Manajemen Sumberdaya Perairan
Sumberdaya perairan merupakan segala potensi yang
ada dalam lingkungan perairan baik perairan umum maupun perairan laut.
Pengelolaan sumberdaya perairan adalah upaya pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya dan lingkungan perairan secara optimal sesuai dengan daya dukung
lingkungan perairan secara berkelanjutan dalam rangka mempertahankan
kelestarian sumberdaya perairan.
Undang-Undang RI No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan,
menyebutkan bahwa penyelenggaraan kehutanan yang bertujuan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat adalah dengan meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai
(DAS) dan mempertahankan kecukupan hutan minimal 30 % dari luas DAS dengan
sebaran proporsional. Sedangkan yang dimaksud dengan Daerah Aliran Sungai (DAS)
didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan
sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara
alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut
sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No 7
tahun 2004 tentang Sumberdaya Air).
Berdasarkan pengertian dari definisi tersebut maka
DAS merupakan suatu wilayah daratan atau lahan yang mempunyai komponen
topografi, batuan, tanah, vegetasi, air, sungai, iklim, hewan, manusia dan
aktivitasnya yang berada pada, di bawah, dan di atas tanah. Sekalipun definisi
atau pengertian DAS sama pada beberapa Peraturan Perundangan yang berbeda
(Kehutanan dan Sumberdaya Air), namun implementasi dan pengejawantahannya dalam
Pengelolaan DAS belum sama; sekaligus ini menjadi masalah pertama yang harus
dituntaskan agar platform dan mainframe setiap kementerian, instansi, dan
lembaga lainnya menjadi sama. Pengelolaan DAS adalah upaya dalam mengelola
hubungan timbal balik antar sumberdaya alam terutama vegetasi, tanah dan air
dengan sumberdaya manusia di DAS dan segala aktivitasnya untuk mendapatkan
manfaat ekonomi dan jasa lingkungan bagi kepentingan pembangunan dan
kelestarian ekosistem DAS. Pengelolaan DAS pada prinsipnya adalah pengaturan
tata guna lahan atau optimalisasi penggunaan lahan untuk berbagai kepentingan
secara rasional serta praktek lainnya yang ramah lingkungan sehingga dapat
dinilai dengan indikator kunci (ultimate indicator) kuantitas, kualitas dan
kontinuitas aliran sungai pada titik pengeluaran (outlet) DAS. Jadi salah satu
karakteristik suatu DAS adalah adanya keterkaitan biofisik antara daerah hulu
dengan daerah hilir melalui daur hidrologi.
Manajemen Sumberdaya Perikanan
Kebijakan pengembangan kawasan pesisir yang telah
dilaksanakan sejak pemerintah orde baru juga terindikasi masih bersifat parsial
dan direncanakan dari atas {top down). Hal ini dapat terlihat dari
berbagai program pembangunan pesisir yang hanya mementingkan beberapa aspek
saja dan belum terpadu, sehingga seringkaii kurang atau bahkan tidak
mencerminkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat lokal. Boleh dikatakan bahwa
strategi pembangunan pesisir selama ini masih belum berdasarkan sistem
pembangunan partisipatif dan kurang mendayagunakan potensi masyarakat secara
terpadu, dengan demikian kebijakan tersebut tidak dapat dinikmati oleh
masyarakat yang membutuhkannya sehingga sebagian besar masyarakat nelayan masih
hidup dalam keadaan miskin.
Pengelolaan sumberdaya perikanan (fisheries
management) merupakan upaya penting dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan
dalam bentuk pengelolaan dengan pemeliharaan ikan untuk mendapatkan hasil yang
optimum dan dalam menjaga kesinambungan sumberdaya (sustainability). Hal
ini dimaksudkan agar tidak hanya generasi sekarang yang dapat menikmati
kekayaan sumberdaya, tetapi juga generasi mendatang.
Sumberdaya perikanan sering dikemukakan sebagai
wadah bersama (common pool resources) yaitu sumberdaya yang berada pada
suatu wadah atau ekosistem dimana penangkapan ikan dilakukan secara
bersama-sama. Sebagai suatu wadah bersama, sumberdaya perikanan memiliki
sifat-sifat interkoneksitas, indivisibilitas dan substraktibilitas.
Sifat interkoneksitas artinya bahwa sumberdaya perikanan memiliki saling
keterkaitan antara suatu komponen, seperti antara jenis ikan serta antara ikan
dengan lingkungannya. Sifat indivisibilitas artinya bahwa sumberdaya
perikanan tidak mudah dibagi-dibagi menjadi bagian atau milik wilayah perairan
tertentu. Sifat ini muncul karena ikan melakukan migrasi antar wilayah dan
tidak bisa dibatasi pergerakannya dalam suatu ekosistem alam. Sifat substraktibilitas
artinya bahwa sumberdaya ikan bila diambil oleh orang tertentu pada waktu
tertentu akan mempengaruhi keberadaan dan ketersediaan ikan bagi orang lain di
waktu yang lain.
Pengelolaan perikanan di wilayah perairan Indonesia
tidak terlepas dari peraturan-peraturan yang berlaku baik berbentuk
undang-undang maupun peraturan pemerintah dan keputusan menteri, dan juga
peraturan-peraturan yang bersifat internasional. UU Nomor 45 Tahun 2009 Tentang
Perikanan Pasal 1 menyatakan bahwa pengelolaan perikanan adalah semua upaya
termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis,
perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan
implementasi serta penegakan hukum dari perundang-undangan di bidang perikanan,
yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai
kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah
disepakati. Pada Pasal 2 dinyatakan bahwa pengelolaan perikanan dilakukan
berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan,
keterbukaan, efisiensi dan kelestarian yang berkelanjutan. Tujuan pengelolaan
perikanan tercantum pada Pasal 3, yaitu (1) meningkatkan taraf hidup nelayan
kecil dan pembudidaya ikan kecil, (2) meningkatkan penerimaan dan devisa
negara, (3) mendorong perluasan dan kesempatan kerja, (4) meningkatkan
ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan, (5) mengoptimalkan pengelolaan
sumber daya ikan, (6) meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya
saing, (7) meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan,
(8) mencapai pemanfaatan sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan
lingkungan sumber daya ikan secara optimal, serta (9) menjamin kelestarian
sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan dan tata ruang.
Pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dibagi dalam
dua kelompok besar yaitu (1) res communes atau properti bersama, atau
ada yang memiliki, dan (2) res nullius atau tanpa pemilik. Rezim
sumberdaya yang dimiliki bersama (res communes) dapat dibagi
menjadi : (1) dimiliki oleh semua orang sehingga pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya tersebut terbuka bagi setiap orang, (2) dimiliki oleh atau property
masyarakat tertentu yang jelas batas-batasnya dan karena itu sumberdaya hanya
terbuka bagi masyarakat itu dan tertutup bagi masyarakat lain, (3) properti
pemerintah yang berarti bahwa hak-hak pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
tersebut ada di tangan pemerintah yang dapat saja dialihkan kepada masyarakat,
dan (4) properti swasta dimana swasta selaku perusahaan atau individu memiliki
hak pemanfaatan dan pengelolaan. Rezim sumberdaya perikanan tanpa pemilik (res
nullius) artinya bahwa sumberdaya tidak dimiliki oleh siapapun. Rezim ini
bisa berupa de-facto atau de-jure tanpa pemilik. De-facto tanpa
pemilik artinya rezim tersebut secara de-jure memang dimiliki namun
aturan-aturan yang mendasarinya tidak efektif sehingga akhirnya sumberdaya
tersebut dalam kenyataannya seperti tanpa pemilik. De-jure artinya
kondisi dimana ada sistem yang mendeklarasikan bahwa sumberdaya tersebut memng
tidak dimiliki oleh siapapun.
Pengelolaan sumberdaya perikanan memerlukan rencana
yang baik yang harus disetujui dan didukung oleh segenap dari mereka yang
terlibat dan yang berkepentingan, yakni para stakeholders (pemangku
kepentingan). Dengan melibatkan seluruh stakeholders maka kewajiban dan
tanggung jawab mereka terhadap pemanfaatan dan pengelolaan jangka panjang atas
sumberdaya ikan dan ekosistemnya dapat ditingkatkan.
Dalam
kasus perikanan, Ruddle (1999) diacu dalam Satria (2009) mengidentifikasi
unsur-unsur tata pengelolaan sebagai berikut:
a. Batas
wilayah: ada kejelasan batas wilayah yang kriterianya adalah mengandung
sumberdaya yang bernilai bagi masyarakat.
b. Aturan:
berisi hal-hal yang diperbolehkan dan yang dilarang. Dalam dunia perikanan,
aturan tersebut biasanya mencakup kapan, dimana, bagaimana, dan siapa yang
boleh menangkap.
c. Hak:
pengertian hak bisa mengacu kepada seperangkat hak kepemilikan.
d. Pemegang
Otoritas: merupakan organisasi atau lembaga yang dibentuk masyarakat yang
bersifat formal maupun informal untuk kepentingan mekanisme pengambilan
keputusan. Ada pengurus dan susunan disesuaikan dengan kondisi.
e. Sanksi:
untuk menegakkan aturan diperlukan sanksi sehingga berlakunya sanksi merupakan
indikator berjalan tidaknya suatu aturan. Ada beberapa tipe sanksi: sanksi
sosial (seperti dipermalukan atau dikucilkan masyarakat), sanksi ekonomi
(denda, penyitaan barang), sanksi moral (melalui mekanisme pengadilan formal)
dan sanksi fisik (pemukulan).
f.
Pemantauan dan evaluasi oleh masyarakat
secara sukarela dan bergilir yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pengelolaan.
Sumber bacaan:
1. Amrizal dan Zulkarnain. 2008. Strategi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Berbasis Masyarakat Di Kabupaten Indragiri Hilir (Studi Kasus
Kawasan Panglima Raja Kecamatan Concong).
Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 2008. Kerangka Kerja Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Di Indonesia Amanah Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2008
Tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar