BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lele merupakan jenis ikan
konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan kulit licin. Habitatnya di sungai
dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air.
Ikan lele bersifat nokturnal, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam
hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap.
Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan (Suyanto, 1991).
Berdasarkan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, pembudidayaan
ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan
serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol.
Pembenihan merupakan kegiatan
yang meliputi kegiatan penanganan induk, pembuahan dan pasca penetasan untuk
menghasilkan benih. Mutu benih yang dihasilkan banyak dipengaruhi oleh mutu
induk dan lingkungan seperti kualitas ikan dan penyakit. Sifat genetis induk
yang baik sangat diharapkan dan dapat diturunkan antara lain pertumbuhan yang
cepat, tahan terhadap penyakit dan tidak cacat fisik.
Berdasarkan pemaparan diatas
kegiatan pembenihan yang dilakukan harus memiliki capaian produksi yang berkualitas.
Dalam proses mendapatkan produk ikan budidaya lele yang berkualitas sangat
diperlukan sumberdaya alam, sarana/prasarana dan sumberdaya manusia yang
memadai dalam kegiatan intensifikasi pembenihan dengan teknik manajemen yang
efektif dan efisien.
Balai Besar Pengembangan
Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknik
(UPT) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang melakukan kegiatan budidaya
perikanan salah satunya melakukan kegiatan pembenihan ikan Lele (Clarias sp.). Oleh karena itu, perlu
mempelajari dan mendalami teknologi serta pengelolaan dalam meningkatkan
pengetahuan khususnya pada pembenihan ikan Lele.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari
kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui teknologi dan pengelolaan
yang diterapkan dalam pembenihan ikan Lele di Balai Besar Pengembangan Budidaya
Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat.
2.
Memperoleh pengetahuan dan keterampilan
dalam usaha pengelolaan budidaya perikanan khususnya proses pembenihan ikan
Lele.
3.
Mengidentifikasi hambatan dan masalah
yang terjadi pada budidaya ikan Lele.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Lele (Clarias sp.)
Klasifikasi ikan Lele (Clarias sp.) :
Kingdom : Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Ordo
: Ostariophysi
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies
: Clarias sp.
Di Indonesia ikan lele mempunyai beberapa nama daerah, antaralain: ikan
kalang (Padang), ikan maut (Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan
Selatan), ikan keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau
lindi (JawaTengah). Sedang di negara lain dikenal dengan nama mali (Afrika),
plamond (Thailand), ikan keli (Malaysia), gura magura (Srilangka),
ca tre trang (Jepang). Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish,
siluroid, mudfish dan walking catfish. Ikan lele tidak pernah
ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang
perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air (Suyanto, 1991).
Habitat atau lingkungan hidup lele
(Clarias gariepinus) ialah air tawar.
Meskipun air yang terbaik untuk memelihara lele ialah air sungai, air dari
saluran irigasi, air tanah dari mata air, maupun air sumur, tetapi lele juga
relative tahan terhadap kindisi air yang menurut ukuran kehidupan ikan dinilai
kurang baik. Ikan lele (Clarias
gariepinus) juga hidup dengan padat penebaran tinggi meupun pada kolam yang
kadar oksigennya rendah karena lele (Clarias
gariepinus) mempunyai alat pernafasan tambahan yang disebut labirin yang
memungkinkan lele (Clarias gariepinus)
mengambil oksigen langsung dari udara untuk pernafasannya
(Sudarto, 2004).
Ikan lele termasuk dalam jenis ikan air tawar
dengan ciri – ciri tubuh yang memanjang, agak bulat, kepala gepeng, tidak
memiliki sisik, mulut besar, warna kelabu sampai hitam. Di sekitar mulut
terdapat bagian nasal, maksila, mandibula luar dan mandibula dalam,
masing-masing terdapat sepasang kumis. Hanya kumis bagian mandibula yang dapat
digerakkan untuk meraba makanannya. Kulit lele dumbo berlendir tidak bersisik,
berwarna hitam pada bagian punggung (dorsal) dan bagian samping (lateral).
Sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur merupakan sirip tunggal, sedangkan
sirip perut dan sirip dada merupakan sirip ganda. Pada sirip dada terdapat duri
yang keras dan runcing yang disebut patil. Patil lele dumbo tidak beracun
(Suyanto, 1991).
Ikan
lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai
dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air.
Ikan lele bersifat noktural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam
hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat
gelap. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan. Ikan lele dapat hidup
pada suhu 20oC, dengan suhu optimal 25-28oC. Pertumbuhan
larva diperlukan kisaran suhu antara 26-30oC dan untuk pemijahan
24-28oC, pada pH 6,5–9 (Mahyuddin, 2008)
Ikan
lele (Clarias batrachus) pertama kali matang kelamin pada umur satu
tahun dengan ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh 100
sampai 200 gram. Gonad ikan lele jantan dapat dibedakan dari ciri-cirinya yang
memiliki gerigi pada salah satu sisi gonadnya, warna lebih gelap, dan memiliki
ukuran gonad lebih kecil dari pada betinanya. Sedangkan, gonad betina ikan lele
berwarna lebih kuning, terlihat bintik-bintik telur yang terdapat di dalamnya,
dan kedua bagian sisinya mulus tidak bergerigi. Sedangkan organ – organ lainya
dari ikan lele itu sendiri terdiri dari jantung, empedu, labirin, gonad, hati,
lambung dan anus (Chinabut et. al., 1991).
Ciri
induk ikan betina yang telah matang gonad dapat dilihat dari bentuk perut yang
membesar sangat lembut, dapat juga dengan mengurut perut ikan tersebut. Bila
telur yang keluar secara pengurutan berbentuk bulat utuh, berwarna agak
kecoklatan atau hijau kekuningan maka induk dalam kondisi siap pijah. Pada
gonad ikan jantan dapat dilihat dari papilla genitalnya yang terletak dibelakang
dan mendekati sirip anus, berwarna merah, meruncing dan menyebar kearah
pangkalan, makan ikan tersebut telah matang kelamin (Rahmatullah, 2010).
Ikan
lele yang hidup di alam memijah pada musim penghujan dari bulan Mei sampai
Oktober. Ikan lele juga dapat memijah sewaktu-waktu sepanjang tahun, apabila
keadaan air kolam sering berganti. Pemijahan juga di pengaruhi oleh makanan
yang diberikan. Makanan yang bermutu baik akan meningkatkan vitalitas ikan
sehingga ikan lele lebih sering memijah (Saputri, 2009).
Apabila
telah dewasa, lele betina akan membentuk telur di dalam indung telurnya.
Sedangkan lele jantan membentuk sperma atau mani. Bila telur-telurnya telah
berkembang maksimum yaitu mencapai tingkat yang matang untuk siap dibuahi maka
secara alamiah ikan lele akan memijah atau kawin. Perkembangan telur dan sperma
berlangsung di dalam tubuh lele dengan mekanisme pengaturan oleh zat yang
disebut hormone kelamin gonadotropin atau gonade stimulating hormone (GSH).
Bila lele mencapai tingkat dewasa, hormone gonadotropin secara alami akan
terbentuk di dalam kelenjar hipofisa yang terletak di bawah otak kecil. Awalnya
hormone gonadotropin yang terbentuk sedikit kemudian dialirkan melalui darah ke
dalam indung telur, sehingga terbentuklah telur-telur yang semakin besar dan
banyak jumlahnya di dalam indung telur (Arhayu, 2013).
Sampai
suatu saat telur-telur menjadi matang untuk dibuahi oleh sperma (fertilisasi).
Namun kematangan telur yang terjadi dalam indung telur belum tentu segera
diikuti oleh kemauan induk untuk memijah sehingga diperlukan rangsangan yaitu
dengan mengubah iklim atau sifat-sifat air yang dapat membei rangsangan bagi
lele untuk membentuk hormone gonadotropin lebih banyak lagi. Perkembangan
muakhir untuk merangsang pemijahan ikan lele saat ini dapat menggunakan hormone
buatan atau hormone sintetis yang telah banyak diproduksi. Beberapa jenis
hormone tersebut antara lain Ovaprim, HCG, LHRH. Persyaratan penggunaan hormone
sintetis adalah induk lele hsrus sudah mengandung telur yang siap untuk memijah
(matang gonad) (Arhayu, 2013).
2.2 Teknologi
Pembenihan
Manajemen Pemeliharaan Induk
a.
Dari
|
Salah
satu faktor pendukung keberhasilan dalam usaha pembenihan ikan lele secara
buatan, terutama apabila usaha tersebut dituntut untuk menghasilkan jumlah
benih yang banyak dengan kualitas yang baik serta kontinyu, maka perlu
pengelolaan induk yang baik. Dari pengelolaan induk yang baik akan diperoleh
induk-induk lele dumbo yang berkualitas, sehingga pada gilirannya akan
menghasilkan benih- benih yang banyak dan berkualitas pula (Dardiani dan Sary,
2010).
Dalam pemeliharaan
induk ikan lele, ada beberapa hal yangpenting diperhatikan yang berhubungan
dengan tingkah lakunya, yaitu:
1.
Kanibalisme,
yaitu ikan-ikan saling memangsa dimana ikan besar memangsa ikan yang berukuran
kecil, terutama saat kondisi kekurangan pakan (lapar). Untuk menghindari sifat
kanibal hendaknya pakan diberikan dalam jumlah yang cukup kepada ikan lele yang
kita pelihara. Disamping itu penyortiran untuk memisahkan ikan yang besar dan
kecil penting dilaksanakan.
2. Rheo
taxis, ikan lele akan berenang dan mengikuti arah atau melawan arus air. Apabila
terdapat air yang masuk atau keluar dari kolam yang bocor ikal lele akan bisa
lolos melalui tempat yang bocor tersebut. Oleh sebab itu hendaknya jangan
sampai terdapat kebocoran pada kolam pemeliharaan.
3. Ikan
lele dapat loncat setinggi ± 0,5 m, dan melata di atas tanah. Ini dapat
mengakikatkan ikan lele lolos dari wadah pemeliharaan. Untuk menghindari
lolosnya ikan lele sebaiknya pematang dibuat tinggi atau kolam ditutup dengan
jaring, bisa juga dipasang pagar yang tinggi terbuat dari bambu.
4. Ikan nocturnal,yaitu
aktif mencari makan pada malam hari. Agar pemberian pakan efektip maka
sebaiknya dilakukan pada malam hari Oleh karena itu dalam pemeliharaan induk,
agar induk dapat hidup sehat dan dapat selalu siap memijah sesuai waktunya,
disamping memperhatikan hal-hal tersebut di atas, juga perlu memperhatikan
hal-hal seperti: pemberian pakan, pengelolaan kualitas dan kuantitas air (Dardiani dan Sary, 2010).
Agar
diperoleh kematangan induk yang memadai, setiap hari induk di beri pakan
bergizi. Jenis pakan yang diberikan yaitu pakan buatan berupa pellet sebanyak
3-5 % perhari dari dari total bobot induk yang dipelihara. Ada juga induk lele
diberi pakan berupa limbah peternakan ayam (ayam mati) yang dibakar atau
direbus atau dibakar terlebih dahulu. Pakan diberikan dua sampai tiga kali
sehari pada pagi, sore dan malam hari (Dardiani dan Sari, 2010)..
Dalam
pemeliharaan induk lele, kualitas air tidak terlalu berpengaruh. Induk lele
termasuk ikan yang mampu hidup pada kondisi kualitas air yang jelek sekalipun,
asalkan air tidak tercemar oleh limbah kimia berbahaya. Karena kemampuannya
hidup pada perairan yang terbatas sekalipun, maka sering induk lele ini
dipelihara pada bak atau wadah yang airnya tidak mengalir. Agar lele dapat
hidup dengan nyaman yang perlu diperhatikan adalah volume atau ketinggian air
wadah jangan sampai berkurang. Ketinggian air sebaiknya dipertahankan minimal
75 cm agar induk tidak mudah stres oleh gangguan dari lingkungan sekitar
seperti suara bising, lalu-lalang orang, dan sebagainya
(Vixs,
2013).
Tidak
semua induk yang dipelihara dapat dipijahkan. Hal ini disebabkan karena belum
tentu semua induk telah matang kelamin dan siap dipijahkan. Sebelum dipijahkan,
induk jantan dan betina dipilih sesuai dengan persyaratan. Salah satu persyaratan
yang mutlak adalah induk telah berumur 1 tahun, baik jantan maupun betina.
