PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan panjang
pantai lebih dari 81.000 km, dimana 2/3 wilayah kedaulatannya berupa perairan
laut. Laut merupakan sumber kehidupan karena memiliki potensi kekayaan alam
hayati dan nir-hayati berlimpah. Sumber kekayaan alam tersebut, menurut amanat
Pasal 33 UUD-1945 harus dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat (Sutisna, 2007).
Laut beserta isinya
adalah suatu hal yang sangat vital untuk bangsa Indonesia. Total jurisdiksi
nasional Indonesia, diperkirakan seluas hampir 7,8 juta km2 yang
terdiri dari 1,9 juta km2 luas daratan, 2,8 juta km2 luas
perairan nusantara (archipelagic waters), 0,3 juta km2 luas
perairan territorial laut dan 2,7 juta km2 luas Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE). Luas perairan dan sumberdaya yang berada didalamnya dapat memberikan
implikasi positif bagi perekonomian Indonesia. Selain itu Indonesia juga
dikenal sebagai negera yang kaya akan kekayaan alam dan keanekaragaman hayati
yang tinggi, baik yang sumberdaya alam yang terbarukan (renewable resources)
maupun yang tidak dapat terbarukan (un-renewable resources) (Dirhamsyah, 2007).
Indonesia sebagai negara kepulauan terdiri 17.508
gugusan pulau mempunyai tiga perbatasan darat serta 10 perbatasan maritim
dengan negara tetangga. Dari 17.508 pulau terdapat 92 pulau kecil yang
berhadapan langsung dengan negara tetangga serta 12 pulau kecil diantaranya
ditetapkan sebagai pulau-pulau kecil yang menjadi prioritas untuk dilakukan
pengelolaan, karena mempunyai nilai yang sangat strategis dari sisi pertahanan
keamanan dan kekayaan sumber daya alam. 12 Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT)
terdiri dari, Pulau Rondo di NAD, Pulau Berhala di Sumatera Utara, Pulau Nipa
dan Sekatung di Kepulauan Riau, Pulau Marampit, Pulau Marore dan Pulau Miangas
di Sulawesi Utara, Pulau Fani, Pulau Fanildo dan Pulau Brass di Papua, serta
Pulau Dana dan Batek di Nusa Tenggara Timur. Perpres No. 78 Th 2005 merupakan
bentuk perhatian Pemerintah terhadap perlunya pengelolaan PPKT untuk menjaga
keutuhan kedaulatan NKRI. Pulau-pulau kecil tersebut mengemban misi politis
yang sangat penting bagi negara, dimana di kawasan tersebut terdapat Titik
Dasar (TD) dan Titik Referensi (TR) sebagai penentuan batas kedaulatan dan yuridiksi
perairan Indonesia. Disisi lain lokasi yang berada di perbatasan langsung
dengan Negara tetangga menjadikan kawasan tersebut sangat strategis dari aspek ideologi,
ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan (Dephan RI, 2010).
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang
Nomor 12 Tahun 2006, menyatakan bahwa Pulau Berhala Serdang Bedagai adalah
Pulau Berhala yang terletak di Kabupaten Serdang Bedagai Propinsi Sumatera
Utara 30 46’ 38” LU dan 990 30’ 03” BT. Pengembangan pariwisata dikawasan Pulau
Berhala Serdang Bedagai harus mengikuti kaidah -kaidah ekologis, khususnya
adalah bahwa tingkat pembangunan secara keseluruhan tidak boleh melebihi daya
dukung (carring capacity) suatu pulau, dampak negatif pembangunan
(cross–sectoral impacts) hendaknya ditekan seminimal mungkin sesuai dengan
kemampuan ekosistem pulau tersebut untuk menenggangnya. Selain itu, setiap
kegiatan pembangunan usaha produksi yang akan dikembangkan di Pulau Berhala
Serdang Bedagai seyogyanya memenuhi skala ekonomi yang optimal dan
menguntungkan serta sesuai dengan budaya lokal. Kegiatan pariwisata adalah
segala kegiatan bersifat santai dan menikmati segala elemen potensi alam tanpa
merusaknya. Kegiatan pariwisata yang dapat dilakukan di Pulau Berhala Serdang
Bedagai adalah Fishing (memancing), Snorkling, Kayaking, Diving (menyelam),
Hiking (mendaki) dan lain-lain.
Berdasarkan data serta informasi yang dipaparkan
diatas dan menyadari bahwa pembangunan pulau-pulau kecil harus dapat
menyeimbangkan tuntutan efisiensi ekonomi dan efektifitas pemanfaatan
sumberdaya sekaligus mengakomodir tantangan spesifik kondisi alam wilayah ini, maka
perlu dilakukan suatu penelitian yang menganalisis kesesuaian dan daya dukung
lingkungan pulau Berhala Sergai sebagai kawasan ekowisata bahari agar kelestarian
lingkungan tetap terjaga dan fungsi dasar ekosistem tetap pada kondisi yang
optimal serta fungsi pertahanan wilayah NKRI juga dapat dilakukan beriringan
dengan setiap aspek kegiatan kelingkungan yang dilakukan di kawasan pulau
Berhala Sergai.
Identifikasi Masalah
Dalam penelitian ini, penulis menganalisis
kesesuaian daya dukung lingkungan pulau Berhala Sergai sebagai kawasan
ekowisata bahari. Dalam hal ini, penulis memfokuskan nilai ambang batas aman
kegiatan wisata yang ada di pulau Berhala Sergai agar sesuai dengan daya dukung
lingkungan yang optimum. Penelitian dalam hal ini untuk mengetahui :
1.
Analisis
kesesuaian daya dukung lingkungan terhadap kegiatan ekowisata bahari pulau
Berhala Sergai.
2.
Kesesuaian
analisis dengan kondisi aktual pulau Berhala Sergai.
Rumusan Masalah
Untuk memfokuskan
penelitian, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana kondisi lingkungan pulau
Berhala Sergai?
2.
Berapa matriks kesesuaian area untuk kegiatan
ekowisata bahari pulau Berhala Sergai?
3.
Bagaimana analisis kesesuaian kegiatan
ekowisata bahari terhadap daya dukung lingkungan?
4.
Apakah kegiatan ekowisata bahari yang
dilakukan di pulau Berhala Sergai sesuai dengan daya dukung lingkungan?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisis kesesuaian dan daya dukung lingkungan terhadap
kegiatan ekowisata bahari yang dilakukan di pulau Berhala Sergai agar
kelestarian kawasan berkelanjutan.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Sebagai salah satu syarat kelulusan
untuk mengambil gelar sarjana Strata 1 (S1) Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2.
Sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan kebijakan pengelolaan ekowisata bahari di Pulau Berhala Sergai.
3.
Sebagai sumber informasi bagi pihak yang
membutuhkan.
Hipotesis
Adapun hipotesis
atau dugaan sementara dari penelitian ini adalah :
1.
Kawasan pulau Berhala Sergai dapat
dijadikan kawasan ekowisata bahari dengan konsep kelingkungan.
2.
Kegiatan ekowisata yang dilakukan di kawasan
pulau Berhala Sergai sudah melampaui daya dukung lingkungan sehingga harus
dibuat formulasi pengelolaan agar kelestarian lingkungan berkelanjutan.
3.
Pemangku kebijakan di daerah Kabupaten
Serdang Bedagai terutama pemerintah daerah dan dinas terkait sangat dibutuhkan
dalam membuat kebijakan pengelolaan pulau Berhala Sergai yang berkelanjutan.
TINJAUAN
PUSTAKA
Daya Dukung Lingkungan
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang
dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang
akan datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Secara harfiah, pembangunan
berkelanjutan mengacu pada upaya memelihara/mempertahankan kegiatan membangun (development)
secara terus menerus. Hal yang dapat menjamin terpeliharanya kegiatan membangun
adalah tersedianya sumberdaya secara berkelanjutan untuk melaksanakan
pembangunan. Jika dikaitkan dengan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya maka
konteksnya adalah upaya pemanfaatan sumberdaya untuk pembangunan (kesejahteraan
manusia), sedemikian rupa sehingga laju (tingkat) pemanfaatan tidak
melebihi daya dukung (carrying capacity) sumberdaya tersebut untuk
menyediakannya. Dengan kata lain keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya sangat
ditentukan oleh tingkat pemanfaatan sumberdaya tersebut yang tidak melebihi
daya dukungnya (carrying capacity) (Manafi, dkk., 2009).
