua induk yang dipelihara dapat dipijahkan. Hal ini disebabkan karena belum tentu semua induk telah matang kelamin dan siap dipijahkan. Sebelum dipijahkan, induk jantan dan betina dipilih sesuai dengan persyaratan. Salah satu persyaratan yang mutlak adalah induk telah berumur 1 tahun, baik jantan maupun betina. Pemilihan induk dilakukan dengan cara mengeringkan kolam induk, baik kolam induk jantan maupun betina, sehingga induk-induk lele dumbo akan terkumpul. Selanjutnya induk-induk tersebut ditangkap dengan menggunakan seser dan ditampung dalam wadah seperti drum/tong plastic (Kurnianti, 2013).
Menurut Restu (2013) ciri-ciri induk lele siap memijah adalah calon induk terlihat mulai berpasang-pasangan, kejar-kejaran antara yang jantan dan yang betina. Ikan lele yang sudah siap memijah menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut :
Induk jantan :
-  Alat kelamin tampak jelas, meruncing
-  Perutnya tetap ramping, jika perut diurut akan keluar sperma
-  Tulang kepala lebih mendatar disbanding betinanya
-  Jika warna dasar badannya hitam (gelap)
-  Umur induk jantan di atas tujuh bulan
Induk betina :
-   Alat kelamin bentuknya bulat dan kemerahan, lubangnya agak membesar
-   Tulang kepala agak cembung
-   Geraknya lambat
-   Warna badannya lebih cerah dari biasanya
-   Induk betina berumur satu tahun.

Pemijahan Alami
Pada dasarnya semua biota dewasa akan berusaha untuk berkembang biak. Jadi kalau manusia menyiapkan sarana dan prasarana yang sesuai untuk terjadinya pemijahan pada ikan lele yang telah matang gonad, proses pemijahan terjadi secara alami. Namun demikian pada ikan yang telah matang gonad tetapi tidak mau memijah, pemijahan bisa dilakukan dengan menyuntikkan hormone perangsang memijah (Vixs, 2013).
Pemijahan alami tidak menggunakan tambahan obat-obatan untuk merangsang pemijahan. Pemijahan alami masih banyak diterapkan oleh para pembudidaya lele saat ini. Mereka beranggapan bahwa hasil yang diperoleh dengan teknik buatan  belum tentu lebih baik dari teknik pemijahan alami. Cara pemijahan alami pun diyakini lebih baik daripada menggunakan teknik pemijahan buatan karena tidak terlalu memaksa indukan untuk mengeluarkan telurnya. Jika induk ini telah siap memijah maka setelah induk jantan dan betina disatukan, diharapkan akan terjadi pemijahan (Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, 2011).
Menurut Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (2011), langkah-langkah yang diperlukan dalam melakukan pemijahan alami antara lain:
1. Siapkan kolam pemijahan dengan membersihkannya terlebih dahulu. Setelah itu masukkan kakaban sebagai tempat menempelnya telur. Untuk kolam berukuran 2 m x 2 m x 1 m, dibutuhkan kakaban sebnayak 10-12 buah. Kakaban diletakkan di dasar dan diberikan pemberat berupa batu. Kakaban disusun berjajar memenuhi dan mengikuti panjang kolam agar tidak ada telur yang tidak menempel.
2. Isi kolam dengan air hingga ketinggian sekitar 40 cm.
3. Lakukan seleksi induk untuk mendapatkan induk yang siap memijah dan memiliki gonad yang berkualitas dan berpotensi menghasilkan banyak telur.
4. Setelah wadah terisi air, masukkan induk yang telah diseleksi ke dalamnya dengan perbandingan satu ekor jantan dan dua ekor betina. Biasanya, induk dipindahkan ke dalam wadah pemijahan pada sore hari sekitar pukul 15.00 – 17.00. Pemindahan dari kolam indukan ke kolam pemijahan dilakukan secara hati-hati dengan menggunakan seser atau serokan.
5. Biarkan induk dalam kolam selama satu malam. Secara umum, lele akan memijah pada malam hari sekitar pukul 22.00 – 02.00. Pada proses pemijahan, betina akan mengeluarkan telur dan dibuahi oleh sang jantan.
6. Lakukan pengecekan pada pagi harinya. Jika pemijahan berlangsung lancar, pada pukul empat pagi telur-telur akan memenuhi kakaban.
7. Pindahkan kakaban yang telah ditempeli telur secara hati-hati ke dalam kolam penetasan. Jika induk baru memijah pada pagi hari maka pemindahan kakaban dilakukan pada sore hari, sekitar pukul 14.00 – 16.00. Setelah itu, tinggal menunggu telur menetas.
8. Selanjutnya, pindahkan indukan yang telah memijah dari kolam pemijahan ke kolam pemeliharaan induk. Induk betina dapat dipijahkan kembali setelah tiga minggu sampai satu bulan masa istirahat. Sedangkan induk jantan memerlukan waktu 1-2 minggu masa istirahat.
Pemijahan ikan baik secara alami maupun semi buatan memerlukan bak sebagai wadah pemijahan. Menurut Prihatman (2000) penyiapan bak pemijahan untuk indukan ikan lele harus memiliki syarat:  
- Buat bak dari semen atau teraso dengan ukuran 1 x 1 m atau 1 x 2 m dan tinggi 0,6 m.
- Di dalam bak dilengkapi kotak dari kayu ukuran 25 x 40x30 cm tanpa dasar sebagai sarang pemijahan. Di bagian atas diberi lubang dan diberi tutup untuk melihat adanya telur dalam sarang. Bagian depan kotak/sarang pemijahan diberi enceng gondok supaya kotak menjadi gelap.
- Sarang pemijahan dapat dibuat pula dari tumpukan batu bata atau ember plastik atau barang bekas lain yang memungkinkan.
- Sarang bak pembenihan diberi ijuk dan kerikil untuk menempatkan telur hasil pemijahan.
- Sebelum bak digunakan, bersihkan/cuci dengan air dan bilas dengan formalin 40 % atau KMnO4 (dapat dibeli di apotik); kemudian bilas lagi dengan air bersih dan keringkan.

Pemijahan Semi Buatan
Pada dasarnya semua biota dewasa akan berusaha untuk berkembang biak. Jadi kalau manusia menyiapkan sarana dan prasarana yang sesuai untuk terjadinya pemijahan pada ikan lele yang telah matang gonad, proses pemijahan terjadi secara alami. Namun demikian pada ikan yang telah matang gonad tetapi tidak mau memijah, pemijahan bisa dilakukan dengan menyuntikkan hormone perangsang memijah (Vixs, 2013).
Kebutuhan benih lele yang sangat besar tidak mungkin dapat dicukupi hanya oleh induk-induk yang memijah secara alami. Penyuntikan hormon mutlak diperlukan. Hormon alamiah bisa disiapkan dari kelenjar hipofisa lele atau dari ikan mas. Hormon buatan/sintesis adalah hormon buatan pabrik. Beberapa jenis hormon sintesis tersebut misalnya Ovaprim, HCG, dan LHRH. Hormon Ovaprim relatif mudah diperoleh karena sudah dijual umum seperti di toko perikanan di beberapa kota besar. HCG sebenarnya merupakan hormon untuk manusia sehingga hanya dapat diperoleh bila disertai resep dokter, sedangkan LHRH tergolong agak sulit diperoleh (Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, 2011).
Hormon sintesis (buatan) kini dapat dibeli di toko-toko obat perikanan, yaitu hormon yang disebut Ovaprim. Ovaprim berbentuk cairan yang disimpan dalam ampul. Satu ampul berisi 10 ml. Dosis pemakaiannya 0,3-0,5 ml untuk lele yang beratnya 1 kg. induk lele seberat 0,5 kg berarti memerlukan hormon ovaprim 0,15-0,25 ml. Berikut ini merupakan cara penyuntikan hormone terhadap induk ikan lele:
1) Seorang membantu memegang ikan lele yang hendak disuntik ( ikan betina lebih dulu) dengan satu tangan lagi memegang pangkal ekor ikan. Letakan ikan tersebut sambil terus dipegang diatas meja yang sudah disiapkan dan diberi alas handuk/lap bersih.
2) Seorang lainnya menyuntikan hormon yang sudah disiapkan kedalam daging lele dibagian punggung. Sebanyak setengah dosis disebelah kiri sirip punggung dan stengah dosis lagi disebelah kanan.
3) Lakukan penyuntikan secara hati-hati. Setelah hormon didorong masuk, jarum dicabut, lalu bekas suntikan tersebut ditekan/ditutup dengan jari beberapa saat agar hormone tidak keluar.
4) Setelah disuntik, ikan jantan dan betina dimasukan kedalam kolam pemijahan yang sudah dipersiapkan sebelumnya
(Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, 2011)..

Pemijahan buatan
Alternatif lain pembuahan (fertilisasi) buatan yaitu dengan melakukan pengurutan (stripping). Setelah hormon disuntikan dan induk siap memijah, disaat yang tepat dilakukan pengurutan telur dan sperma untuk dicampurkan dalam suatu wadah agar terjadi pembuahan secara buatan didalam baskom. Cara pengurutan ini lebih canggih dan hasil benihnya lebih banyak karena segalanya lebih terkontrol. Namun, proses ini memerlukan teknisi pelaksana yang mempunyai keterampilan lebih baik (Hernowo dan Suryanto, 2010).
Menurut Bacthiar (2006) terdapat beberapa keuntungan cara pengurutan ini antara lain seperti:
a)  Jumlah telur yang dihasilkan dapat dihitung secara persis (lebih ilmiah)
b)  Jumlah telur yang dibuahi oleh sperma (derajat fertilisasi) lebih banyak.
c) Dapat dilakukan pengaturan waktu, misalnya waktu pengurutan, waktu mendapatkan burayak, dan pengaturan waktu lainnya. Telur dalam wadah yang dibuahi lalu diteteskan didalam hapa dengan diairi air bersih terus menerus sampai 2 minggu lamanya dengan diberi pakan zooplankton dan serbuk pakan yang mencukupi.
Setelah disuntik dengan hormon Ovaprim atau hormon dari hipofisa, induk jantan maupun induk betina dipisahkan, masing-masing diletakan di dalam hapa yang telah dipasang dikolam yang airnya jernih dan tenang. Sekitar 10 jam setelah disuntik, diperkirakan telur sudah dapat diurut. Namun, sebelumnya induk lele tersebut perlu diperiksa dahulu (sudah siap diurut atau belum). Cara memeriksanya antara lain:
1) Induk lele ditangkap menggunakan serok. Badannya dipegang dan kepalanya ditutupi dengan handuk basah, lalu perutnya diurut sedikit kearah dubur.
2) Apabila beberapa butir telur dapat keluar maka induk betina itu sudah siap untuk diurut. Pengurutan dilanjutkan untuk mengeluarkan seluruh telurnya. Dengan hati-hati tetapi cukup kuat, perut ikan diurut mulai dari sirip dada kearah dubur. Telur yang keluar ditampung dalam sebuah baskom yang bersih dan kering.
3) Apabila telur belum dapat keluar saat diurut maka induk lele tersebut dikembalikan kedalam hapa penampungan lagi. Selanjutnya, perlu diperiksa lagi setiap 10-15 menit, barang kali telur sudah siap dikeluarkan  (Hernowo dan Suryanto, 2010)..
Selain itu, menurut Amri dan Khairuman (2002) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses pengurutan telur seperti:
1) Kain yang digunakan untuk menutup kepala ikan pada waktu diurut harus halus dan bersih. Penggunaan kain ini dimaksudkan supaya lele tidak meronta waktu diurut.
2) Wadah atau baskom untuk menampung telur harus benar-benar kering dan bersih karena kotoran dapat mempengaruhi proses pembuahan.
Sperma lele tidak dapat dikeluarkan dengan cara pengurutan, melainkan harus dibedah, jadi induk jantan harus dimatikan. Berikut ini adalah cara mengeluarkan sperma menurut Mahyuddin (2008):
1) Induk jantan dibedah perutnya lalu seluruh kantong sperma diambil.
2) Kantung sperma dipotong dengan gunting yang bersih, kemudian dicampur dengan 100- 200 ml larutan garam fisiologis ( larutan NaCL 7%). Kantung sperma tersebut dijepit dengan pinset (atau dengan jari tangan yang bersih), lalu diremas-remas agar sel-sel sperma keluar kedalam larutan NaCl tersebut. Tidak ada ketentuan khusus tentang banyaknya larutan garam fisiologis yang digunakan untuk mencampur sperma. Namun, umumnya setengah gelas (100 ml) cukup untuk kantung sperma dari seekor lele jantan. Hal yang perlu diketahui bahwa manfaat larutan garam 7% adalah untuk mengencerkan sperma agar telur yang akan terbuahi semakin banyak dan untuk memperpanjang umur sperma setelah keluar dari kantung sperma. Jika didalam air tanpa garam NaCl, sperma lele hanya tahan hidup sekitar 3 menit, sedangkan didalam larutan garam tersebut, dapat hidup sampai 60 menit.
Setelah telur dan sperma berhasil dikeluarkan, segera dilakukan pembuahan buatan. Caranya adalah sebagai berikut :
1) Telur ditampung dalam baskom. Sperma didalam cawan tadi dituangkan kedalam telur lalu diaduk menggunakan bulu ayam yang sudah dicuci bersih dan dikeringkan sebelumnya.
2)   Campurkan telur dan sperma tersebut lalu diaduk selama 2-3 detik, lalu dituangi air bersih (air sumur atau air dari mata air) sebanyak 1-2 liter, penuangan air dilakukan secara perlahan-lahan sambil terus diaduk selama 2 menit. Menurut pengalaman, saat ini semua telur telah terbuahi oleh sperma.
3)  Telur dicuci atau dibilas dengan air bersih lebih banyak lagi agar sperma yang tersisa dapat terbuang karena sperma adalah protein yang mudah membusuk yang dapat berakibat buruk bagi telur.
4) Selanjutnya, telur yang telah terbuahi itu ditebarkan dalam suatu tempat penetasan yang berbentuk nampan dari kain kelambu atau dari kain jaring yang diapungkan didalam bak berisi air bersih dengan aliran air jernih perlahan-lahan.
5)   Telur akan menetas dalam waktu 36-40 jam pada suhu air 26-28oC. telur yang tidak terbuahi akan mati dan warnanya berubah menjadi putih dan akhirnya ditumbuhi jamur. Oleh karena itu, telur yang telah berwarna putih harus segera dibuang (Mahyuddin, 2008):.

2.3 Vaksinasi Penyakit Ikan
Vaksinasi benih ikan merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit yang efektif dan prospektif. Vaksin adalah suatu produk biologi yang terbuat dari mikroorganisme, komponen mikroorganisme yang telah dilemahkan, dimatikan atau direkayasa genetika dan berguna untuk merangsang kekebalan tubuh secara aktif. Cara-cara vaksinasi sebelum benih ditebarkan:
a.       Untuk mencegah penyakit karena bakteri, sebelum ditebarkan, lele yang berumur 2 minggu dimasukkan dulu ke dalam larutan formalin dengan dosis 200 ppm selama 10-15 menit. Setelah divaksinasi lele tersebut akan kebal selama 6 bulan.
b.      Pencegahan penyakit karena bakteri juga dapat dilakukan dengan menyutik dengan terramycin 1 cc untuk 1 kg induk.
c.       Pencegahan penyakit karena jamur dapat dilakukan dengan merendam lele dalam larutan Malachite Green Oxalate 2,5–3 ppm selama 30 menit (Kurnianti, 2013).


BAB III
METODE


3.1  Waktu dan Tempat
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) Universitas Sumatera Utara (USU) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Tahun Akademik 2013/2014 akan dilaksanakan selama 1 (satu) bulan yang dimulai tanggal 18 Juli 2013 sampai dengan 18 Agustus 2013 bertempat di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Kabupaten Sukabumi – Jawa Barat.

3.2  Metode Kegiatan
Metode kegiatan yang akan dilaksanakan adalah metode Praktek Kerja Lapangan (PKL) yaitu mengikuti kegiatan yang dilaksanakan pada instansi tersebut.

3.3  Materi Kegiatan
Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah Pembenihan Ikan Lele. Dengan beberapa kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu:
Persiapan Bak
·         Menyiapkan Bak Induk
·         Menyiapkan Bak Pemijahan
·         Mengetahui Ukuran Bak
·         Mengetahui Kedalaman Air
Seleksi Induk
·         Memilih Induk yang baik
·         Mengetahui ciri-ciri induk jantan dan betina yang siap memijah
Pemeliharaan Induk
·         Mengetahui frekuensi pemberian pakan
·         Mengetahui kedalaman air pada bak induk
Pemijahan
·         Mengetahui perbandingan induk jantan dan betina
·         Mengetahui ukuran bak yang digunakan
·         Mengetahui waktu pemasangan induk dan waktu pemijahan
Penetasan Telur
·         Mengetahui  cara penetasan telur
·         Mengetahui jangka waktu penetasan telur
Pemeliharaan Larva
·         Mengetahui waktu pemberian pakan
·         Mengetahui pentahapan ikan Lele berdasarkan umur dan jangka waktu pemeliharaan
Pemanenan
·         Mengetahui cara, waktu, dan alat yang digunakan untuk pemanenan.

3.4  Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) terdapat pada table 1.


Tabel 1.
Jadwal Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

No.

MATERI KEGIATAN
18 Juli s/d 18 Agustus 2013

KET.
Minggu ke-
1
2
3
4
1
Perkenalan dan Orientasi Lapangan

ü   



TENTATIF
2
Persiapan Sarana dan Prasarana

ü   




3
Seleksi Induk
ü   



4
Pemeliharaan Induk
ü   
ü   


5
Pemijahan

ü   


6
Perawatan dan Penetasan Telur


ü   


7
Pemeliharaan Larva dan Pendederan


ü   

ü   

8
Pemanenan



ü   
9
Perpisahan



ü   

Ket: Jadwal dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi lapangan.


DAFTAR PUSTAKA

Arhayu, M. I. 2013. Fertilisasi. Dikutip dari http://www.scribd.com. Diakses pada 4 Juli 2013.
Bachtiar, Y. 2006. Panduan Lengkap Budidaya Lele Dumbo. PT Agromedia Pustaka. Jakarta.
Chinabut, S., P. Chanratchakool and M. Primpol. Histopathological studies of infected walking catfish, Clarias macrocephalus Gunther. In:Proceedings of the Seminar on Fisheries (September 16-18, 1991). Department of Fisheries, Bangkok.
Dardiani dan I. R. Sary. 2010. Manajemen Pemeliharaan Induk. Diktat. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Hernowo dan S.R Suyanto. 2010. Pembenihan dan Pembesaran Lele. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kurnianti, N. 2013. Budidaya Ikan Lele Semi Intensif. Dikutip dari http://petunjukbudidaya.blogspot.com. Diakses pada 4 Juli 2013.
Mahyuddin, K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prihatman, K. 2000. Budidaya Ikan Lele. Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Jakarta.
Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. 2011. Budidaya Ikan Lele. Departemen Perikanan dan Kelautan, Jakarta.
Rahmatullah, J. 2010. Gonad. Dikutip dari http://www.scribd.com. Diakses pada 4 Juli 2013.
Restu, A.  2013. Cara Memilih Indukan.  Dikutip dari http://aldirestu01.blogspot.com. Diakses pada 4 Juli 2013.
Saputri, F. 2009. Tehnik Pembenihan Lele. Dikutip dari http://www.scribd.com. Diakses pada 4 Juli 2013.

Sudarto. 2004. Karakteristik Genetik Ikan Lele. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor.

Suyanto, SR. 1991. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta.
Vixs, D. 2013. Teknologi Pembenihan. Dikutip dari http://www.scribd.com. Diakses pada 4 Juli 2013.

Tidak ada komentar: