I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Ikan lele merupakan satu diantara beberapa jenis ikan air tawar yang sudah
dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau
Jawa. Pengembangan usaha budidaya ikan ini semakin
meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985.
Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat,
jumlah telur lebih banyak dan lebih tahan penyakit. Namun demikian perkembangan
budidaya yang pesat tanpa didukung pengelolaan induk yang baik menyebabkan lele
dumbo mengalami penurunan kualitas. Hal ini karena adanya perkawinan sekerabat
(inbreeding), seleksi induk yang salah atas penggunaan induk yang
berkualitas rendah.
Penurunan
kualitas ini dapat diamati dari karakter umum pertama matang gonad, derajat
penetasan telur, pertumbuhan harian, daya tahan terhadap penyakit dan nilai Feeding
Conversation Rate (FCR).
Sebagai upaya perbaikan mutu ikan lele dumbo, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi telah berhasil melakukan rekayasa genetik untuk manghasilkan
lele dumbo strain baru yang diberi nama lele ”Sangkuriang”.
Perekayasaan
ini meliputi produksi induk melalui silang-balik (tahun 2000), uji keturunan
benih dari induk hasil silang-balik (tahun 2001), dan aplikasi produksi induk
silang-balik (tahun 2002-2004). Hasil perekayansaan ini (lele sangkuriang)
memiliki karakteristik reproduksi dan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan
dengan lele dumbo yang saat ini beredar di masyarakat.
Budidaya lele
sangkuriang (Clarias sp) mulai berkembang sejak tahun 2004, setelah
dirilis oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, dengan Nomor Kepmen KP
26/Men/2004. Teknik budidaya lele sangkuriang tidak berbeda dengan lele dumbo,
mulai dari pembenihan sampai pembesaran.
1.2 Tujuan
Praktik Kerja Lapangan
Praktik Kerja
Lapangan (PKL) ini bertujuan untuk mengetahui teknik pemijahan pada ikan lele
sangkuriang (Clarias sp.) yang
meliputi persiapan kolam, seleksi induk, pemeliharaan induk, pemijahan,
penetasan telur dan pemeliharaan larva.
1.3 Manfaat
Praktik Kerja Lapangan
Manfaat dari praktik kerja lapangan ini adalah untuk menerapkan
dan membandingkan ilmu atau teori yang telah didapat dengan keadaan langsung di
lapangan serta mendapatkan pengalaman kerja yang sesungguhnya.
II.
KEADAAN UMUM LOKASI
2.1 Sejarah Umum
Balai
Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) sukabumi pada awal nya merupakan
sekoalah perkebunan ( Cultur Landbouw
School ) yang didirikan pada tahun 1920. Pada saat pemerintahan jepang
tahun 1943-1945, BBAT sukabumi dikenal dengan nama Noogakko yang berarti sekolah pertanian. Setelah indonesia merdeka
dan pemerintahan di pengang oleh bangsa indonesia yaitu sekitar tahun 1945-1954
BBAT Sukabumi berubah nama menjadi Sekolah Pertanian Menengah, tahun 1954 –
1968 berubah menjadi pusat latihan perikana. Pada tahun 1968, di ubah lagi
menjadi pangkalan pengembangan pola ketrampilan budidaya air tawar ( PPPKBAT).
Pada tahun 1978 namanya diubah menjadi balai buidaya air tawar ( BBAT )
sukabumi. Pada tahun 2006 sampai sekarang, nama nya menjadi balai besar
pengembangan budidaya air tawar (BBPBAT) sukabumi.
2.2
Keadaan Umum
BBPBAT
sukabumi berada di daerah basah yang beriklim hujan tropis dengan rata –rata
curah hujan tahunan sebesar 2.500-3.000 ml dan suhu udara sekitar 20-27 °C.
Ketinggian nya mencapai 700 meter diatas permukaan laut. Secara umum, lahan
kompleks BBPBAT sukabumi memiliki topografi yang relatif landai dengan
kemiringan 0-5 % ke arah selatan. Lahan yang mempunyai kemiringan 2-5 % di
manfaat kan untuk perkolaman dan fasilitas budidaya lain nya. Kemiringan lahan
di kompleks BBPBAT sukabumi berkisar antara 0-25°.
Luas
seluruh areal BBPBAT sukaabumi mencapai 26,5 ha, yang terdiri atas 10 ha areal
perkolaman, 3 ha areal persawahan dan 13 ha lain nya di pergunakan untuk
perkantoran dan perumahan karyawan serta sarana penunjang lain nya.
2.3
Fungsi BBPBAT Sukabumi
BBPBAT
sukabumi Merupakan Unit Pelaksana Teknis Departemen Kelautan dan Perikanan di
bidang budidaya air tawar yang berada dan bertanggung jawab kepada Direktur Jendral Perikanan Budidaya.
Berdasarkan SK Menteri Kelautan Dan
Perikanan Nomor Per.06/MEN/2006 12 januari 2006, BBPBAT sukabumi mempunyai
tugas pokok yaitu melaksanakan pengembangan dan penerapan teknik pembenihan,
pembudidayaan, pengelolaan kesehatan ikan dan pelestarian perlindungan budidaya
air tawar. Fungsi dari BBPBAT sukabumi adalah sebagai berikut:
1.
Pengujiaan standar
pembenihan dan pembudidayaan ikan air tawar
2.
Pengujian alat, mesin
dan teknik perbenihan serta pembudidayaan ikan air tawar.
3.
Pelaksanaan bimbingan
penerapan standar perbenihan dan pembudidayaan ikan air tawar.
4.
Pelaksanaan sertifikasi
mutu dari personil perbenihan dan pembudidayaan ikan air tawar.
5.
Pelaksanaan produksi
dan pengelolaan induk.
6.
Pengawasan perbenihan,
pembudidayaan ikan serta pengendalian hama dan penyakit.
7.
Pengembangan teknik dan
pengujian standar pengendalian lingkungan dan sumber daya induk dan benih ikan
air tawar.
8.
Pengelolaan sistem
jaringan laboratorium penguji dan pengawasan perbenihan dan pembudidayaan ikan
air tawar.
9.
Pengembangan dan
pengelolaan sistem informasi dan publikasi pembudidaya ikan air tawar.
10.
Pengelolaan
keanekaragaman hayati
11.
Pelaksanaan urusan tata
usaha dan rumah tangga.
2.4 Struktur Organisasi.
Susunan organisasi dan tata kerja
BBPBAT sukabumi ditetap kan surat keputusan menteri kelautan dan perikanan
No.KP.26 E/MEN/2001. Susunan organisasi tersebut terdiri dari atas kepala balai
yang membawahi bagian tata usaha, dan dua terknis dan dua kelompok jabatan
fungsional. Seksi teknis pertama adalah standarisasi dan informasi, seksi
teknis kedua adalah seksi pelayanan teknis. ( Gambar 1.). kelompok jabatan
fungsional terdiri atas kelompok kerja ikan kultur, kelompok kerja ikan
domestikasi dan introduksi, kelompok kerja laboratorium dan kelompok kerja
pustakawan ( Direktur Jendral Perikanan Budidaya, 2004 ).
Gambar 1. Skema Struktur Organisasi BBPBAT Sukabumi
Susunan organisasi
BBPBAT terdiri dari atas :
1.
Kepala
Balai
Dalam melaksanakan tugasnya, kepala
balai wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik
lingkungan masing-masing maupun antar unit kerja dilingkungan departemen
perikanan dan kelautan, serta instansi lain sesuai dengan bidangnya. Bertanggung
jawab atas prestasi dan tugas-tugas
BBPBAT sukabumi yang telah ditetapkan. Memberikan laporan evaluasi pelaksanaan
kerja BBPBAT sukabumi secara menyeluruh kepada atasannya dalam hal ini Direktur
Jendral Perikanan Budidaya Departemen Kelautan Dan Perikanan.
2.
Bagian
Tata Usaha
Bagian tata usaha mempunyai tugas
melaksanakan urusan tata usaha balai. Bagian tata usaha tersebut melaksanakan
urusan kepegawaian, surat, menyurat, rumah tangga, dan perlengkapan serta
melaksanakan urusan keuangan. Bagian tata usaha membawai sub bagian keuangan
dan sub bagian umum. Sub bagian keuangan melakukan pengolahan urusan
adminitrasi keuangan dan barang kekayaan milik negara serta penyusunan evaluasi
dan pelaporan BBPBAT sukabumi. Sub bagian
umum melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana, program dan angaran serta
pengolahan adminitrasi kepegawaian jabatan fungsional serta pelaksanaan urusan
persuratan dan rumah tangga di lingkungan BBPBAT Sukabumi.
3.
Seksi
Pelayanan Teknis
Tugas dan wewenang dari seksi
pelayanan teknis adalah pengelolahan adminitrasi, desiminasi, pemasaran dan
distribusi, pengembangan sistem usaha, pelayanan masyarakat, pemeliharaan
kerja, menjaga kebersihan dan ketertiban ruang/lingkungan kerja.
4.
Seksi
Standardisasi dan Informasi
Seksi standardisasi dan informasi
melaksanakan penyiapan dan standar teknik, alat dan mesin perbenihan,
pembudidayaan, pengendalian hama dan penyakit ikan air tawar, pengendalian
lingkungan dan sumber daya induk dan benih ikan air tawar serta pengelolaan
jaringan informasi dan perpustakaan.
5.
Kelompok
Jabatan Fungsional
Kelompok jabatan
fungsional menyelengarakan kegiatan perekayasaan, pengujian, penerapan dan
bimbingan pelayanan standar teknik, alat dan mesin serta sertifikasi perbenihan
dan pembudidayaan, pengendaliaan hama dan penyakit ikan. Pengawasan benih dan
pembudidayaan, penyululuhan kegiatan lain nya yang sesuai dengan tugas masing –
masing jabatan fungsional berdasarkan peraturan perundang- undangan yang
berlaku.
2.5
Sarana
Dan Prasarana
Untuk mendukung kegiatan secara keseluruhan,
balai dilengkapi dengan berbagai sarana
prasarana yang di miliki BBPBAT sampai tahun 2013 meliputi :
1.
Hatchery
Tempat kegiatan
pemijahan dan pemeliharaan larva yang dimiliki BBPBAT berupa:
a. Hatchety
Nila
b. Hatchery
udang galah
c. Hatchery
kodok lembu
d. Hatchery
patin,lele dan gurami
e. Hatchery
ikan hias dan grasscape
f. Hatchery
baung, jelawat, mola
dan mas
g. Hatchery
pusat pembenihan nila
2.
Perkolaman
Kegiatan produksi benih,
pendederan, pembesaran, dan pemeliharaan induk serta penerapan teknik budidaya
air tawar dan perekayasa dilakukan di 169 kolam dengan luas total 111,489 M2
berada di Jl. Selabintana 37 Cukabumi
dan 3 stasiun lapangan di Cisaat,
Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi dan Cirata, Kabupaten Cianjur.
3.
Stasiun
Lapangan
Untuk mendukung pelaksanaan
tugas dan fungsi yang dibebankan, BBPBAT memiliki 3 stasiun lapangan yaitu:
a. Kolam
air deras di Cisaat,
Kabupaten Sukabumi. Terdiri dari
28 petak dengan luas area 22 m2.
b. Keramba
jaring apung di waduk Cirata,
Kabupaten Cianjur terdiri dari 32
petak (8 unit).
c. Pembenihan
udang galah di Cisolok,
Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi.
4.
Laboratorium
Laboratorium untuk kegiatan analisis penyakit dan tindak
pengobatannya, kegiatan analisis
parameter kualitas air serta kegiatan kultur pakan alami, pembuatan pakan
buatan dan analisa proximat di BBPBAT terdiri dari:
a. Laboratorium
kesehatan ikan
b. Laboratorium
kualitas air
c. Laboratorium
pakan
d. Laboratorium
nutrisi dan pembuatan pakan
5.
Jaringan
listrik
Sumberdaya listrik berasal dari
jaringan PLN distribusi jawa barat dengan daya terpasang sebesar 99.000 VA
untuk semua lokasi BBPBAT menyiapkan generator listrik dengan daya 80 KVA (1
unit) di sukabumi dan SUPUG pelabuhan ratu sebesar 12 KVA (2 unit).
6.
Kendaraan
Untuk mendukung kegiatan, BBPBAT
sukabumi memiliki 4 unit kendaraan roda tiga, roda empat sebanyak 6 unit, dan 1
unit truk.
7.
Gedung
Utama dan Sarana lain nya.
Fasilitas gedung yang dimiliki
BBPBAT diantaranya gedung utama sebagai ruang perkantoran (2.467m2),
perpustakaan (200 m2), ruangan pertemuan (519 m2), selain
itu juga dilengkapi dengan sarana lainnya berupa rumah jaga (47 unit), wisma
tamu (25 unit), saran ibadah, fasilitas olah raga dan toko koprasi mina karya.
8.
Sumber
Air
Sumber air di BBPBAT sukabumi di
peroleh dari dua sungai yaitu sungai panjalu dan sungai cisarusa yang kedua nya
berasal dari gunung gede, dengan debit air kurang dari 25 L/t untuk mengairi
kolam. Sumber air yang di gunakan untuk mengisi hatchery berasal dari sumur
yang di buat dekat dengan hatchery lalu di salur kan ke bak pengendapan. Air
yang berada di bak penampungan, di pompa dengan menggunakan pompa isap untuk
dialir kan sesuai kebutuhan ketika mengisi aquarium serta keperluan lainnya.
Pompa yang terdapat di hatcry yaitu jenis pompa isap dengan merk panasonic
model GP-129JX.
Sistem aerasi digunakan untuk
memasok oksigen dalam air pada wadah- wadah pemeliharaan, baik bak pemeliharaan
maupun akuarium sehingga pada saat pemeliharaan, keberadaan oksigen terlarut
dalam air dapat tercukupi. Alat yang di gunakan untuk menyalurkan udara dari
sistem aerasi Hi-blow adalah pipa PVC
yang berdiameter ½ inci, lalu di hubungkan dengan selang- selang aerasi dan
langsung kewadah pemeliharaan yang dilengkapi stopkran untuk pengaturan debit
udara dan pada ujung selang tersebut terpasang batu aerasi.
2.6 Tenaga Kerja
BBPBAT Sukabumi memiliki tenaga
kerja yang beragam berdasarkan tingkat pendidikan, mulai dari pendidikan
sekolah dasar (SD) sampai dengan tingkat stara 2 (S-2). Tenaga kerja tersebut
bekerja sesuai dengan jabatan dan keahlian yang dimiliki. Data mengenai tingkat pendidikan dapat dilihat pada
Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja BBPBAT Sukabumi
NO
|
PROFESI
|
PENDIDIKAN
|
Jumlah
|
||||||
S-2
|
S-1/D4
|
D-3
|
SLTA
|
SLTP
|
SD
|
||||
1.
|
STRUKTURAL
|
||||||||
Kepala Balai
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
||
Tata Usaha
|
1
|
2
|
4
|
20
|
2
|
1
|
30
|
||
Pelayanan
Teknik
|
-
|
2
|
3
|
10
|
4
|
-
|
19
|
||
Standardisasi & Informasi
|
-
|
4
|
-
|
1
|
-
|
5
|
|||
2.
|
FUNGSIONAL
|
||||||||
Perekayasa
|
14
|
12
|
-
|
-
|
-
|
26
|
|||
Litkayasa
|
-
|
6
|
5
|
17
|
-
|
-
|
28
|
||
Pengawas dan PHPI
|
-
|
13
|
3
|
5
|
-
|
-
|
21
|
||
Pustakawan
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
1
|
||
Pranata Humas
|
-
|
-
|
1
|
1
|
-
|
-
|
2
|
||
3.
|
Tenaga DPK
|
1
|
1
|
2
|
|||||
4.
|
Tenaga kontrak
|
3
|
1
|
13
|
3
|
3
|
23
|
||
JUMLAH TOTAL
|
16
|
43
|
17
|
69
|
9
|
4
|
158
|
||
III.
METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN
3.1 Waktu dan
Tempat
Praktik kerja
lapangan ini dilaksanakan selama 1 (satu) bulan mulai pada tanggal 18 Juli 2013 s/d 18
Agustus 2013, pelaksaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini bertempat di Balai
Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat.
3.2 Alat dan
Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan
selama praktik kerja lapangan antara lain:
a. Bak
induk terbuat dari beton dan berukuran (10 x 2 x 1,5) meter sebanyak 2 buah.
b. Bak
pemberokan berupa bak fiber dengan volume 1,5 ton sebanyak 2 buah.
c. Bak
penetasan berupa bak fiber dengan ukuran (4 x 2 x 0,5) meter sebanyak 2 buah.
d. Hapa
dengan ukuran (2 x 1 x 0,5) meter sebanyak 8 buah.
e. Bak
pendederan dari kolam terpal (6 x 4 x 1) meter.
f. Alat
suntik.
g. Timbangan
digital.
h. Seser
induk.
i.
Hi-blow.
j.
Penggaris.
k. Baskom/ember.
l.
Becker glass.
m. Gunting.
n. Tissue/serbet.
2. Bahan
Bahan yang digunakan selama praktik
kerja lapangan antara lain:
a.
Induk lele sangkuriang
b.
Pakan induk (pelet tenggelam)
c.
Pakan benih (cacing rambut dan kutu
air)
d.
Hormon perangsang (ovaprim)
e.
NaCl
f.
Obat-obatan (antibiotik)
3.3 Metode Kerja
Metode kerja yang
dilakukan dalam kegiatan PKL yaitu :
1. Metode survai
Metode
survai dilakukan melalui pengamatan dan kegiatan langsung di lapangan serta
mewawancarai pembimbing dan pelaksana teknis di lapangan diluar jam kerja atau pada waktu
senggang baik dengan teknisi atau karyawan yang dianggap berkompeten
2.
Metode
praktik
Metode kerja
dilakukan dengan cara mengikuti langsung tahap kegiatan dalam teknik pemijahan
mulai dari pengelolahan induk, seleksi induk yang
siap pijah dan pematangan gonad. Pengamatan ini dilakukan
dengan cara berpartisipasi aktif dengan mengikuti setiap kegiatan kerja
dilapangan. Adapun tahap-tahap kegiatan dalam pemijahan ikan lele adalah
sebagai berikut: tahap persiapan, tahap
pemijahan, proses panen larva.
3.
Analisis data
Data yang di ambil adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara mengamati dan mengikuti
secara langsung kegiatan yang sedang berlangsung. Sedangkan data sekunder
diambil dengan cara mengumpulkan literatur-literatur yang ada di perpustakaan
dan instalasi lainnya.
3.4 Prosedur Kerja
1.
Menyiapkan alat, bahan dan wadah
Alat dan
bahan yang digunakan dikumpul dalam suatu tempat dan ditata rapi sesuai dengan
pemakaiannya. Untuk
persiapan kolam pemeliharaan induk pekerjaan pertama yaitu, pengeringan dan
pembersihan beton dengan cara membuka saluran outlet. Setelah dibersihkan kolam
diisi air dengan ketinggian1 meter.
Untuk bak pemberokan pekerjaan
pertama yang akan dilakukan adalah bak dikeringkan dengan saluran outlet yang
terletak ditengah-tengah bak. Kemudian bak dibersihkan menggunakan busa dan
dibilas sampai bersih. Setelah bersih bak diisi dengan air dengan ketinggian
air 30 cm dan dibiarkan selama satu hari. Untuk bak
penetasan telur dan pemeliharaan larva yang harus dilakukan adalah dengan
mengeringkan air dalam bak kemudian bak dikeringkan disikat menggunakan dan
dibilas sampai bersih. Setelah bersih bak diisi dengan air setinggi 50 cm.
kemudian bak penetasan telur dipasang hapa dan besi behel sebagai pemberat, setelah
itu dilakukan pemasangan aerasi diseluruh bak penetasan. Untuk persiapan kolam pendederandilakukan 1 minggu sebelum penebaran. Pada
kolam pendederan yang harus dilakukan adalah membuka saluran outlet pada kolam
terpal sampai airnya kering. Kemudian kolam dibersihkan dan dibilas sampai
bersih. Setelah bersih kolam diisi air dengan ketinggian 30 cm.
2.
Pemeliharaan Induk
Kegiatan pemeliharaan induk
dilakukan pada bak pemeliharaan induk yang telah disiapkan sebelumnya. Selama
pemeliharaan induk ikan lele sangkuriang diberi pakan pelet komersil dengan kandungan protein 31-33%. Frekuensi pemberian pakan dua
kali sehari pagi dan sore hari dengan dosis pemberian pakan sebanyak 3% dari
biomass dalam rentang waktu tertentu.
3.
Seleksi Induk
Pertama-tama, dalam pemilihan induk
lele kita harus memperhatikan faktor-faktor
yang mempengaruhi produktivitas telur yang akan dihasilkan dalam
pemijahan yang akan kita lakukan. Kriteria induk yang berada dalam masa
produktif (siap untuk dipijahkan) antara
lain:
1. Induk berusia ± 8 s/d 30 bulan.
2. Berat induk berkisar antara
1,2 s/d 4 kg.
3. Bentuk tubuh normal, tidak ada kelainan, dan dalam kondisi
sehat.
Gambar 2.
Ciri-Ciri Kelamin Lele Sangkuriang (a) Kelamin Induk
Betina dan (b) Kelamin Induk Jantan
a.
Induk
Betina
1.
Alat kelamin terlihat agak menonjol dan berwarna merah tua
s/d abu-abu. Terkadang terlihat titik telur berwarna hijau muda dalam alat
kelamin bagian atas pada lele yang tidak dipijahkan secara rutin.
2.
Perut buncit, dan jika dipegang terasa kenyal.
3.
Jika bagian punggung diusap dengan tangan, sirip punggung
akan berdiri.
b.
Induk Jantan
1.
Alat kelamin berwarna merah tua ata abu-abu.
2.
Jika bagian perut ditekan, akan keluar cairan sperma
berwarna putih (sebisa mungkin jangan lakukan penekanan bagian perut bagian
dada yang melakukan pemijahan secara alami/bukan kawin suntik).
3.
Jika bagian punggung diusap dengan tangan, sirip punggung
akan berdiri. Dalam
kesehariannya, jika sudah matang gonat, gerakan pejantan akan terlihat lebih
agresif.
4. Pemberokan
Pemberokan
dilakukan di dalam bak fiber yang berbentuk bulat berdiameter 1,5 meter dan
tinggi 1 metre. Jumlah induk yang diberok tergantung jumlah induk yang akan
dipijahkan. Dalam pemberokan, induk jantan dan betina ditempatkan pada wadah
yang berbeda. Kegiatan pemberokan dilakukan selama 9 jam.
5. Penyuntikan
Alat
dan bahan yang digunakan dalam proses penyuntikan berupa alat suntik dan hormon
ovaprim. Penyuntikan hanya dilakukan pada induk betina dengan dosis 0,2 ml/kg
berat induk. Penyuntikan dilakukan pada jam 09:00. Penyuntikan dilakukan pada
punggung induk betina dengan kemiringan 450 kearah kepala. Setelah penyuntikan induk dimasukan
kembali ke dalam bak pemberokan untuk persiapan stripping pada keesokan
harinya.
6. Pemijahaan, Stripping dan Pembuahaan
Pemijahaan
yang dilakukan adalah pemijahaan missal secara buatan yaitu dengan cara
stripping pada induk betina dan pembedahaan pada induk jantan. Jumlah induk
yang dipijahkan adalah dengan perbandingan jantan dan betina adalah 1:3.
Pembedahaan pada induk jantan dilakukan
terlebih dahulu sebelum dilakukan stripping pada induk betina.
Sebelum pengeluaran telur, sperma
harus disiapkan. dengan caranya, induk jantan yang sudah matang kelamin,
dipotong secara vertikal tepat di belakang tutup insang, kemudian keluarkan
darahnya, gunting kulit perut mulai dari anus hingga belakang tutup insang,
kemudian buang organ lain dalam perut; ambil kantung sperma; bersihkan kantung
sperma dengan tisu hingga kering; hancurkan kantung sperma dengan cara
menggunting bagian yang paling banyak; peras spermanya agar keluar dan masukan
ke dalam mangkok yang telah diisi larutan fisiologis.
Pengeluaran telur dilakukan setelah
12 jam dari penyuntikan. Cara pengeluaran telur : siapkan baskom, NaCl
Fisiologis, kain lap dan tisu, induk ditangkap dengan sekup net, kemudian
keringkan tubuh induk dengan kain lap, bungkus induk dengan lap dan biarkan
lubang telur terbuka, pegang bagian kepala oleh satu orang dan pegang bagian
ekor oleh yang lainnya, pijit bagian perut ke arah lubang telur, dan tampung
telur dalam baskom. Seteleh semua telur keluar, kemudian dilakukan proses
pembuahan. Yaitu dengan mencampurkan cairan sperma dan telur serta diencerkan
dengan larutan pembuahan. Aduk secara perlahan-lahan sampai sperma dapat
membuahi telur secara sempurna.
Kemudian tebarkan telur kedalam bak fiber
sebagai wadah inkubasi dan penetasan telur. Setelah 36-39 jam, hitung jumlah
telur yang terbuahi untuk mengetahui nilai Fertilization Rate (FR). Setelah telur menetas
kemudian hitung nilai Heching Rate (HR). Larva diberi pakan alami berupa cacing
rambut setelah hari ke 5 penetasan. Hitung Survival Rate (SR) pada hari ke 5
dan ke 10.
7. Penetasan Telur
Penetasan
telur dilakukan di dalam bak fiber yang
telah disiapkan sebelumnya. Penebaran telur dilakukan secara merata dan
diusahakan telur tidak menumpuk pada suatu tempat.
8. Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan
larva dilakukan di dalam bak fiber yang telah disiapkan, pemeliharaan larva
dilakukan pada hapa penetasaan selama 4-5 hari dan diberi aerasi secara
terus-menerus. Selama pemeliharaan larva tidak diberi makan.
9. Panen Larva
Pemanenan
larva dilakukan setelah 5 hari, pemanenan ini dilakukan dengan cara mematikan
aliran air terlebih dahulu kemudian larva dikumpul pada satu titik. Larva
ditangkap menggunakan gelas kecil yang berfungsi sebagai takaran dalam
penghitungan jumlah larva yang dipanen.
10. Pendederan
Kegiatan
pendederan dilakukan dikolam terpal selama 3 minggu, pakan yang diberikan
berupa cacing rambut dan pillet. Cacing rambut diberikan untuk 2 minggu pertama
perawatan benih dan pillet diberikan 1 minggu terakhir. Pemberian pakan secara
adlibitum (sekenyang-kenyangnya) dengan frekuensi pemberian pakan dua kali
sehari yaitu pagi dan sore hari.
11. Pencatatan Hasil
a. Fekunditas
Perhitungan derajat penetasan telur dilakukan berdasarkan
rumus yang dikemukakan oleh Effendie (1979).
Keterangan:
F =
Fekunditas
W = berat
seluruh telur (mg)
w = berat
sempel telur (mg)
n =
jumlah telur sempel (butir)
b. Daya Tetas Telur
Perhitungan derajat penetasan telur dilakukan berdasarkan
rumus yang dikemukakan oleh Tahapari dkk. (2001)
Keterangan:
HR = derajat
penetasan telur (%)
Lt =
jumlah telur yang menetas (butir)
Fr =
jumlah seluruh telur (butir)
c. Pertumbuhan
Untuk mengetahui pertambahan jumlah panjang dan berat ikan
dapat diketahui dengan rumus yang dikemukan oleh Effendie (1979).
Wm = Wt – Wo
Keterangan:
Wm =
pertambahan berat rata-rata ikan (gr)
Wt = barat
rata-rata ikan pada akhir (gr)
Wo = berat
rata-rata ikan pada awal (gr)
Pm = Pt – Po
Keterangan:
Pm =
pertambahan panjang rata-rata (cm)
Pt =
panjang rata-rata ikan pada akhir (cm)
Po =
panjang rata-rata ikan pada awal (cm)
d. Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup dalam kegiatan pendederan
dihitung menggunakan rumus Effendie (1979).
Keterangan:
SR =
kelangsungan hidup (%)
Nt = jumlah
benih yang hidup (ekor)
No = jumlah
benih awal pemeliharaan (ekor)
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1
Pemeliharaan
Induk
Kegiatan pemeliharaan induk bertujuan untuk menghasilkan induk Lele Sangkuriang yang mempunyai produktivitas dan kualitas tinggi sehingga benih yang dihasilkan merupakan benih berkualitas. Kegiatan pemeliharaan induk yang dilakukan pada lokasi praktik yaitu dilakukan secara terpisah antara induk jantan dan induk betina yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pemijahan liar dan lebih memudahkan pada saat seleksi induk matang gonad. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Nurhidayat dkk. (2004), bahwa induk ikan Lele dipelihara dalam kolam terpisah (jantan dan betina). Pemeliharaan induk dilakukan pada bak beton berbentuk persegi panjang berukuran (10 x 2 x 1,5) m dan ketinggian air 1 m (Gambar 3) dengan kepadatan induk 5 ekor/m2 atau dengan kata lain kepadatan induk per kolam adalah 100 ekor. Pada kondisi ketinggian air 1 meter dan kepadatan 100 ekor dimungkinkan induk akan memiliki ruang gerak yang cukup, sehingga kebutuhan akan oksigen terpenuhi dan tidak terjadi persaingan dakam mendapatkan makanan. Cara pemeliharaan induk yang dilakukan sesuai dengan pernyataan Hardjamulia (1999) dalam Nurhidayat dkk. (2004) yang menyatakan bahwa induk Lele Dumbo dipelihara dalam kolam atau bak yang berukuran besar (3 x 4) m dengan kepadatan 5 kg/m2.
Gambar 3.
Kolam Induk
Sedangkan untuk
sistem pengairan pada
pengelolaan induk di lokasi praktik dilakukan dengan cara mengalirkan air
secara kontinu pada masing-masing bak melalui pipa air pemasukan yang
berdiameter 3 inch. Pada setiap bak pemeliharaan juga dilengkapi dengan saluran
pembuangan sehingga bila air melebihi ketinggian pipa pembuangan maka secara
otomatis air akan terbuang keluar. Kedalaman air yang digunakan pada
pemeliharaan induk adalah 1 meter. Frekuensi pemberian pakan induk dilakukan
dua kali dalam sehari yaitu pada pukul 08.00 WIB dan pukul 15.00 WIB. Waktu
pemberian pakan yang dilakukan di lokasi praktik sesuai dengan pernyataan
Prihartono dkk. (2004), bahwa pemberian pakan sebaiknya dilakukan antara 2-3
kali sehari, yaitu pada pagi hari sekitar pukul 09.00 WIB, sore menjelang malam
sekitar pukul 17.00 – 18.00 WIB dan malam sekitar pukul 20.00 – 22.00 WIB.
Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari dan dilakukan pada
pagi hari dan sore hari, hal ini dimungkinkan karena sifat nocturnal ikan sudah
dibiasakan untuk merespon pakan yang diberikan pada jamjam tersebut dimana ikan
akan berkumpul saat diberikan pakan. Selain itu, pemberian pakan dengan
frekuensi 2-3 kali sehari dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pakan terutama
protein yang diperlukan oleh ikan untuk mempercepat proses pematangan gonad.
Pakan yang diberikan berupa pellet tenggelam dengan merk Feng Li yang mempunyai kadar protein > 35% dengan dosis pemberian pakan adalah 2-3% dari total biomassa. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Prihartono dkk. (2000), bahwa pakan tambahan yang digunakan berupa pellet komersial dengan kandungan protein diatas 20%. Selain itu juga sesuai dengan pernyataan Suyanto (2006), bahwa ikan Lele biasanya mencari makan di dasar kolam. Oleh sebab itu, pakan yang diberikan berupa pellet tenggelam agar ikan Lele dapat memakan makanan di dasar perairan. Pellet yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4.
Pellet Merk Feng Li
Pada masa
pemeliharaan, induk diberikan pakan secara rutin terutama pada proses
pematangan gonad. Hal ini karena kondisi kematangan gonad yang baik pada indukm
akan mempengaruhi proses pemijahan untuk menghasilkan benih yang berkualitas.
Selain rutin dalam pemberian pakan untuk proses kematangan gonad, pakan yang
diberikan juga harus mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap. Adapun kandungan
nutrisi pada pakan merk Feng Li dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2. Kandungan nutrisi
pakan merk Feng Li
No.
|
Kandungan
|
Kadar (%)
|
1
|
Protein
|
> 40
|
2
|
Lemak
|
> 6
|
3
|
Serat Kasar
|
3
|
4
|
Abu
|
15
|
5
|
Kadar Air
|
10
|
Sumber: Label Kemasan Pakan Feng Li
Dalam rentang
waktu tertentu seperti pada saat ikan stress dan kurang nafsu makan diberi
vitamin C. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (1979), bahwa pemberian
vitamin C sangat baik untuk meningkatkan stress pada hewan (ikan).
4.2 Seleksi
Induk
Kegiatan seleksi
induk yang dilakukan mempunyai tujuan untuk memilih induk yang matang gonad
sehingga siap untuk dipijahkan. Seleksi induk dilakukan dengan cara mengurangi
air kolam terlebih dahulu hingga air hanya tersisa pada bagian kemalir.
Kegiatan ini bertujuan untuk mempermudah dalam penangkapan. Setelah induk
betina dan jantan ditangkap kemudian diperiksa satu persatu berdasarkan ciri
fisik. Induk yang diseleksi dan matang gonad diambil kemudian dipindahkan ke
dalam bak pemberokan. Kegiatan yang dilakukan sesuai dengan sumber acuan Puspowordoyo
dan Djariah
(2000).
Adapun ciri-ciri
fisik induk betina yang telah matang gonad ditandai dengan apabila diraba
perutnya membesar dan lunak selain itu bentuk alat kelaminnya membulat dan
berwarna kemerahan. Sedangkan induk jantan yang telah matang gonad ditandai
dengan alat kelaminnya yang meruncing melebihi pangkal sirip ekornya dan
berwarna kemerah-merahan. Ciri-ciri fisik induk matang gonad ini sesuai dengan
Peranginangin (2003) yang menyatakan ciri-ciri induk betina yang matang gonad
dapat dilihat bagian perutnya membesar dan alat kelamin berwarna
kemerah-merahan.
Dari kegiatan
seleksi induk diperoleh induk jantan yang matang gonad sebanyak 30 ekor dan
induk betina yang matang gonad sebanyak 33 ekor. Induk yang diseleksi ini
adalah induk ikan Lele yang sebelumnya telah dipelihara di BBPBAT Jawa Barat
dengan umur rata-rata antara 1-2 tahun. Induk yang digunakan tersebut sesuai
SNI : 01-6484.1 (2000), bahwa umur induk jantan yang dipijahkan adalah 8-12
bulan sedangkan induk betina adalah 12-15 bulan.
4.3 Pemberokan
Induk
betina yang diberok berjumlah 33 ekor dan jantan 30 ekor. Jumlah ini sesuai
dengan jumlah induk betina dan jantan yang diperoleh dari hasil seleksi
sehingga diperoleh perbandingan antaran jantan dan betina 1:1. Perbandingan ini
digunakan karena benih yang akan dihasilkan akan dipelihara menjadi calon
indukan sehingga rasio jantan dan betinayang digunakan 1:1. Hal ini dimaksudkan
untuk mendapatkan benih yang berkualitas agar mendapatkan calon indukan yang
berkualitas dan unggul. Pemberokan dilakukan dengan tujuan untuk mengosongkan
kotoran dalam perut dan mengurangi lemak pada gonad sehingga ikan pada saat
stripping tidak mengeluarkan kotoran. Apabila kotoran tercampur dengan telur
akan menutupi mikrofil telur sehingga mengganggu sperma dalam membuahi sel
telur. pemberokan dilakukan selama 9-12 jam sebelum penyuntikan (Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Sukabumi, 2006).
4.4 Penyuntikan
Setelah
dilakukan pemberokan selama 9-12 jam maka induk yang benar-benar matang gonad
siap untuk dilakukan penyuntikan. Penyuntikan dilakukan pada malam hari dari
pukul 20.30 sampai dengan 22.30 WIB hal ini bertujuan agar waktu pengurutan (stripping) dapat dilakukan pada pagi
harinya. Pada saat penyuntikan hormone ovaprim diperlukan dalam jumlah yang cukup
sehingga pemijahan akan berhasil. Penyuntikan hanya dilakukan pada induk betina
dengan menggunakan hormon ovaprim dengan dosis 0,2 ml/kg berat induk yang
diencerkan dengan NaCl 0,9% sebagai larutan fisiologis sehingga dosis
penyuntikan per ekor induk 0,5-1 ml. penyuntikan dilakukan secara missal dan
perhitungan dosis penyuntikan juga dilakukan secara missal. Perhitungan
kebutuhan ovaprim dan NaCl 0,9% adalah sebagai berikut:
Berat total 33 ekor induk betina = 84 kg
Ovaprim yang digunakan = 0,2 ml x 84 kg
=
16,8 ml
Dosis penyuntikan = 1 ml/ekor x 33
ekor
=
33 ml
Larutan fisiologis (NaCl 0,9%) = Dosis penyuntikan – Dosis Ovaprim
=
33 ml – 16,8 ml
=
16,2 ml
Penambahan
NaCl ini dilakukan untuk mengencerkan hormone ovaprim agar tidak terlalu pekat
sehingga hormone mudah masuk ke dalam tubuh ikan Lele. Fungsi hormone ovaprim
adalah untuk merangsang proses pematangan gonad pada induk Lele. Hormon ovaprim
ini bekerja sebagai penghubung antara otak dan gonad ikan, kemudian selnya menghasilkan
gonadotropin dan melepaskan hormone tersebut saat adanya perintah. Adapun
penyuntikan yang dilakukan hanya satu kali secara intramuscular pada bagian
sirip punggung ikan Lele (tiga jari dari bagian kepala) dengan kemiringan 450 (Gambar 5). Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sunarma (2004), bahwa penyuntikan dengan hormone ovaprim dilakukan
dengan dosis 0,2 ml/kg induk dan hanya dilakukan sekali secara intramuscular,
namun ada bagian lain dalam tubuh ikan Lele yang dapat dilakukan penyuntikan
yaitu di bagian perut (abdomen) dan bagian kepala (thorax).
Gambar 5. Penyuntikan Hormon
Setelah
penyuntikan, induk ikan Lele dimasukkan kembali ke dalam bak fiber tempat
pemberokan dengan memisahkan antara jantan dan betina. Hal ini dilakukan untuk
menghindari pemijahan yang tidak diinginkan sebab pembuahan akan dilakukan
secara buatan.
4.5 Pemijahan,
Stripping dan Pembuahan
Pengurutan atau
stripping dilakukan pada pukul 09.00 sampai dengan 10.30 WIB atau setelah
selang waktu 11,5 jam sampai 12,5 jam setelah penyuntikan. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Sunarma (2004), bahwa selang waktu antara penyuntikan dengan
ovulasi telur adalah 10-14 jam tergantung suhu inkubasi induk. Pembuahan buatan
dilakukan karena dimungkinkan tingkat keberhasilan sperma dalam membuahi sel
telur cukup baik sehingga didapatkan derajat pembuahan dan derajat penetasan
yang tinggi dan benih yang seragam serta berkualitas baik. Hal ini berbeda
dengan pembuahan secara alami yang memiliki resiko kegagalan yang tinggi dan
hasil yang rendah.
Berdasarkan
pernyataan Sunarma (2004), bahwa pemijahan ikan Lele Sangkuriang dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu: pemijahan alami, pemijahan semi alami dan
pemijahan buatan. Tetapi pada praktik
dilakukan pemijahan secara buatan dengan menyuntik induk betina dan melakukan
pembedahan pada induk jantan untuk diambil kantung spermanya. Jumlah induk yang
dipijahkan adalah 63 ekor yang terdiri dari 33 ekor betina dan 30 ekor jantan.
Perbandingan
jantan dan betina yang digunakan adalah 1:1 atau dengan kata lain 1 (satu) ekor
induk betina dibuahi oleh 1 (satu) ekor induk jantan. Hal ini dimaksudkan untuk
mendapatkan benih ikan yang unggul dan berkualitas yang akan dipelihara menjadi
calon induk. Perbandingan tersebut juga bertujuan untuk menghindari adanya inbriding
atau induk yang tidak matang gonad sehingga tidak menghasilkan sperma dan sel
telur sesuai dengan yang diinginkan.
Gambar
6. (a) Proses pembedahan perut; (b) Pengambilan kantung sperma; (c) Pembersihan
kantung sperma; (d) pencampuran
sperma dengan NaCl 0,9%
Kegiatan
pengambilan kantung sperma terdiri atas beberapa tahap. Tahap pertama dilakukan
pembedahan perut induk jantan dengan gunting bedah (Gambar 6a). Selanjutnya pada
tahap kedua kantung sperma diambil secara perlahan (Gambar 6b). Tahap ketiga
kantung sperma dibersihkan dari darah yang menempel dengan menggunakan tissue
(Gambar 6c). Tahap keempat
kantung sperma dibedah dengan
menggunakan gunting dan dicampurkan dengan NaCL 0,9% sebanyak 200 ml (Gambar 6d).
Pemberian larutan
NaCl 0,9% ini bertujuan untuk menjaga sel sperma agar dapat bertahan lebih
lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Satyani dkk. (2006), sperma tanpa
perlakuan hanya dapat bertahan 45 detik namun dengan pemberian NaCl dapat
bertahan sampai 4-6 jam terutama pada suhu 14-150 C. Pengurutan (stripping) telur pada induk betina
dilakukan oleh 2 orang yang menggunakan kain basah, perlakuan ini bertujuan
untuk membuat induk merasa nyaman. Pengurutan dilakukan secara hati-hati
bertujuan untuk mencegah induk melakukan gerakan. Selain itu, baskom yang
digunakan untuk menampung telur harus dalam keadaan kering, hal ini bertujuan
untuk mencegah telur menempel pada wadah
(Gambar 7). Setelah kegiatan stripping selesai
kemudian dilakukan pencampuran sperma dengan sel telur.
Gambar 7. Stripping (Pengurutan) Induk Betina
Pada kegiatan
stripping ini dilakukan juga perhitungan fekunditas seperti pada Lampiran I.
Dari kegiatan stripping ini diperoleh fekunditas rata-rata per induk sebesar
63.703 butir/induk atau fekunditas 45.500 butir/kg induk. Fekunditas yang
dihasilkan dapat dikatakan baik dan sesuai dengan Sunarma (2004), bahwa
fekunditas yang dihasilkan oleh Lele Sangkuriang adalah antara 40.000 – 60.000
butir/kg induk.
Pencampuran
sperma dan sel telur dilakukan dengan cara menuangkan sperma yang telah
diencerkan dengan larutan NaCl 0,9% sebanyak 200 ml ke dalam 3 (tiga) ember
besar yang telah berisi telur dari 33 induk betina. Tahap kegiatan berikutnya,
telur yang telah dicampur dengan sperma digoyang-goyang perlahan sampai sperma
dapat membuahi sel telur secara sempurna. Setelah tercampur, kemudian
ditambahkan air bersih dan digoyang-goyangkan kembali secara perlahan-lahan.
Pemberian air bersih ini diperlukan karena sperma dalam larutan NaCl tersebut
belum aktif. Selain itu, bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa sperma yang
tidak membuahi telur. Pada tahap selanjutnya telur dan sperma telah siap
ditebarkan pada bak fiber yang telah disediakan sebelumnya. Prosedur pemijahan
buatan yang dilakukan di lokasi praktik
sesuai dengan pernyataan Sunarma (2004), bahwa prosedur pemijahan buatan adalah
melalui enam tahapan. Tahapan tersebut adalah dengan pemeriksaan ovulasi telur
pada induk betina, kemudian pengambilan kantung sperma pada induk jantan,
pengenceran sperma pada larutan fisiologis, pengurutan induk betina untuk
mengeluarkan telur, pencampuran telur dan sperma secara merta dan penebaran
telur yang sudah terbuahi.
4.6 Penetasan
Telur dan Pemeliharaan Larva
Telur yang telah terbuahi oleh sperma ditebar pada hapa penetasan yang telah disiapkan. Penebaran dilakukan secara merata dan diusahakan telur tidak menumpuk pada satu tempat. Untuk menghindari penumpukan telur pada saat ditebar, caranya adalah dengan membuat semacam gelombang kecil menggunakan tangan pada saat telur ditebar seperti terlihat pada (Gambar 8).
Gambar 8. Proses Penebaran Telur Ikan Lele Sangkuriang
Pada kegiatan
penetasan telur ini wadah yang digunakan berupa bak fiber yang berukuran
panjang, lebar dan kedalaman air (2 x 1 x 0,4) m. Wadah penetasan dilengkapi
dengan 2 (dua) titik aerasi serta saluran pemasukan air yang terbuat dari pipa
PVC 1 (satu) inch yang diberi lubang untuk pergantian air selama proses
penetasan telur. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Sukabumi (2006), bahwa penetasan telur dilakukan pada bak yang sudah
dilengkapi dengan hapa penetasan berukuran panjang, lebar dan tinggi atau
kedalaman masing-masing adalah 2, 1 dan 0,5 m dan telah diisi air setinggi 30
cm.
Telur
yang telah ditebar dan diberi aerasi dibiarkan dalam bak penetasan. Telur ini
menetas dalam waktu 30-36 jam dengan suhu 230 C. Penetasan telur
yang terdapat di lokasi praktik
sesuai dengan pernyataan Najiyati (2003), bahwa telur akan menetas menjadi
larva setelah 30-36 jam. Lamanya waktu penetasan telur tergantung pada suhu
perairan dan udara. Hal ini sesuai dengan pernyataan Khairuman dan Amri (2005),
bahwa telur akan menetas tergantung dari suhu perairan dan suhu udara, semakin
panas (tinggi) suhu telur akan semakin cepat menetas dan kisaran suhu yang baik
untuk penetasan telur adalah 27-300 C.
Pemeliharaan larva dilakukan dalam bak penetasan telur (Gambar 9) sampai larva berumur 5 hari. Selama pemeliharaan, larva lele belum diberi makanan dari luar sebab masih terdapat kuning telur di dalam tubuhnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sunarma (2004), bahwa umumnya pemeliharaan larva dilakukan selama 5 hari dan belum diberi makan dari luar.
Gambar 9. Wadah Pemeliharaan
Larva
Pemanenan
larva dilakukan setelah larva berumur 5 hari. Cara pemanenan yang dilakukan
pada lokasi praktik
adalah pertama dengan
mematikan aliran air dan aerasi terlebih dahulu kemudian larva dikumpulkan pada
satu titik di dalam hapa. Larva kering (tanpa air) diangkat dari hapa dengan
menggunakan gelas ukur 100 ml yang berfungsi sebagai takaran untuk memudahkan
di dalam perhitungan jumlah larva yang di panen. Dalam 73 ml dalam gelas ukur
berjumlah 24.000-25.000 ekor larva. Dalam satu hapa didapatkan 4 gelas sehingga
dihitung 90.000 - 100.000 ekor larva. Perhitungan jumlah larva dalam setiap
gelas dilakukan seperti pada Lampiran 2.
Hasil
pengamatan telur menunjukkan derajat penetasan telur ikan Lele Sangkuriang ini
tergolong kurang baik, data
Fertilization Rate (FR) dapat dilihat pada Tabel 2 dan Hatching Rate pada Tabel
3.
Tabel
3. Hasil Kegiatan Pengamatan
Fertilization Rate (FR) Telur Lele Sangkuriang
Sampel
|
Total Telur
|
Telur Tak Terbuahi
|
Telur Terbuahi
|
FR (%)
|
1
|
1179
|
744
|
435
|
36,8956743
|
2
|
1070
|
296
|
774
|
72,3364486
|
3
|
700
|
113
|
587
|
83,85714286
|
4
|
1313
|
640
|
673
|
51,25666413
|
5
|
917
|
156
|
761
|
82,98800436
|
6
|
1481
|
113
|
1368
|
92,37002026
|
Tabel 4. Hasil Kegiatan
Pengamatan Hatching Rate (HR) Telur Lele Sangkuriang
Sampel
|
Total Tetas
|
Total Terbuahi
|
HR (%)
|
1
|
396
|
435
|
91,03448276
|
2
|
632
|
774
|
81,65374677
|
3
|
383
|
587
|
65,24701874
|
4
|
373
|
673
|
55,42347697
|
5
|
659
|
761
|
86,59658344
|
6
|
1131
|
1368
|
82,6754386
|
4.7 Pendederan
Kegiatan
pendederan Lele Sangkuriang di lokasi praktik
dilakukan sampai pendederan pertama. Pada pendederan pertama (I) dilakukan
sejak benih berumur 5 hari sampai 19 hari. Kegitan pendederan pertama (I)
dilakukan pada kolam terpal dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi atau
kedalaman masing-masing (6 x 4 x 1) m dengan ketinggian air 30 cm. Pada
pendederan pertama larva yang ditebar berumur 5 hari dengan padat tebat 25.000
ekor atau dengan kepadatan 1.042 ekor/m2. Pada lokasi praktik padat penebaran
sesuai dengan pernyataan Andrianto dan Indarto (2005), bahwa padat penebaran
benih umur 1-4 minggu di kolam 1000-1125 ekor/m2.
Selama
pemeliharaan benih diberi pakan cacing sutra (Tubifex sp.) yang dicincang kecil-kecil selama 2 (dua) minggu
hingga akhir panen. Takaran pakan cacing sutra yang diberikan adalah satu gelas
kecil berukuran 200 ml dalam satu kolam terpal. Pemberian pakan secara ad libitum (sekenyang-kenyangnya) dengan
frekuensi pakan dua kali sehari yaitu pagi hari pada pukul 08.00 WIB dan sore
hari pada pukul 15.00 WIB.
4.8 Pertumbuhan
Pengambilan
sampel pertumbuhan diambil selama masa pembenihan tahap pendederan satu.
Sampling pertumbuhan dilakukan satu kali seminggu dengan mengukur panjang dan
berat larva. Kegiatan sampling dilakukan 3 (tiga) kali pada 4 kolam sampel pada
tanggal 20 Juli 2013, 27 Juli 2013 dan 3 Agustus 2013. Berdasarkan data
sampling yang dilakukan selam 3 (tiga) kali didapatkan grafik pertumbuhan berat
ikan (Gambar 10) dan grafikpertumbuhan panjang ikan (Gambar 11) sebagai berikut:
Gambar 10.
Grafik Pertumbuhan Berat
Gambar 11.
Grafik Pertumbuhan Panjang
4.9 Pengukuran
Kualitas Air
Keberhasilan
dalam budidaya ikan salah satunya ditentukan oleh parameter kualitas air media.
Pengamatan terhadap parameter kualitas air media budidaya ikan Lele Sangkuriang
ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kualitas air dengan syarat yang
ditetapkan dalam budidaya ikan Lele Sangkuriang.
Parameter
kualitas air yang diamati adalah suhu, pH, O2, kandungan CO2, alkalinitas,
NH3, NO2, dan
salinitas. Adapun hasil pengukuran kualitas air
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5.
Hasil Pengamatan Parameter Kualitas Air Pada Kegiatan Pembenihan Ikan Lele
Sangkuriang
Parameter
|
Penetasan
|
Pendederan
|
Suhu
|
25,9
|
26,5
|
pH
|
5,84
|
6,14
|
O2
|
2,46
|
4,01
|
CO2
|
17,55
|
51,7
|
Alkaline
|
65,34
|
67,32
|
NH3
|
0,53
|
1,95
|
NO2
|
0,065
|
0,046
|
Salinitas
|
2 ppt
|
-
|
Berdasarkan
Tabel 5 di
atas suhu dan pH sesuai dengan Khairuman dan Amri (2002) yang menyatakan bahwa
suhu untuk pemeliharaan lele adalah 20-300 C sedangkan nilai pH
untuk kehidupan ikan Lele adalah 6,5 – 8. Tetapi suhu pada lokasi di bawah
ketentuan SNI: 01-6484.4 (2000), bahwa kualitas selama proses pemijahan,
penetasan telur dan pemeliharaan larva adalah mempunyai kisaran suhu 25-300
C, nilai pH 6,5-8,5. Selanjutnya kandungan oksigen pada kolam kurang baik
dibandingkan dengan pernyataan Rukmana (2003), bahwa pada umumnya Lele hidup
normal pada lingkungan yang memiliki kandungan oksigen terlarut 4 mg/l.
4.10 Kelangsungan Hidup
Penebaran 200.000
ekor larva yang dipelihara pada 4 kolam yang masing-masing 50.000 ekor di
pelihara selama 23 hari. Penebaran larva dilakukan tanggal 20 Juli dan di panen/grading tanggal
12 Agustus. Setelah pemanenan didapatkan pada kolam I 15.000 ekor, kolam II 6.000
ekor, kolam III 3.000 ekor dan kolam IV 1.000 ekor sehingga total panen 24.000
ekor benih hasil pendederan pertama. Maka derajat kelangsungan hidup atau SR
yang didapatkan dari hasil perhitungan adalah sebesar 12%.
Menurut Sunarma (2004)
menyatakan bahwa lele Sangkuriang memiliki derajat kelangsungan hidup yang baik
yaitu lebih dari 90%. Kecilnya nilai kelangsungan hidup menurut Prabowo (2007)
disebabkan faktor cuaca dan suhu cukup mempengaruhi produksi terutama produksi
telur yang pada akhirnya mempengaruhi pendapatan skala industri. Untuk itu
menurut Wibowo (2011), kegiatan budidaya usaha pembenihan ikan lele dumbo
memerlukan pengawasan yang cukup detail untuk meminimalisir resiko yang akan
dihadapi. Pengawasan yang dilakukan mulai dari kondisi cuaca, kebutuhan pakan,
kondisi ikan di kolam, penyakit ataupun hama yang menyerang, dan kegiatan
panen.
V. KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diambil dari kegiatan praktik kerja lapangan pembenihan ikan Lele
Sangkuriang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi adalah
sebagai berikut:
1. Pembenihan ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.) dengan menggunakan hormone ovaprim di BBPBAT Sukabumi
meliputi kegiatan pemeliharaan induk, persiapan bahan dan alat, seleksi induk,
pemberokan, pemijahan, penyuntikan dan stripping, penetasan telur dan perawatan
larva.
2. Dosis ovaprim yang disuntikan pada induk betina
sebanyak 0,2 ml/kg dengan perbandingan antara induk jantan dan betina 1:1 untuk
calon induk dan 1:3 untuk produksi.
3. Fekunditas telur yang dihasilkan adalah 63.703
butir/induk dengan Hatching Rate rata-rata
adalah 77,10%. Pertambahan berat rata-rata 0,139 gran dan pertambahan panjang 1,605
cm.
4. Tingkat kelangsungan hidup yang sangat rendah yaitu
12% dikarenakan cuaca yang sering hujan sehingga mempengaruhi terjadi fluktuasi
suhu pada air kolam.
5.2 Saran
Pada
pemeliharaan larva masa pendederan pertama perlu dilakukan persiapan bak
ataupun kolam pemeliharaan yang lebih baik untuk menghindari padat tebar yang
tinggi dan penyebaran penyakit yang menyebabkan rendahnya SR atau tingkat
kelangsungan hidup benih.
DAFTAR PUSTAKA
Andrianto, T. T. dan Indarto, N. 2005. Pedoman Praktis
Budidaya Ikan Lele. Yogyakarta.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. 2006. Modul Pelatihan
Penguatan Kemampuan Dan Bakat Siswa (Life
Skill); Pembenihan Ikan Lele Dumbo “Sangkuriang”
(Clarias gariepinus). Pemerintah Kota
Sukabumi. Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan. Sukabumi. Hal 1-3.
Direktorat Pembudidayaan. 2005. Budidaya Lele
Sangkuriang. Direktorat Pembudidayaan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hal 1-13.
Effendie, M. I. 1979. Metoda Biologi Perikanan.
Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Hernowo dan S. R. Suyanto. 2004. Pembenihan dan
Pembesaran Lele di Pekarangan, Sawah dan Longyam. Penebar Swadaya. Jakarta.
Khairuman dan K. Amri. 2002. Budidaya Ikan Dumbo
Secara Intensif. Argo Media Pustaka. Jakarta.
Kottelat, M., A. J. Whitten, Kartikasari, S. N. dan
Wirjoatmodju, S. 2003. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi.
Periplus Edition In Collaboration With The EMDI Project. Indonesia.
Lentera. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Air Deras.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Muflikhah, N. 1994. Pengaruh Jenis Pemberian Pakan
Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Baung (Mystus nemurus). Buletin Penelitian
Perikanan Darat Volume 12 No. 2 Hal. 37-40.
Murhananto. 2002. Pembesaran Lele Dumbo di Pekarangan.
Media Pustaka. Jakarta.
Nurhidayat, M. A., A. Sunarma, dan J. Trenggana. 2004.
Rekayasa Uji Keturunan (Progeny Test)
Lele Dumbo Hasil Silang Balik (Backcross)
dalam Jurnal Budidaya Air Tawar. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Vol. 1 No.1
Sukabumi. Hal 18-22.
Nardjana, M. I., 2006. Sambutan Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya pada Pembukaan Forum Pengembangan Budidaya Lele. Hotel
Saphir Yogyakarta, Tanggal 20-22 April 2006.
Pedoman Teknis Pengelolaan Perairan Umum Bagi
Pembangunan Perikanan. 1992. Departemen Pertanian Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
Prabowo, W. 2007. Pengaruh Dosis Bacitracine Methyle Disalisilat (Bmd) Dalam Egg Stimulant
Yang Dicampur Dengan Pakan Komersil Terhadap Produktivitas Ikan Lele
Sangkuriang (Clarias sp.).
Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Prihartono, E. R., J. Rasidik dan U. Arie. 2000.
Mengatasi Permasalahan Budidaya Lele Dumbo. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal.
1-81.
Rukmana, H. R. 2003. Budidaya dan Pascapanen Lele
Dumbo. CV. Aneka Ilmu Anggota IKAPI. Semarang.
Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi
Ikan. Binacipta. Bandung.
SNI : 01-6484.1-2000. Induk Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus)
Kelas Induk Pokok (Parent Stock).
Badan Standar Nasional.
SNI : 01-6484.2-2000. Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus)
Kelas Benih Tebar. Badan Standar Nasional.
SNI : 01-6484.3-2000. Produksi Induk Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus)
Kelas Induk Pokok (Parent Stock).
Badan Standar Nasional.
Satyani, A. dan Mori, F. 1990. Aquarium Fish of The
World Chornicle. Book Sam 64-65.
Santoso, B. 1994. Petunjuk Praktis Budidaya Ikan Lele
Dumbo. Kanius. Yogyakarta.
Soetomo, H. A. 2000. Teknik Budidaya Ikan Lele Dumbo.
Sinar Batu Algesindo. Bandung. Hal. 1-98.
Subandi, M. M. 2003. Panduan Menghitung Biaya Usaha
Lele Dumbo. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sunarma, A. 2004. Peningkatan Produktifitas Usaha Lele
Sangkuriang (Clarias sp.). Departemen
Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya
Air Tawar Sukabumi. Sukabumi. Hal. 1-6.
Suyanto, S. R. 2006. Budidaya Ikan Lele. Penebar
Swadaya. Jakarta. Hal. 3-58.
Wibowo, J. 2011. Analisis Usaha Dan Alternatif Strategi Pengembangan Agribisnis Pembenihan
Ikan Lele Dumbo Di Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten. Skripsi. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
LAMPIRAN
Lampiran
1. Data Pemijahan
Tabel 5. Data Panjang Berat Indukan
Betina
Sampel
|
Panjang
(cm)
|
Berat
Sebelum Striping (gr)
|
Berat
Setelah Striping (gr)
|
Berat
Telur (gr)
|
1
|
65
|
1935
|
1630
|
305
|
2
|
56
|
1325
|
1265
|
60
|
3
|
61
|
1785
|
1610
|
175
|
4
|
54
|
1290
|
1255
|
35
|
5
|
57
|
1430
|
1410
|
20
|
6
|
50
|
1090
|
1065
|
25
|
Tabel 6. Data Panjang Berat Indukan
Jantan
Sampel
|
Panjang
(cm)
|
Berat
Ikan (gr)
|
Berat Sperma
(gr)
|
1
|
70
|
2185
|
15,95
|
2
|
82
|
3210
|
21,32
|
3
|
66
|
1990
|
6,92
|
4
|
72,5
|
2310
|
12,07
|
5
|
71,5
|
2610
|
15,66
|
6
|
71
|
2330
|
10,35
|
Lampiran
2. Data Sampling Panjang Berat Larva
Tabel 7. Sampling Berat Larva
SAMPEL
|
20 juli
|
27 juli
|
3 agust
|
No
|
Berat
|
Berat
|
Berat
|
1
|
0
|
0.02
|
0.26
|
2
|
0
|
0.01
|
0.04
|
3
|
0
|
0.04
|
0.09
|
4
|
0
|
0.03
|
0.05
|
5
|
0
|
0.01
|
0.1
|
6
|
0
|
0.01
|
0.08
|
7
|
0
|
0.01
|
0.2
|
8
|
0
|
0.02
|
0.15
|
9
|
0
|
0.02
|
0.04
|
10
|
0
|
0.08
|
0.08
|
11
|
0
|
0.08
|
0.08
|
12
|
0
|
0.03
|
0.11
|
13
|
0
|
0.05
|
0.04
|
14
|
0
|
0.04
|
0.05
|
15
|
0
|
0.01
|
0.09
|
16
|
0
|
0.02
|
0.03
|
17
|
0
|
0.05
|
0.03
|
18
|
0
|
0.04
|
0.04
|
19
|
0
|
0.08
|
0.07
|
20
|
0
|
0.05
|
0.06
|
21
|
0
|
0.03
|
0.04
|
22
|
0
|
0.04
|
0.07
|
23
|
0
|
0.06
|
0.07
|
24
|
0
|
0.01
|
0.04
|
25
|
0
|
0.02
|
0.03
|
26
|
0
|
0.04
|
0.02
|
27
|
0
|
0.03
|
0.07
|
28
|
0
|
0.05
|
0.04
|
29
|
0
|
0.03
|
0.04
|
30
|
0
|
0.05
|
0.05
|
Jumlah
|
0
|
1.06
|
2.16
|
Rata-Rata
|
0
|
0.068387
|
0.139355
|
Tabel 8. Sampling Panjang Larva
20 juli
|
27 juli
|
3 agust
|
Panjang
|
Panjang
|
Panjang
|
6.26
|
9.49
|
18.89
|
6.43
|
9.02
|
15.04
|
5.79
|
10.12
|
19.12
|
7.74
|
9.11
|
15.11
|
7.73
|
9.78
|
18.78
|
6.94
|
11.97
|
15.97
|
6.94
|
10.1
|
22.1
|
6.72
|
9.83
|
19.83
|
7.28
|
10.67
|
14.67
|
6.99
|
11.68
|
17.68
|
8.54
|
9.67
|
17.67
|
8.84
|
8.94
|
17.94
|
7.76
|
9.92
|
14.92
|
7.86
|
11.44
|
16.44
|
8.25
|
9.3
|
19.3
|
7.43
|
9.9
|
15.25
|
7.57
|
9.66
|
14.66
|
7.28
|
10.2
|
14.2
|
6.78
|
10.96
|
15.96
|
6.87
|
9.77
|
15.97
|
7.78
|
9.27
|
15.27
|
7.05
|
9.88
|
16.88
|
7.08
|
9.47
|
16.47
|
7.53
|
10.45
|
15.45
|
8.12
|
11.84
|
13.84
|
7.5
|
9.92
|
13.92
|
6.77
|
11.68
|
16.68
|
7.39
|
9.11
|
14.11
|
7.39
|
10.04
|
10.04
|
7.4
|
9.34
|
9.34
|
40.89
|
59.49
|
102.91
|
7.33366667
|
10.0843333
|
16.05
|
1 komentar:
Terimakasih atas infonya sangat bermanfaat penambah pengetahuan...
Posting Komentar