Menurut UU No. 27 Tahun 2007, Daya Dukung Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kemampuan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Pulau-Pulau
Kecil merupakan pengertian yang terintegrasi satu dengan yang lainnya, baik
secara fisik, ekologis, sosial, budaya, maupun ekonomi dengan karakteristik
sebagai berikut :
a. Terpisah
dari pulau besar;
b. Sangat
rentan terhadap perubahan yang disebabkan alam dan/atau disebabkan manusia;
c. Memiliki
keterbatasan daya dukung pulau;
d. Apabila
berpenghuni, penduduknya mempunyai kondisi sosial dan budaya yang khas;
e. Ketergantungan
ekonomi lokal pada perkembangan ekonomi luar pulau, baik pulau induk maupun
kontinen.
Menurut Dahuri (2002) daya dukung disebut ultimate
constraint yang diperhadapkan pada biota dengan adanya keterbatasan
lingkungan seperti, ketersediaan makanan, ruang atau tempat berpijak, penyakit,
siklus predator, oksigen, temperatur, atau cahaya matahari.
Pulau kecil sebagai sumberdaya dengan berbagai
potensi ekonomi khususnya perikanan dan pariwisata memiliki ultimate constrain penting yaitu keterbatasan luas daratan, ketersediaan sumberdaya air tawar, dan rentan terhadap pengaruh lingkungan. Oleh karena itu
daya dukung pulau-pulau kecil (PPK) dapat ditentukan/ diperkirakan dengan cara
menganalisis: (1) potensi sumber air tawar; (2) ketersediaan
ruang untuk peruntukkan yang
sesuai khususnya perikanan dan
pariwisata; dan (3) kemampuan
ekosistem pulau untuk menyerap limbah
secara aman sebagai
residu kegiatan pembangunan (Manafi, dkk., 2009).
Pulau Berhala Sergai
Menurut UU No. 27 Tahun 2007, Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil memiliki keragaman potensi sumber daya alam yang
tinggi, dan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya,
lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa, oleh karena itu perlu dikelola
secara berkelanjutan dan berwawasaan global, dengan memperhatikan aspirasi dan
partisipasi masyarakat, dan tata nilai bangsa yang berdasarkan norma hukum
nasional.
Kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi sumberdaya alam dan
jasa lingkungan yang tinggi dan dapat dijadikan sebagai modal dasar pelaksanaan
pembangunan
Indonesia di mendatang. Kawasan ini menyediakan sumberdaya alam yang
produktif seperti terumbu karang, padang lamun (seagrass), hutan mangrove, perikanan dan kawasan konservasi. Pulau-pulau kecil juga memberikan jasa
lingkungan yang besar karena keindahan alam yang dimilikinya yang dapat
menggerakkan industri pariwisata bahari. Dilain pihak, pemanfaatan potensi pulau-pulau kecil belum optimal akibat perhatian dan kebijakan Pemerintah Pusat maupun Daerah selama ini yang lebih berorientasi
ke darat (Bappenas, 2008).
Pulau-pulau kecil didefinisikan berdasarkan dua kriteria
utama yaitu luasan pulau dan jumlah penduduk yang menghuninya. Definisi
pulau-pulau kecil yang dianut secara nasional sesuai dengan Kep. Menteri
Kelautan dan Perikanan No. 41/2000 Jo Kep. Menteri
Kelautan dan Perikanan No. 67/2002 adalah pulau yang berukuran kurang atau sama
dengan 10.000 km2 , dengan jumlah penduduk kurang
atau sama dengan 200.000 jiwa. Di samping kriteria utama tersebut, beberapa
karakteristik pulau-pulau kecil adalah secara ekologis terpisah dari pulau
induknya (mainland island), memiliki
batas fisik yang jelas dan terpencil dari habitat pulau induk, sehingga
bersifat insular; mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman
yang tipikal dan bernilai tinggi; tidak mampu mempengaruhi hidroklimat;
memiliki daerah tangkapan air (catchment
area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan
sedimen masuk ke laut serta dari segi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
pulau-pulau kecil bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya.
Dari sudut pertahanan dan keamanan, pulau-pulau kecil
terutama di perbatasan memiliki arti penting sebagai pintu gerbang keluar
masuknya aliran orang dan barang misalnya di Sabang, Sebatik dan Batam yang
juga rawan terhadap penyelundupan barang-barang ilegal, narkotika, senjata, dan
obat-obatan terlarang. Sebanyak 92 buah pulau kecil terletak di perbatasan
dengan negara lain yang berarti bahwa pulau-pulau kecil tersebut memiliki arti
penting sebagai garda depan dalam menjaga dan melindungi keutuhan NKRI (Bappenas, 2008).
Pulau Berhala merupakan salah satu pulau terluar yang
berbatasan langsung dengan Negara tetangga Malaysia merupakan bagian wilayah
desa Bagan Kuala Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi
Sumatera Utara, dengan menggunakan perahu nelayan dari Pelabuhan Bagan Kuala,
pulau berhala dapat ditempuh dengan waktu tempuh ± 4 jam. Pulau Berhala tidak
berpenduduk hanya petugas dari marinir dan petugas Dirjen Perhubungan laut saja
yang mendiami pulau tersebut (Kemensos, 2009).
Berjarak sekitar 54 km dari kota Medan, bisa ditempuh 6 jam
dengan perahu motor. Berada di Selat Malaka yang berbatasan dengan Malaysia,
perairan berkedalaman antara 1-9 meter, kecepatan arus dengan gerakan air
bergelombang sekitar 2-4 knot di malam hari. Pulau dengan luas ± 14,6 ha sangat
sepi, karena hanya dihuni 5 penjaga menara suar dan 10 prajurit TNI-AL, tidak
ada penghuni tetap. Pulau Berhala hanya dihuni biawak, ular, kadal, burung
laut, penyu. Hutan-hutan lahan basah menyediakan sumber air tawar yang berharga
bagi pengabdi tanah air tersebut dan biota di sana. Sebagai laboratorium alam,
Pulau Berhala juga memiliki hutan lahan kering dan hutan lahan terbuka
(Iskandar, 2008).
Kawasan
Ekowisata Bahari
Menurut
UU No. 27 Tahun 2007, kawasan adalah bagian Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan
kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan
keberadaannya.
Secara ekologis, ekosistem pesisir
dan laut pulau-pulau kecil berfungsi sebagai pengatur iklim global, siklus
hidrologi dan bio-geokimia, penyerap limbah, sumber plasma nutfah, sumber energi
alternatif, dan sistem penunjang kehidupan lainnya. Hal ini terkait erat dengan
potensi/karakteristik penting pulau-pulau kecil, yang merupakan habitat dan
ekosistem (terumbu karang, lamun, mangrove) yang menyediakan barang (ikan,
minyak, mineral logam) dan jasa lingkungan (penahan ombak, wisata bahari) bagi
masyarakat (Bappenas, 2008).
Menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup, ekowisata adalah
wisata perjalanan ke alam terbuka yang relatif alami dengan tujuan mempelajari,
mengagumi, dan menikmati pemandangan tumbuhan maupun satwa liar lainnya
(termasuk ekosistem, keadaan iklim, fenomena alam, kekhasan jenis tumbuhan, dan
satwa liar). Selain itu, juga mempelajari dan mengagumi semua manifestasi
kebudayaan dari masa lampau maupun masa kini di tempat-tempat tersebut dengan
tujuan melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Dengan demikian, ekowisata didasari tiga prinsip yaitu bertanggung jawab
terhadap lingkungan dan budaya, mendukung konservasi alam, dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat.
Menurut UU No. 5 Tahun 1995, ekowisata merupakan suatu
bentuk wisata yang erat dengan prinsip konservasi bahkan dalam strategi
pengembangannya menggunakan strategi konservasi. Dengan demikian penerapan
ekowisata sangat tepat dan berdaya guna dalam mempertahankan keutuhan dan
keaslian ekosistem di areal yang masih alami.
METODE
PENELITIAN
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode survey (survey method),
analisis daya dukung (carrying capacity
analysis), dan wawancara mendalam (indepth
interview).
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di kawasan pulau Berhala yang
terletak di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara dengan titik
koordinat 30 46’ 38” LU dan 990 30’ 03” BT. Penelitian
dilakukan selama empat bulan mulai bulan Februari sampai Mei 2014. Kegiatan
lapangan untuk pengambilan data sekunder
akan
dilakukan di sejumlah instansi terkait, dan data primer di kawasan pulau
Berhala Sergai.
Survei dan Analisis
Data
Identifikasi kebutuhan data dan informasi untuk
penyusunan suatu model perencanaan merupakan fase yang penting dan menentukan
terhadap efektifitas penentuan kawasan yang hendak dirumuskan. Assessment
kebutuhan data pada tahap preliminary seperti saat ini menunjukkan bahwa data
dan informasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kegiatan ini akan berkisar pada
tiga aspek pokok yakni: aspek sumberdaya alam, aspek sosial-ekonomi, dan aspek
kelembagaan. Selanjutnya, desain akuisisi dan analisis data sangat ditentukan
oleh situasi dan lokasi tempat data dan informasi akan diperoleh/digali.
a. Aspek
sumberdaya alam
Kebutuhan data menyangkut aspek ini meliputi kondisi
lingkungan, pemanfaatan/tata ruang, integritas ekosistem, kualitas sumberdaya
dan tingkat pemanfaatannya.
b. Aspek
sosial-ekonomi
Kebutuhan data menyangkut aspek ini meliputi
aspek-aspek sosial, demografis, budaya, dan aktifitas ekonomi.
c. Aspek
kelembagaan
Kebutuhan data menyangkut aspek ini meliputi aspek
institusi, administrasi, legal, dan kebijakan pemerintah daerah.
Proses pelaksanaan kegiatan ini akan merujuk pada
kaidah penelitian ilmiah yang sistematis dan sahih. Proses pengumpulan data
untuk mendukung kegiatan analisis dan pemahaman isu-isu pengembangan kawasan
wisata bahari di pesisir dan pulau-pulau kecil akan mengaplikasikan sejumlah
metoda penelitian yang relevan. Secara garis besar ada lima metode yang akan
diaplikasikan disamping kemungkinan menggunakan metode lain sesuai konsideran
yang berkembang di lapangan kelak. Kelima metode ini adalah metode survei (survey method), analisis kesesuaian (suitability analysis) dan daya dukung (carrying capacity analysis), wawancara
mendalam (indepth interview),
pemetaan kawasan wisata bahari secara spasial.
1. Metode
Survei (Survey Method) dan Analisis
Kesesuaian (Suitability Analysis)
Metode survei yang dilakukan dalam penelitian ini
mengacu pada parameter kesesuaian wisata bahari untuk wisata selam dan
snorkling (Yulianda, 2007), kesesuaian lahan untuk rekreasi pantai (Yulianda,
2007), kesesuaian lahan untuk mancing di laut (Yulianda, 2007).
2. Analisis
Daya Dukung (Carrying Capacity Analysis)
Perhitungan daya dukung lokasi wisata bahari,
seperti: penyelaman, snorkling, rekreasi pantai, dan memancing menggunakan
pendekatan standar kenyamanan individu dalam melakukan suatu aktifitas
rekreasi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui daya dukung
kawasan adalah dengan mengacu pada analisis daya dukung yang di formulasi
Yulianda (2007).
3. Wawancara
mendalam (Indepth Interview)
Wawancara mendalam dimaksudkan untuk mendapatkan
informasi yang lebih rinci dan mendalam dengan mengkombinasikan antara
informasi yang telah diperoleh dari survei lapangan, terutama yang berkaitan
dengan kondisi sosial
ekonomi
masyarakat di sekitar daerah tujuan wisata, asal pengunjung, pekerjaan
pengunjung,
pendapatan masyarakat di sekitar kawasan dari wisata bahari, pengelolaan
kawasan, pemilik kawasan, tingkat partisipasi masyarakat, kebijakan
pemerintah
daerah, dan sebagainya.
4. Pemetaan
Spasial
Data dan informasi yang didapatkan dari survey
lapangan yang sudah dianalisis kemudian dipetakan secara spasial dengan
menggunakan Arc View. Pemetaan secara spasial ini akan menunjukkan
lokasi-lokasi wisata bahari yang potensil dikembangkan untuk kegiatan wisata
penyelaman, snorkling, rekreasi pantai, maupun pemancingan.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah alat snorkeling yang digunakan untuk kegiatan
pengamatan terumbu karang, GPS yang digunakan untuk menentukan titik koordinat
lokasi penelitian, refraktometer yang digunakan untuk mengukur kadar salinitas,
thermometer yang digunakan untuk mengukur suhu, PC yang digunakan untuk
mengolah data, alat tulis yang digunakan untuk mencatat data lapangan, kamera
digital yang digunakan untuk mengambil gambar lokasi penelitian, alat modifikasi
pengukur arus yang digunakan untuk mengukur kecepatan arus dan pola angin,
secchi disk yang digunakan untuk mengukur kedalaman penetrasi cahaya matahari,
dan papan modifikasi pasang surut yang digunakan untuk mengukur ketinggian dan
pola pasang surut.
Bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah H2SO4, amilum, Na2SO4
dan indeks kesesuaian wisata.
Pelaksaan Kegiatan
Kronologi pelaksanaan dan aktivitas dalam Penelitian
Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Lingkungan Pulau Berhala Sergai Sebagai
Kawasan Ekowisata Bahari ini secara garis besar akan berlangsung dalam tahapan
sebagai berikut:
1. Studi
Pendahuluan
·
Identifikasi parameter studi
·
Pengumpulan data sekunder
·
Identifikasi stakeholder
·
Persiapan kuesioner, dan instrumentasi
lapangan
2. Pengumpulan
Data Lapangan
·
Observasi lapangan
·
Survei Lapangan
·
Wawancara mendalam
3. Pengolahan
dan analisis data
·
Kompilas data/informasi
·
Pengolahan data kualitatif dan
kuantitatif
·
Pemetaan data spasial
4. Penulisan
Laporan
·
Draft laporan
·
Seminar
·
Konsultasi teknis
·
Revisi draft laporan
·
Penyerahan laporan lengkap
DAFTAR PUSTAKA
Dahuri, R. 2002.
Pendekatan Ekonomi-Ekologis Pembangunan
Pulau-Pulau Kecil Berkelanjutan. Prosiding Seminar dan Lokakarya
Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia. Dit. Pengelolaan Sumberdaya Lahan
dan Kawasan, TPSA BPPT, CMRM USAID. Jakarta.
Direktorat
Jenderal Strategi Pertahanan Kemhan, Direktorat Wilayah Pertahanan, Departemen
Pertahanan RI. 2010. Optimalisasi
Pengelolaan 12 Pulau-Pulau Kecil Terluar Yang Berbatasan Dengan Negara Tetangga
Guna Memperkuat Batas Maritim NKRI.
Dirhamsyah.
2007. Penegakan Hukum Laut Indonesia.
Oseana, Volume XXXII, Nomor 1: 1-13. LIPI. Jakarta.
Iskandar, I.
2008. Ekspedisi 92 Pulau-Pulau Kecil
Terluar Nusantara: Data Dan Informasi Awal Potensi Sumberdaya Di 40 Pulau Kecil
Terluar Indonesia Wilayah Barat. Wanadri. Aceh.
Manafi, M. R.,
A. Fahrudin, D. G. Bengen, dan M. Boer. 2009. Aplikasi Konsep Daya Dukung Untuk Pembangunan Berkelanjutan Di Pulau
Kecil (Studi Kasus Gugus Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi). Jurnal
Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Jilid 16 Nomor 1: 63-71. Sulawesi
Tenggara.
Peraturan Daerah
Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 12 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Pulau Berhala
Serdang Bedagai Sebagai Kawasan Eco Marine Tourism (Wisata Bahari Berwawasan
Lingkungan).
Sutisna, S.
2007. Kemungkinan Luas Laut Sebagai
Bagian Dari Luas Wilayah Dalam Perhitungan DAU. Kepala Pusat Pemetaan Batas
Wilayah. Badan Koordinasi Survei Dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL).
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar