PENDAHULUAN
Sistem perencanaan
pembangunan Nasional dan perencanaan tata ruang sama-sama menekankan suatu
proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui urutan pilihan
(prioritas) secara berhirarki dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia.
Namun, perencanaan tata ruang memiliki fokus kepada aspek fisik spasial yang
mencakup perencanaan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang. Proses
perencanaan tata ruang dapat dijelaskan dengan pendekatan sistem yang
melibatkan input, proses dan output. Input yang digunakan adalah keadaan fisik
seperti kondisi alam dan geografis, sosial budaya seperti demografi sebaran
penduduk, ekonomi seperti lokasi pusat kegiatan perdagangan yang ada maupun
yang potensial dan aspek strategis nasional lainnya.
Persoalan yang cukup mendapat sorotan adalah apakah
negara-negara sedang berkembang harus mengorbankan kepribadian nasional demi
keuntungan-keuntungan ekonomi yang dijanjikan oleh proses modernisasi. Dalam
dimensinya yang bersifat fisik, efek sampingan dari proses pembangunan antara
lain berupa masalah yang berkaitan dengan pencemaran dan kelestarian
lingkungan. Hal ini menjadi masalah karena dalam jangka pendek akan membawa
pengaruh pada keindahan, kerapian, kebersihan dan terutama pada kesehatan
masyarakat, sedang dalam jangka panjang akan berpengaruh terhadap kelangsungan
proses itu sendiri. Perubahan yang terjadi melalui proses pembangunan sering
kali merupakan perubahan yang dipercepat dalam rangka mengatasi keterbelakangan
dan kemiskinan sesegera mungkin.
Infrastruktur fisik, terutama jaringan transportasi, memiliki
keterkaitan yang sangat kuat dengan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah maupun
terhadap kondisi sosial budaya kehidupan masyarakat. Dalam konteks ekonomi,
infrastruktur sebagai modal sosial masyarakat merupakan tempat bertumpu
perkembangan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin
dicapai tanpa ketersediaan infrastruktur yang memadai. Namun penting bagi
tercapainya pembangunan berkelanjutan bahwa pembangunan infrastruktur memiliki
kompatibilitas dengan kondisi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia di wilayah
pengembangan, sehingga dilakukan penataan ruang agar terbentuk alokasi ruang
yang menjamin kompatibilitas tersebut.
Untuk mendukung perwujudan konsep pengembangan Wilayah
Sumatera yaitu mengembangkan Sumatera menjadi wilayah yang maju dan sebagai
satu kesatuan sistem keruangan yang terpadu, dengan memperhatikan kondisi
fisik, geografis dan sosial ekonomi serta mengembangkan Sumatera dengan
orientasi global serta memperbesar peluang terjadinya interaksi dengan kawasan
pertumbuhan dalam lingkup regional dan internasional, maka dirumuskan strategi
pengembangan wilayah dalam bentuk strategi pemanfaatan ruang, strategi
pengembangan sistem kota dan strategi pengembangan infrastruktur yang merupakan
langkah-langkah operasional mengimplementasikan rencana tata ruang. Dalam
pembangunan jalan berbasis penataan ruang, dukungan transportasi dalam
perwujudan rencana pengembangan ruang wilayah Sumatera ke depan dirumuskan ke
dalam strategi spasial pengembangan sistem jaringan transportasi.
Sistem
perencanaan ruang wilayah secara substansial diselenggarakan secara berhirarkis
yakni dalam bentuk RTRW Nasional, RTRW Propinsi dan RTRW Kabupaten/Kota yang
selanjutnya masing-masing dijabarkan operasionalisasinya dalam rencana yang
sifatnya lebih rinci. RTRWN merupakan perencanaan makro strategis jangka
panjang dengan horizon waktu hingga 25 tahun ke depan dengan menggunakan skala
ketelitian 1 : 1.000.000. RTRW Pulau pada dasarnya merupakan instrumen
operasionalisasi dari RTRWN. RTRW Propinsi merupakan perencanaan makro
strategis jangka menengah dengan horizon waktu 15 tahun pada skala ketelitian 1
: 250.000.
Pembangunan jalan raya dari Meulaboh, Aceh Barat, di Selat
India melalui tanah Gayo Alas ke Perlak, Aceh Utara, di Selat Malaka dan
dijuluki jalan raya Ladia Galaska. Rencana ini mencakup 470 km jalan utama, 713
km jalan pengembangan, dan 369 km jalan mendukung yang melewati Kawasan
Ekosistem Leuser. Biaya anggaran ditaksir Rp 1 triliun. Sudah dibangun 20 km
jalan tanpa analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), tanpa studi kelayakan
dan studi arus asal dan tujuan barang serta penumpang, tanpa dukungan rencana
tata ruang dan melanggar Undang-Undang Pokok Kehutanan dengan melintasi Kawasan
Ekosistem Leuser yang terikat kesepakatan kerja sama antara Uni Eropa dan
Pemerintah Indonesia.
Dengan dana Rp 1 triliun, dapat direhabilitasi dan dinaikkan
bobot jalan utama dari Singkil-Tapak Tuan-Meulaboh ke Banda Aceh di pantai Aceh
Barat, Lautan India, untuk dihubungkan dengan Langsa- Peureula-Lhok
Seumawe-Bireuen-Sigli ke Banda Aceh di pantai Aceh Utara, Selat Malaka. Dan,
dari Bireuen dapat direhabilitasi jalan melalui Takengon ke Blangkejeran di
tanah Gayo Alas.
Gambar
1. Peta Lokasi Pembangunan Proyek Ladia Galaska
Wahana Lingkungan
Hidup Aceh (WALHI Aceh) memasukan Peninjauan Kembali (PK) keputusan Mahkamah
Agung (MA) RI atas kasuspembangunan jalan Ladia Galaska melalui Pengadilan
Negeri Banda Aceh. WALHI Aceh telahmengumpulkan bukti-bukti baru (novum) atas
kerusakan lingkungan akibat pembangunan jalanLadia Galaska di kawasan hutan
lindung.
Adapun novum-novum tersebut antara lain :
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 1985 Tentang Perlindungan Hutan. Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) PP
No.28 Tahun 1985 menentukan bahwa : “Kawasan hutan dan hutan cadangan DILARANG
dikerjakan atau diduduki TANPA IZIN MENTERI”. Menteri adalah Menteri Kehutanan
Republik Indonesia (Pasal 1 angka 5 PP ini). “Hutan lainnya dikerjakan oleh
yang berhak sesuai dengan petunjuk Menteri”. Pasal 8 ayat (2) PP No.28 Tahun
1985 menentukan bahwa: “Siapa pun DILARANG melakukanpenebangan pohon dalam
radius/jarak tertentu dari mata air, tepi jurang, waduk, sungai dananak sungai
yang terletak di dalam kawasan hutan, hutan cadangan dan hutan lainnya”.
Pasal50 ayat (3) huruf c. UU No.41 Tahun 1999.
2. Sekalipun PP No.28 Tahun 1985 dinyatakan
telah dicabut secara formal oleh Pasal 56Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No.45 Tahun 2004 TentangPerlindungan Hutan,akan tetapi
normatif-substantifnya masih tetap berlaku dan mengikat sepanjang
kewenanganatributif dan delegatifnya adalah belum ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangandibawahnya sebagai turunan PP No.45 Tahun 2004 tersebut. Apa
lagi secara prosedural padamasanya gugatan ini sebagai hokum positif terhadap
PP No.28 Tahun 1985. (Bukti PK-2)
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.34
Tahun 2002 Tentang Tata Hutan danPenyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,
Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan KawasanHutan.Pasal 72 ayat (3 huruf b.), ayat
(5 huruf a.) dan ayat (6) PP ini menentukan bahwa,”Penggunaan kawasan hutan untuk
kepentingan umum terbatas, antara lain meliputi kegiatanpembangunan (a). Jalan
umum dan jalan kereta api, diatur lebih lanjut dengan KeputusanPresiden”.
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia No.32
Tahun 1990 Tentang Pengelolaan KawasanLindung. Pasal 8 Keppres ini menentukan
bahwa:
a. Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng
lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihinilai skor 175, dan atau
b. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan
40 % atau lebih dan atau;
c. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas
permukaan laut 2.000 meter atau lebih.Pasal 39 ayat (1) “Pemerintah Tingkat II
wajib mengendalikan pemanfaatan ruang di kawasanhutan lindung”.
5. Keputusan Presiden R.I. No.33 Tahun 1998
Tentang Pengelolaan Kawasan EkosistemLeuser.
6. Keputusan Menteri Kehutanan R.I. No.190/Kpts-II/2001
Tentang Pengesahan BatasKawasan Ekosistem Leuser di Provinsi Daerah Istimewa
Aceh, tanggal 29 Juni 2001.
7. Surat, Badan Pengelola Kawasan Ekosistem
Leuser (BPKEL) Wilayah Aceh, PemerintahAceh, tanggal 24 Maret 2011, Nomor:
522.1/071/III/2011, hal: Permintaan Data Ladia Galaska,karena surat dari
Pemohon PK tgl 23 Maret 2011, Nomor:37/DE/ WALHI Aceh/III/2011, hal:Permintaan
Data Ladia Galaska.
8. Surat, Badan Pengelola Kawasan Ekosistem
Leuser, Februari – 2009, Kawasan EkosistemLeuser Sebagai Kawasan Strategis
Nasional.
9. Surat, Tapal Batas Kawasan Ekosistem
Leuser (SK Menteri Kehutanan No.190/Kpts-II/2001).
Namun Majelis Hakim Mahkamah Agung
(MA) RI menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi) terhadap proyek pembangunan jalan Ladia Galaska
(Lautan Hindia, Gayo Alas, dan Selat Malaka) yang dilaksanakan Pemerintah Aceh
sejak 2002-2007. Menurut MA, proyek itu tidak melanggar analisis mengenai
dampak lingkungan (Amdal).
Mengenai turunnya
putusan MA tersebut diterima Serambi dari Juru Sita Pengadilan Negeri (PN)
Banda Aceh Budiwansyah SH. Menurutnya, beberapa hari lalu PN Banda Aceh
menerima pemberitahuan dan putusan PK itu dari majelis hakim MA. Selanjutnya,
Budiwansyah atas perintah Ketua PN Banda Aceh mengirim relas pemberitahuan
putusan itu kepada Pemerintah Aceh melalui Kepala Biro Hukum dan Humas
Pemerintah Aceh, Makmur Ibrahim SH MHum pada 30 Juli 2012. Ditemui terpisah,
Kabag Humas Pemerintah Aceh, Usamah El-Madny membenarkan pihaknya telah
menerima berkas putusan MA itu. Dalam putusan bernomor 730 PK/Pdt/2011 yang
diperlihatkan Usamah, pertimbangan hukum majelis hakim MA adalah menyatakan
tidak terbukti proyek pembangunan jalan Ladia Galaska seperti diungkapkan
Walhi, seperti merambah hutan lindung dalam Kawasan Ekosistem Lauser (KEL),
merusak ekologis, mengakibatkan longsor, dan lain-lain.
Gambar 2. Proyek Ladia Galaska
Awalnya Walhi menggugat Pemerintah Aceh ke PN Banda Aceh
karena menilai proyek jalan dan jembatan di kawasan Ladia Galaska telah
melanggar UU Lingkungan Hidup, UU Kehutanan, merusak lingkungan hidup, Taman
Nasional Gunung Leuser (TNGL) karena memotong kawasan hutan lindung, mengganggu
lingkungan hidup satwa, fauna, dan flora, menyebabkan hutan gundul yang akan
mengakibatkan banjir besar dan tanah longsor. Gugatan Walhi di pengadilan
tingkat pertama itu ditolak karena tidak terbukti. Tak terima itu, Walhi
mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh, tapi juga ditolak karena
tak terbukti. Kemudian, mereka mengajukan kasasi ke MA, juga ditolak karena
alasan yang sama Akhirnya, mereka menempuh upaya hukum terakhir, yaitu
mengajukan permohonan PK ke MA dengan mengajukan bukti baru, tapi upaya hukum
terakhir itu pun juga tak terbukti.
Walhi mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan proyek Ladia
Galaska yang meliputi jalan Jeuram-Beutong Ateuh-Takengon (128 km), jalan
Blangkejeren-Pinding-Lokop-Peureulak (170 km), dan jalan
Takengon-Ise-ise-Blangkejeren (156 km) yang dilaksanaan Pemerintah Aceh tahun
2002-2007.
Walhi menilai, proyek jalan dan jembatan di kawasan Ladia
Galaska itu telah melanggar UU Lingkungan Hidup, UU Kehutanan, merusak
lingkungan hidup dan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), karena memotong
kawasan hutan lindung, mengganggu lingkungan hidup satwa, fauna, dan flora,
berdampak gundulnya hutan yang mengakibatkan banjir besar dan tanah longsor.
Pemerintah Aceh dan pihak legislatif sempat sangat girang
ketika Mahkamah Agung (MA) berdasarkan Surat Keputusan MA Nomor 1343K/Pdt/2007
Tanggal 12 Agustus 2008 menolak permohonan kasasi Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (Walhi) terkait tiga proyek jalan Ladia Galaska (Lautan Hindia, Gayo
Alas, dan Selat Malaka) yang dilaksanakan Pemerintah Aceh sejak tahun
2002-2007.
Proyek jalan tembus yang dimaksud dalam proyek Ladia Galaska
itu tetap akan dilanjutkan hingga tembus. Cita-cita dan misi dari pembuatan
proyek Ladia Galaska itu untuk menghapus isolasi transportasi antara wilayah,
yaitu Aceh pedalaman dengan pantai timur utara dan pantai barat-selatan Aceh.
Nama proyek itu sekarang sudah diganti, tidak lagi Ladia Galaska, melainkan
proyek jalan penghubung antarlintas wilayah Aceh pedalaman dengan pantai
timur-utara dan pantai barat-selatan Aceh.
Pihak walhi tidak menyerah di tengah kegembiraan
eksekutif-legislatif atas putusan MA Nomor 1343K/Pdt/2007 Tanggal 12 Agustus
2008, ternyata Walhi tidak menyerah. Malah, Walhi tetap melanjutkan proses
hukum terhadap bagian proyek Ladia Galaska dengan mengambil kesempatan
Peninjauan Kembali (PK). Walhi sama sekali tidak menolak pembangunan jalan yang
akan bermanfaat bagi kemajuan masyarakat Aceh sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang Negara Republik Indonesia tetapi Walhi hanya mempersoalkan
sebagian dari ruas-ruas jalan Ladia Galaska yakni ruas yang masuk ke dalam
kawasan hutan lindung dan konservasi seperti Hutan Lindung Burlintang, Hutan
Lindung Singgahmata Gayo, Kawasan Ekosistem Leuser, dan dua bagian lainnya.
Walhi menyarankan agar ruas-ruas tersebut dialihkan sehingga tidak masuk ke
kawasan konservasi dan pembangunan tidak perlu terhambat. Namun pemerintah
tidak mengindahkan
Pejabat di Aceh harusnya memperhatikan Undang-Undang Nomor
11/2006 tentang Pemerintahan Aceh pada Pasal 150, Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2006 tentang Penataan Ruang yang diturunkan dengan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 26 Tahun 2007 tentang RTRWN yang mengatur kegiatan dalam KSN berstatus lindung.
“Peraturan-peraturan tersebut mengancam pejabat negara yang tidak
mengindahkannya dengan pidana penjara antara 3-5 tahun dan denda hingga Rp 500
juta.”
Walhi menyatakan keprihatinan karena selama beberapa tahun
belakangan ini di sepanjang ruas-ruas Ladia Galaska telah terjadi rentetan
bencana alam, dengan rincian 26 kali di Nagan Raya, delapan kali di Aceh
Tengah, 23 kali di Aceh Timur, sembilan kali di Gayo Lues, dua kali di Bener
Meriah, dan 19 kali di Aceh Tenggara.
Kini,
di tengah belum berakhirnya keprihatinan Walhi, MA kembali mementahkan upaya
hukum yang dilakukan organisasi ini melalui Peninjauan Kembali (PK).
Tetapi pemerintah aceh menyambut baik putusan PK majelis
hakim MA itu. Dengan demikian pemerintah sudah bisa lebih fokus untuk melanjutkan
pembangunan yang sebelumnya terhalang proses hukum. Begitu pun, kita juga
mengucapkan terima kasih dan memberi apresiasi kepada walhi. Dengan adanya
gugatan mereka, maka keabsahan tentang pembangunan jalan itu sudah benar-benar
diuji proses hukum.
Secara resmi walhi aceh belum menerima putusan tersebut, tapi
mungkin dikirim langsung ke walhi pusat di jakarta. Kita tetap menyambut baik
putusan itu dan mempersilakan pemerintah aceh melanjutkan pembangunan. Dari
awal kita tidak bermaksud menghalangi pembangunan, melainkan mengingatkan untuk
meminimalisir kerusakan lingkungan. Karena itu, kita tetap berharap pemerintah
mencari jalur-jalur alternatif untuk meminimalisir kerusakan yang akhirnya juga
berdampak terhadap masyarakat.
Sumber:
1. Dardak, H. 2005.Pengembangan Jaringan Jalan Wilayah Sumatera Berbasis Penataan Ruang. Direktur Jenderal Penataan Ruang
Departemen Pekerjaan Umum.
2.
WALHI.
2011. WALHI Aceh Ajukan PK Ladia Galaska.
3.
Warta
Warga. 2007. Konflik Sosial Pengembangan Proyek Ladia Galaska.
1 komentar:
This is how my associate Wesley Virgin's adventure launches with this SHOCKING and controversial video.
As a matter of fact, Wesley was in the military-and shortly after leaving-he revealed hidden, "MIND CONTROL" secrets that the government and others used to get anything they want.
These are the EXACT same methods many celebrities (notably those who "come out of nowhere") and top business people used to become rich and successful.
You probably know how you utilize only 10% of your brain.
That's mostly because most of your brainpower is UNTAPPED.
Maybe this thought has even occurred INSIDE OF YOUR own mind... as it did in my good friend Wesley Virgin's mind about 7 years back, while riding an unregistered, beat-up bucket of a car without a license and on his debit card.
"I'm absolutely fed up with going through life paycheck to paycheck! When will I finally make it?"
You've been a part of those those types of thoughts, isn't it so?
Your own success story is waiting to start. Go and take a leap of faith in YOURSELF.
CLICK HERE TO LEARN WESLEY'S SECRETS
Posting Komentar