Pemilihan induk dilakukan dengan cara mengeringkan kolam induk, baik kolam
induk jantan maupun betina, sehingga induk-induk lele dumbo akan terkumpul.
Selanjutnya induk-induk tersebut ditangkap dengan menggunakan seser dan
ditampung dalam wadah seperti drum/tong plastic (Kurnianti, 2013).
Menurut
Restu (2013) ciri-ciri induk lele siap memijah adalah calon induk terlihat
mulai berpasang-pasangan, kejar-kejaran antara yang jantan dan yang betina.
Ikan lele yang sudah siap memijah menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut :
Induk jantan :
- Alat kelamin tampak jelas, meruncing
- Perutnya tetap ramping, jika
perut diurut akan keluar sperma
- Tulang kepala lebih mendatar
disbanding betinanya
- Jika warna dasar badannya hitam
(gelap)
- Umur induk jantan di atas tujuh
bulan
Induk betina :
- Alat kelamin bentuknya
bulat dan kemerahan, lubangnya agak membesar
- Tulang kepala agak cembung
- Geraknya lambat
- Warna badannya lebih cerah
dari biasanya
- Induk betina berumur satu
tahun.
Pemijahan Alami
Pada
dasarnya semua biota dewasa akan berusaha untuk berkembang biak. Jadi kalau
manusia menyiapkan sarana dan prasarana yang sesuai untuk terjadinya pemijahan
pada ikan lele yang telah matang gonad, proses pemijahan terjadi secara alami.
Namun demikian pada ikan yang telah matang gonad tetapi tidak mau memijah,
pemijahan bisa dilakukan dengan menyuntikkan hormone perangsang memijah (Vixs,
2013).
Pemijahan alami
tidak menggunakan tambahan obat-obatan untuk merangsang pemijahan. Pemijahan
alami masih banyak diterapkan oleh para pembudidaya lele saat ini. Mereka
beranggapan bahwa hasil yang diperoleh dengan teknik buatan belum tentu lebih baik dari teknik pemijahan
alami. Cara pemijahan alami pun diyakini lebih baik daripada menggunakan teknik
pemijahan buatan karena tidak terlalu memaksa indukan untuk mengeluarkan
telurnya. Jika induk ini telah siap memijah maka setelah induk jantan dan
betina disatukan, diharapkan akan terjadi pemijahan (Pusat Penyuluhan Kelautan
dan Perikanan, 2011).
Menurut Pusat
Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (2011), langkah-langkah yang diperlukan dalam
melakukan pemijahan alami antara lain:
1. Siapkan kolam pemijahan dengan
membersihkannya terlebih dahulu. Setelah itu masukkan kakaban sebagai tempat
menempelnya telur. Untuk kolam berukuran 2 m x 2 m x 1 m, dibutuhkan kakaban
sebnayak 10-12 buah. Kakaban diletakkan di dasar dan diberikan pemberat berupa
batu. Kakaban disusun berjajar memenuhi dan mengikuti panjang kolam agar tidak
ada telur yang tidak menempel.
2. Isi kolam dengan air hingga ketinggian
sekitar 40 cm.
3. Lakukan seleksi induk untuk mendapatkan
induk yang siap memijah dan memiliki gonad yang berkualitas dan berpotensi
menghasilkan banyak telur.
4. Setelah wadah terisi air, masukkan induk
yang telah diseleksi ke dalamnya dengan perbandingan satu ekor jantan dan dua
ekor betina. Biasanya, induk dipindahkan ke dalam wadah pemijahan pada sore
hari sekitar pukul 15.00 – 17.00. Pemindahan dari kolam indukan ke kolam
pemijahan dilakukan secara hati-hati dengan menggunakan seser atau serokan.
5. Biarkan induk dalam kolam selama satu
malam. Secara umum, lele akan memijah pada malam hari sekitar pukul 22.00 –
02.00. Pada proses pemijahan, betina akan mengeluarkan telur dan dibuahi oleh
sang jantan.
6. Lakukan pengecekan pada pagi harinya. Jika
pemijahan berlangsung lancar, pada pukul empat pagi telur-telur akan memenuhi
kakaban.
7. Pindahkan kakaban yang telah ditempeli
telur secara hati-hati ke dalam kolam penetasan. Jika induk baru memijah pada
pagi hari maka pemindahan kakaban dilakukan pada sore hari, sekitar pukul 14.00
– 16.00. Setelah itu, tinggal menunggu telur menetas.
8. Selanjutnya, pindahkan indukan yang telah
memijah dari kolam pemijahan ke kolam pemeliharaan induk. Induk betina dapat
dipijahkan kembali setelah tiga minggu sampai satu bulan masa istirahat.
Sedangkan induk jantan memerlukan waktu 1-2 minggu masa istirahat.
Pemijahan ikan baik secara alami maupun semi buatan memerlukan bak
sebagai wadah pemijahan. Menurut Prihatman (2000) penyiapan bak pemijahan untuk
indukan ikan lele harus memiliki syarat:
- Buat bak dari semen atau teraso dengan ukuran 1 x 1 m atau 1 x 2 m dan
tinggi 0,6 m.
- Di dalam bak dilengkapi kotak dari kayu
ukuran 25 x 40x30 cm tanpa dasar sebagai sarang pemijahan. Di bagian atas
diberi lubang dan diberi tutup untuk melihat adanya telur dalam sarang. Bagian
depan kotak/sarang pemijahan diberi enceng gondok supaya kotak menjadi gelap.
- Sarang pemijahan dapat dibuat pula dari
tumpukan batu bata atau ember plastik atau barang bekas lain yang memungkinkan.
- Sarang bak pembenihan diberi ijuk dan
kerikil untuk menempatkan telur hasil pemijahan.
- Sebelum bak digunakan, bersihkan/cuci dengan air dan bilas dengan
formalin 40 % atau KMnO4 (dapat dibeli di apotik); kemudian bilas lagi dengan
air bersih dan keringkan.
Pemijahan Semi Buatan
Pada
dasarnya semua biota dewasa akan berusaha untuk berkembang biak. Jadi kalau
manusia menyiapkan sarana dan prasarana yang sesuai untuk terjadinya pemijahan
pada ikan lele yang telah matang gonad, proses pemijahan terjadi secara alami.
Namun demikian pada ikan yang telah matang gonad tetapi tidak mau memijah,
pemijahan bisa dilakukan dengan menyuntikkan hormone perangsang memijah (Vixs,
2013).
Kebutuhan benih
lele yang sangat besar tidak mungkin dapat dicukupi hanya oleh induk-induk yang
memijah secara alami. Penyuntikan hormon mutlak diperlukan. Hormon alamiah bisa
disiapkan dari kelenjar hipofisa lele atau dari ikan mas. Hormon buatan/sintesis
adalah hormon buatan pabrik. Beberapa jenis hormon sintesis tersebut misalnya
Ovaprim, HCG, dan LHRH. Hormon Ovaprim relatif mudah diperoleh karena sudah
dijual umum seperti di toko perikanan di beberapa kota besar. HCG sebenarnya
merupakan hormon untuk manusia sehingga hanya dapat diperoleh bila disertai
resep dokter, sedangkan LHRH tergolong agak sulit diperoleh (Pusat Penyuluhan
Kelautan dan Perikanan, 2011).
Hormon sintesis
(buatan) kini dapat dibeli di toko-toko obat perikanan, yaitu hormon yang
disebut Ovaprim. Ovaprim berbentuk cairan yang disimpan dalam ampul. Satu ampul
berisi 10 ml. Dosis pemakaiannya 0,3-0,5 ml untuk lele yang beratnya 1 kg.
induk lele seberat 0,5 kg berarti memerlukan hormon ovaprim 0,15-0,25 ml.
Berikut ini merupakan cara penyuntikan hormone terhadap induk ikan lele:
1) Seorang membantu memegang ikan lele yang
hendak disuntik ( ikan betina lebih dulu) dengan satu tangan lagi memegang
pangkal ekor ikan. Letakan ikan tersebut sambil terus dipegang diatas meja yang
sudah disiapkan dan diberi alas handuk/lap bersih.
2) Seorang lainnya menyuntikan hormon yang
sudah disiapkan kedalam daging lele dibagian punggung. Sebanyak setengah dosis
disebelah kiri sirip punggung dan stengah dosis lagi disebelah kanan.
3) Lakukan penyuntikan secara hati-hati.
Setelah hormon didorong masuk, jarum dicabut, lalu bekas suntikan tersebut
ditekan/ditutup dengan jari beberapa saat agar hormone tidak keluar.
4) Setelah disuntik, ikan jantan dan betina
dimasukan kedalam kolam pemijahan yang sudah dipersiapkan sebelumnya
(Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan,
2011)..
Pemijahan buatan
Alternatif lain
pembuahan (fertilisasi) buatan yaitu dengan melakukan pengurutan (stripping).
Setelah hormon disuntikan dan induk siap memijah, disaat yang tepat dilakukan
pengurutan telur dan sperma untuk dicampurkan dalam suatu wadah agar terjadi
pembuahan secara buatan didalam baskom. Cara pengurutan ini lebih canggih dan
hasil benihnya lebih banyak karena segalanya lebih terkontrol. Namun, proses
ini memerlukan teknisi pelaksana yang mempunyai keterampilan lebih baik
(Hernowo dan Suryanto, 2010).
Menurut Bacthiar
(2006) terdapat beberapa keuntungan cara pengurutan ini antara lain seperti:
a)
Jumlah telur yang dihasilkan dapat dihitung secara persis (lebih ilmiah)
b) Jumlah telur yang dibuahi oleh sperma (derajat
fertilisasi) lebih banyak.
c) Dapat dilakukan pengaturan waktu, misalnya
waktu pengurutan, waktu mendapatkan burayak, dan pengaturan waktu lainnya.
Telur dalam wadah yang dibuahi lalu diteteskan didalam hapa dengan diairi air
bersih terus menerus sampai 2 minggu lamanya dengan diberi pakan zooplankton
dan serbuk pakan yang mencukupi.
Setelah disuntik
dengan hormon Ovaprim atau hormon dari hipofisa, induk jantan maupun induk
betina dipisahkan, masing-masing diletakan di dalam hapa yang telah dipasang
dikolam yang airnya jernih dan tenang. Sekitar 10 jam setelah disuntik,
diperkirakan telur sudah dapat diurut. Namun, sebelumnya induk lele tersebut
perlu diperiksa dahulu (sudah siap diurut atau belum). Cara memeriksanya antara
lain:
1) Induk lele ditangkap menggunakan serok.
Badannya dipegang dan kepalanya ditutupi dengan handuk basah, lalu perutnya
diurut sedikit kearah dubur.
2) Apabila beberapa butir telur dapat keluar
maka induk betina itu sudah siap untuk diurut. Pengurutan dilanjutkan untuk
mengeluarkan seluruh telurnya. Dengan hati-hati tetapi cukup kuat, perut ikan
diurut mulai dari sirip dada kearah dubur. Telur yang keluar ditampung dalam
sebuah baskom yang bersih dan kering.
3) Apabila telur belum dapat keluar saat
diurut maka induk lele tersebut dikembalikan kedalam hapa penampungan lagi.
Selanjutnya, perlu diperiksa lagi setiap 10-15 menit, barang kali telur sudah
siap dikeluarkan (Hernowo dan Suryanto,
2010)..
Selain itu, menurut
Amri dan Khairuman (2002) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses
pengurutan telur seperti:
1) Kain yang digunakan untuk menutup kepala
ikan pada waktu diurut harus halus dan bersih. Penggunaan kain ini dimaksudkan
supaya lele tidak meronta waktu diurut.
2) Wadah atau baskom untuk menampung telur
harus benar-benar kering dan bersih karena kotoran dapat mempengaruhi proses
pembuahan.
Sperma lele tidak
dapat dikeluarkan dengan cara pengurutan, melainkan harus
dibedah, jadi induk jantan harus dimatikan. Berikut ini adalah cara
mengeluarkan sperma menurut Mahyuddin (2008):
1) Induk jantan dibedah perutnya lalu seluruh
kantong sperma diambil.
2) Kantung sperma dipotong dengan gunting
yang bersih, kemudian dicampur dengan 100- 200 ml larutan garam fisiologis (
larutan NaCL 7%). Kantung sperma tersebut dijepit dengan pinset (atau dengan
jari tangan yang bersih), lalu diremas-remas agar sel-sel sperma keluar kedalam
larutan NaCl tersebut. Tidak ada ketentuan khusus tentang banyaknya larutan
garam fisiologis yang digunakan untuk mencampur sperma. Namun, umumnya setengah
gelas (100 ml) cukup untuk kantung sperma dari seekor lele jantan. Hal yang
perlu diketahui bahwa manfaat larutan garam 7% adalah untuk mengencerkan sperma
agar telur yang akan terbuahi semakin banyak dan untuk memperpanjang umur
sperma setelah keluar dari kantung sperma. Jika didalam air tanpa garam NaCl,
sperma lele hanya tahan hidup sekitar 3 menit, sedangkan didalam larutan garam
tersebut, dapat hidup sampai 60 menit.
Setelah telur dan
sperma berhasil dikeluarkan, segera dilakukan pembuahan buatan. Caranya adalah
sebagai berikut :
1) Telur ditampung dalam baskom. Sperma
didalam cawan tadi dituangkan kedalam telur lalu diaduk menggunakan bulu ayam
yang sudah dicuci bersih dan dikeringkan sebelumnya.
2) Campurkan telur dan sperma
tersebut lalu diaduk selama 2-3 detik, lalu dituangi air bersih (air sumur atau
air dari mata air) sebanyak 1-2 liter, penuangan air dilakukan secara
perlahan-lahan sambil terus diaduk selama 2 menit. Menurut pengalaman, saat ini
semua telur telah terbuahi oleh sperma.
3) Telur dicuci atau dibilas
dengan air bersih lebih banyak lagi agar sperma yang tersisa dapat terbuang
karena sperma adalah protein yang mudah membusuk yang dapat berakibat buruk
bagi telur.
4) Selanjutnya, telur yang telah terbuahi itu
ditebarkan dalam suatu tempat penetasan yang berbentuk nampan dari kain kelambu
atau dari kain jaring yang diapungkan didalam bak berisi air bersih dengan
aliran air jernih perlahan-lahan.
5)
Telur akan menetas dalam waktu 36-40 jam pada suhu air 26-28oC. telur
yang tidak terbuahi akan mati dan warnanya berubah menjadi putih dan akhirnya
ditumbuhi jamur. Oleh karena itu, telur yang telah berwarna putih harus segera
dibuang (Mahyuddin, 2008):.
2.3 Vaksinasi Penyakit
Ikan
Vaksinasi
benih ikan merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit yang efektif dan
prospektif. Vaksin adalah suatu produk biologi yang terbuat dari
mikroorganisme, komponen mikroorganisme yang telah dilemahkan, dimatikan atau
direkayasa genetika dan berguna untuk merangsang kekebalan tubuh secara aktif. Cara-cara vaksinasi sebelum benih ditebarkan:
a.
Untuk
mencegah penyakit karena bakteri, sebelum ditebarkan, lele yang berumur 2
minggu dimasukkan dulu ke dalam larutan formalin dengan dosis 200 ppm selama
10-15 menit. Setelah divaksinasi lele tersebut akan kebal selama 6 bulan.
b.
Pencegahan
penyakit karena bakteri juga dapat dilakukan dengan menyutik dengan terramycin
1 cc untuk 1 kg induk.
c.
Pencegahan
penyakit karena jamur dapat dilakukan dengan merendam lele dalam larutan
Malachite Green Oxalate 2,5–3 ppm selama 30 menit (Kurnianti, 2013).
BAB III
METODE
3.1 Waktu
dan Tempat
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) Universitas Sumatera Utara (USU)
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Tahun Akademik 2013/2014 akan
dilaksanakan selama 1 (satu) bulan yang dimulai tanggal 18 Juli 2013 sampai
dengan 18 Agustus 2013 bertempat di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar
(BBPBAT) Kabupaten Sukabumi – Jawa Barat.
3.2 Metode
Kegiatan
Metode kegiatan
yang akan dilaksanakan adalah metode Praktek Kerja Lapangan (PKL) yaitu
mengikuti kegiatan yang dilaksanakan pada instansi tersebut.
3.3 Materi
Kegiatan
Kegiatan yang akan
dilaksanakan adalah Pembenihan Ikan Lele. Dengan beberapa kegiatan yang akan
dilaksanakan, yaitu:
Persiapan
Bak
·
Menyiapkan
Bak Induk
·
Menyiapkan
Bak Pemijahan
·
Mengetahui
Ukuran Bak
·
Mengetahui
Kedalaman Air
Seleksi
Induk
·
Memilih
Induk yang baik
·
Mengetahui
ciri-ciri induk jantan dan betina yang siap memijah
Pemeliharaan
Induk
·
Mengetahui
frekuensi pemberian pakan
·
Mengetahui
kedalaman air pada bak induk
Pemijahan
·
Mengetahui
perbandingan induk jantan dan betina
·
Mengetahui
ukuran bak yang digunakan
·
Mengetahui
waktu pemasangan induk dan waktu pemijahan
Penetasan
Telur
·
Mengetahui cara penetasan telur
·
Mengetahui
jangka waktu penetasan telur
Pemeliharaan
Larva
·
Mengetahui
waktu pemberian pakan
·
Mengetahui
pentahapan ikan Lele berdasarkan umur dan jangka waktu pemeliharaan
Pemanenan
·
Mengetahui
cara, waktu, dan alat yang digunakan untuk pemanenan.
3.4 Jadwal
Kegiatan
Jadwal kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) terdapat pada table 1.
Tabel 1.
Jadwal Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
No.
|
MATERI KEGIATAN
|
18 Juli s/d 18 Agustus 2013
|
KET.
|
|||
Minggu ke-
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
|||
1
|
Perkenalan dan Orientasi Lapangan
|
ü
|
|
|
|
TENTATIF
|
2
|
Persiapan Sarana dan Prasarana
|
ü
|
|
|
|
|
3
|
Seleksi Induk
|
ü
|
|
|
|
|
4
|
Pemeliharaan Induk
|
ü
|
ü
|
|
|
|
5
|
Pemijahan
|
|
ü
|
|
|
|
6
|
Perawatan dan Penetasan Telur
|
|
ü
|
|
|
|
7
|
Pemeliharaan Larva dan Pendederan
|
|
ü
|
ü
|
|
|
8
|
Pemanenan
|
|
|
|
ü
|
|
9
|
Perpisahan
|
|
|
|
ü
|
Ket:
Jadwal dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi lapangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Bachtiar, Y. 2006. Panduan Lengkap
Budidaya Lele Dumbo. PT Agromedia Pustaka. Jakarta.
Chinabut, S., P. Chanratchakool and M.
Primpol. Histopathological studies of
infected walking catfish, Clarias macrocephalus Gunther. In:Proceedings of
the Seminar on Fisheries (September 16-18, 1991). Department of Fisheries,
Bangkok.
Dardiani dan I. R. Sary. 2010. Manajemen Pemeliharaan Induk. Diktat.
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Hernowo dan S.R Suyanto. 2010. Pembenihan
dan Pembesaran Lele. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kurnianti, N. 2013. Budidaya Ikan Lele Semi Intensif. Dikutip dari http://petunjukbudidaya.blogspot.com. Diakses pada 4 Juli 2013.
Mahyuddin, K. 2008. Panduan Lengkap
Agribisnis Lele. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prihatman, K. 2000. Budidaya Ikan Lele. Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan
Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Jakarta.
Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan.
2011. Budidaya Ikan Lele. Departemen
Perikanan dan Kelautan, Jakarta.
Restu, A.
2013. Cara Memilih Indukan. Dikutip dari http://aldirestu01.blogspot.com. Diakses pada 4 Juli 2013.
Saputri, F. 2009. Tehnik Pembenihan Lele. Dikutip dari http://www.scribd.com.
Diakses pada 4 Juli 2013.
Sudarto. 2004. Karakteristik Genetik Ikan Lele. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor.
Suyanto, SR. 1991. Budidaya Ikan Lele. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Vixs, D. 2013. Teknologi
Pembenihan. Dikutip dari http://www.scribd.com. Diakses pada 4 Juli 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar