Sabtu, 21 Desember 2013

PERANAN IRIGASI DI BIDANG PERAIRAN



PAPER
PERANAN IRIGASI DI BIDANG PERAIRAN

Menurut sejarah, peradaban manusia telah mengikuti perkembangan irigasi. Kekunoan irigasi tercatat dengan baik dan secara tertulis dalam sejarah umat manusia. Kerajaan-kerajaan besar di berbagai belahan bumi pada zaman sebelum masehi, telah menunjukkan peranan irigasi dalam membuat kerajaan tersebut menjadi kerajaan besar. Seperti peradaban di lembah Sungai Shindu dapat dilihat pada kota Mohenjo-Daro dan Harappa yang telah menerapkan irigasi untuk menunjang hasil pertanian. Mereka telah berhasil membuat pengairan yang baik, mereka membuat waduk dan saluran-saluran untuk mengalirkan air dari sungai ke lahan-lahan pertanian.
Tekanan kehidupan dan kebutuhan untuk penyedian tambahan makanan telah memerlukan suatu pengembangan irigasi yang pesat di seluruh dunia. Kemajuan ilmu dan teknologi senantiasa memperluas batas-batas yang dapat dicapai dalam bidang keirigasian. Manusia mengembangkan ilmu alam, ilmu fisika dan juga hidrolika yang meliputi statika dan dinamika zat cair. Semua ini membuat pengetahuan tentang irigasi bertambah lengkap.
Pengertian irigasi secara umum adalah pemberian air ke suatu tempat tertentu dengan maksud untuk menunjang pertanian. Namun pada perkembangannya irigasi tidak terbatas pada kepentingan pertanian saja. Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya.
Selain untuk pertanian, irigasi juga sangat diperlukan untuk kebutuhan perikanan. Penataan jaringan irigasi yang baik sangat menunjang untuk mendapatkan kapasitas dan kualitas air yang diperlukan untuk pemeliharaan ikan. Budidaya perikanan dalam tambak membutuhkan pengairan yang baik sehingga irigasinya harus benar-benar diperhatikan seperti halnya irigasi untuk pertanian. Jaringan irigasi tambak merupakan suatu jaringan irigasi yang dipergunakan untuk menyediakan dan mengatur air yang masuk ke dalam tambak secara teknis dan sistematis.
Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data dari World Vector Shoreline, United State Defense Mapping Agency tahun 2001, Indonesia memiliki 17.504 pulau, lautnya sangat luas dan memiliki garis pantai mencapai 95.151 km. Indonesia memiliki potensi sumber daya laut dan pantai yang sangat besar. Namun potensi tersebut memberi tantangan yang besar yaitu bagaimana dapat memanfaatkannya secara optimal.
Budidaya perikanan merupakan salah satu pemanfaatan sumber daya air laut. Budidaya perikanan dalam tambak menjadi salah satu cara yang sangat potensial, yaitu usaha memanfaatkan air laut untuk dialirkan dalam petak-petak tambak yang dibuat didarat dan selanjutnya dipelihara benih ikan atau udang di dalam petak-petak tambak tersebut. Hasil dari budidaya ini apabila dimanfaatkan secara optimal akan memberikan hasil yang sangat menguntungkan.
Dengan semakin berkembangnya usaha budidaya tambak baik untuk ikan maupun udang yang membutuhkan persyaratan kualitas dan kapasitas air yang baik, maka perlu adanya perbaikan sistem irigasi berdasarkan studi yang lebih terperinci mengenai kondisi fisik daerah yang menyangkut masalah sistem tata airnya. Dengan pengetahuan ini maka perencanaan jaringan irigasi tambak dapat dilakukan dengan baik dengan sasaran utama mendapatkan kualitas air yang baik bagi petak-petak tambak. Kemudian selanjutnya karena daerah pertambakan ini sudah berkembang maka pengembangan jaringan irigasi ini harus dilihat dari berbagai pertimbangan baik dari segi fisik maupun sosial ekonomi daerah yang bersangkutan.
Perencanaan jaringan tata saluran untuk tambak dan irigasi pasang surut memerlukan banyak pemahaman tentang fenomena hidrolika pasang surut. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh gelombang pasang surut pada sistem tata saluran yang direncanakan. Gerakan pasang surut yang terjadi dimuara sungai menjalar kearah hulu sungai dan pengaruhnya dapat mencapai jarak yang cukup jauh tergantung dari kelandaian saluran dan fluktuasi pasang surut. Selain pengaruh pasang surut, hal yang perlu diperhatikan adalah masalah instrusi air asin dan keasaman yang tinggi.
Karena perhitungan hidraulika untuk aliran yang dipengaruhi oleh pasang surut ini sangat rumit dan butuh waktu yang panjang, maka perlu dibuat suatu model matematik untuk menyelesaikannya. Penggunaan model matematik telah berkembang dalam perencanaan jaringan tata saluran di daerah pasang surut dan estuari. Dengan model ini akan didapat fluktuasi muka air, kecepatan aliran, debit sebagai fungsi waktu dan jarak sepanjang sistem tata saluran yang direncanakan dalam waktu yang sangat cepat.
Secara umum pengertian irigasi adalah pemberian air kepada tanah dengan maksud untuk memasok lengas esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hansen, dkk, 1990). Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/1982 Ps. 1, pengertian irigasi, bangunan irigasi, dan petak irigasi telah dibakukan yaitu sebagai berikut :
·         Irigasi adalah usaha penyediaan dan penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian.
·         Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian pemberian dan penggunaannya.
·         Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah yang mendapat air dari satu jaringan irigasi.
·         Petak irigasi adalah petak tanah yang memperoleh air irigasi.
Dari butir-butir pengertian tentang irigasi dan jaringan irigasi tersebut di atas kemudian dapat disusun rumusan pengertian irigasi sebagai berikut :
“Irigasi merupakan bentuk kegiatan penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaan air untuk pertanian dengan menggunakan satu kesatuan saluran dan bangunan berupa jaringan irigasi”.
Dalam cakupan pengertian pengembangan irigasi berkelanjutan (sustainable irrigation development), pengertian pertanian harus diartikan bukan hanya pertanian tumbuhan dan tanaman pangan, tetapi mencakup pertanian ternak dan ikan (perikanan).
Dalam pekerjaan perencanaan suatu sistem jaringan irigasi tambak pasang surut diperlukan berbagai bidang ilmu pengetahuan yang saling mendukung demi kesempurnaan hasil dari perencanaan. Bidang ilmu pengetahuan itu antara lain ilmu irigasi, ilmu tentang pasang surut, rekayasa tambak, hidrologi, hidrolika, bangunan air, dan rekayasa lingkungan untuk menganalisis dampak lingkungan akibat pembangunan jaringan irigasi tersebut.
Untuk menunjang proses perencanaan jaringan irigasi tambak pasang surut ini perlu adanya kajian pustaka untuk menentukan spesifikasi-spesifikasi yang akan menjadi acuan dalam perencanaan tersebut. Berbagai teori dan rumus-rumus dari berbagai studi pustaka sangat diperlukan, terutama untuk pengolahan data dan untuk membuat desain rencana.
Irigasi pasang surut merupakan suatu tipe irigasi yang memanfaatkan pengempangan air sungai akibat peristiwa pasang surut air laut. Areal yang dimanfaatkan untuk tipe irigasi ini adalah areal yang mendapat pengaruh langsung dari peristiwa pasang surut air laut. Air genangan yang berupa air tawar dari sungai akan menekan dan mencuci kandungan tanah sulfat masam dan akan dibuang pada saat air laut surut.

Referensi:
1.      Sidabutar, J. R. 2012. Perencanaan Pengelolaan Irigasi Tambak. Diakses dari http://eprints.undip.ac .id pada tanggal 25 April 2013.
2.      Direktorat Pengairan dan Irigasi. 2010. Irigasi. Diakses dari http://www.bappenas.go.id pada tanggal 25 April 2013.
3.      Sugeng, R. 2011. Teknik Irigasi. Diakses dari http://lecture.ub.ac.id pada tanggal 25 April 2013.

TUMPAHAN MINYAK TELUK MEKSIKO



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pesatnya perkembangan aktivitas industri perminyakan akhir-akhir ini telah menyebabkan permasalahan lingkungan, salah satunya akibat pencemaran yang dihasilkan dari minyak bumi yang tertumpah ke permukaan. Minyak adalah pencemar utama di lautan. Tumpahan minyak baik yang berasal dari kegiatan penambangan lepas pantai, kebocoran, kecelakaan kapal tanker dan lain sebagainya menyebabkan minyak masuk ke dalam laut. Meski hanya terjadi dalam jangka waktu yang pendek, hal ini dapat menimbulkan efek lokal yang serius terhadap hewan dan tumbuhan yang berada di dalam laut. Selain itu Menurut Peraturan Pemerintah No.19/1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut, Pencemaran Laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan atau fungsinya.
Lebih dari 60% produksi minyak du-nia diangkut melalui laut dari Timur Tengah dan Afrika ke negara konsumen seperti AmerikaSerikat, Eropa dan Jepang (WOLFE, 1985). Tingginya kadar minyak di Laut Utara, Mediterranean, Laut Norwegia dan Selat Malaka berkaitan erat dengan pemanfaatan laut tersebut sebagai jalur transportasi minyak. Penyulingan minyak di pantai yang memakai air laut sebagai pendingin bisa menjadi sumber pencemaran minyak. Untuk menjaga keseimbangan sewaktu kapal kosong, maka tanki-tanki disi dengan air (Air ballast). Air ini dibuang ke laut sewaktu tanki-tanki akan diisi minyak. Air tersebut mengandung minyak sehingga bisa menjadi sumber pencemar. Demikian juga dengan pencucian tanki (Hutagalung, 1990).
Beberapa pencemaran yang menjadi perhatian masyarakat sekarang ini diantaranya adalah pencemaran di daerah pantai yang diakibatkan oleh tersemburnya minyak bumi ke permukaan laut. Pada umumnya, pengeboran minyak bumi di laut dapat menyebabkan terjadinya peledakan di sumur minyak. Ledakan ini mengakibatkan semburan minyak menyebar ke lokasi sekitar laut, sehingga menimbulkan pencemaran.  Ledakan anjungan minyak yang terjadi di Teluk Meksiko sekitar 80 kilometer dari Pantai Louisiana pada 22 April 2010. Pencemaran laut yang diakibatkan oleh pengeboran minyak di lepas pantai itu dikelola perusahaan minyak British Petroleum. Ledakan itu memompa minyak mentah 8.000 barel atau 336.000 galon minyak ke perairan di sekitarnya dan daerah pantai (Pitakasari, 2010).
Berdasarkan permasalahan di atas maka dianggap perlu untuk menanggulangi dampak kerusakan ekosistem laut Teluk Meksiko akibat tumpahan minyak dalam bentuk restorasi dan rehabilitasi laut.

1.2  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui cara penanganan dampak pencemaran minyak akibat tumpahan minyak pada pengeboran minyak di Teluk Meksiko dalam bentuk pengambilan kebijakan restorasi dan rehabilitasi laut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Restorasi
Restorasi merupakan tindakan untuk membawa ekosistem yang telah terdegradasi kembali, semirip mungkin, dengan kondisi aslinya. Restorasi ekologi adalah proses untuk membantu pemulihan suatu ekosistem yang telah menurun, rusak, atau hancur. Restorasi juga mencakup tindakan pengelolaan pasif atau tidak langsung untuk menghilangkan halangan dalam pemulihan alami, juga intervensi aktif atau langsung seperti transplantasi. Sasaran kegiatan restorasi harus diformulasikan di awal seteliti mungkin; cara yang paling mungkin untuk mencapai kesuksesan adalah mempertimbangkan konteks perencanaan pengelolaan pesisir yang luas. Target atau indikator yang dapat diukur harus disusun sehingga dapat menghitung secara berkala, baik kemajuan terhadap sasaran maupun pengelolaan adaptif dari kegiatan restorasi. Pengamatan kemajuan/perkembangan terhadap target harus dilaksanakan pada interval waktu yang tetap selama beberapa tahun (Edward, 2007).
Dalam upaya restorasi, terdapat empat kegiatan kunci, yaitu restorasi, rehabilitasi, remediasi, dan reklamasi.  Restorasi merupakan proses pemulihan suatu ekosistem ke keadaan seperti keadaan semula sebelum terjadinya kerusakan dalam ekosistem tersebut. Rehabilitasi merupakan tindakan mengembalikan kondisi sesuatu yang rusak ke keadaan seperti sebelumnya yang lebih baik. Rehabilitasi ini mendekati tujuan yang diharapkan oleh proses restorasi. Remediasi merupakan proses perbaikan atau membuat kondisi ekosistem menjadi baik kembali. Remediasi lebih menekankan kepada proses yang dilakukan daripada pencapaian akhirnya. Reklamasi merupakan proses untuk mengondisikan suatu lahan cocok untuk ditanami (Imansyah, 2010).
Mencermati uraian pentingnya konservasi sumberdaya alam hayati; dengan demikian konsep pengembangan pemulihan kawasan mangrove dalam bidang konservasi dapat dilakukan melalui: (1) penanganan dan pengendalian lingkungan fisik dari berbagai bentuk faktor penyebabnya, (2) pemulihan secara ekologis baik terhadap habitat maupun kehidupannya, (3) mengharmoniskan perilaku lingkungan sosial untuk tujuan mengenal, mengetahui, mengerti, memahami hingga pada akhirnya merasa peduli dan ikut bertanggung jawab untuk mempertahankan, melestarikannya, serta (4) meningkatkan akutabilitas kinerja institusi yang bertanggung jawab dan atau pihak-pihak terkait lainnya. Adapun langkah-langkah kongkrit yang dilakukan untuk tujuan pengendalian lingkungan fisik, antara lain dengan melakukan kegiatan: (a) pembinaan dan peningkatan kualitas habitat, dan (b) peningkatan pemulihan kualitas kawasan hijau melalui kegiatan reboisasi, penghijauan, dan atau perkayaan jenis tetumbuhan yang sesuai (Waryono, 2002).
Restorasi ekosistem adalah suatu upaya mengembalikan kondisi alamiah kawasan dengan tujuan memperoleh kembali keanekaragaman hayati, struktur, dan lainnya di kawasan tersebut. Kegiatan restorasi diberikan untuk membangun kawasan yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem kawasan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya (Asmui, 2013).

2.2 Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah usaha memperbaiki, memulihkan kembali, meningkatkan kondisi kawasan yang rusak atau kritis agar dapat berfungsi secara optimal. Rehabilitasi merupakan tindakan untuk menempatkan kembali sebagian atau, terkadang, seluruh struktur atau karakteristik fungsional dari suatu ekosistem yang telah hilang, atau substitusi dari alternatif yang berkualitas atau berkarakteristik lebih baik dengan yang saat ini ada dengan pandangan bahwa mereka memiliki nilai sosial, ekonomi atau ekologi dibandingkan kondisi sebelumnya yang rusak atau terdegradasi (Edward, 2007).

2.3 Tumpahan Minyak
Limbah minyak adalah buangan yang berasal dari hasil eksplorasi produksi minyak, pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas penyimpanan, pemrosesan, dan tangki penyimpanan minyak kapal laut. Limbah minyak bersifat mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, dan bersifat korosif. Limbah minyak merupakan bahan yang dapat mencemarkan dan membahayakan lingkungan hidup, serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya. Limbah minyak terjadi dikarenakan oleh dua sebab utama yaitu:  pengeboran di laut, pengeboran minyak bumi di laut menyebabkan terjadinya peledakan (blow out) di sumur minyak. Ledakan ini mengakibatkan semburan minyak ke lokasi sekitar laut, sehingga menimbulkan pencemaran.  Dan tumpahan minyak dilaut bersal dari kecelakaan dari kapal tanker (Aimus, 2010).
Tumpahan minyak bumi dapat mempengaruhiaktivitas di pantai dan eksploitasi sumberdaya lautan, sehingga berdampak serius terhadap perekonomian. Dalam banyak kasus, kerusakan ini bersifat temporer akibat sifat fisik minyak yang menyebabkan kondisi tidaknyaman dan berbahaya. Dampak terhadap kehidupanbiota laut terkait dengan toksisitas dan menempelnyasenyawa minyak bumi, serta sensivitas makhluk hidupterhadap polusi minyak bumi. Hal ini dapat menurunkandiversitas dan variabilitas mahluk hidup (Anggoro, 2012).
Pemahaman sifat kimia minyak bumi yang tertumpah sangat penting untuk merununkan akibat yang mungkin ditimbulkan terhadap makhluk hidup. Minyak bumi dapat mempengaruhi fungsi fisiologi makhluk hidup dan meracuni kehidupan. Misalnya, senyawa alifatis minyak dengan berat molekul rendah bersifat anastesi dan senyawa aromatis seperti benzin bersifat karsinogen dan sangat beracun. Senyawa aromatis ini dapat terkonsentrasi pada jaringan makanan, khususnya pada jenis-jenis kerang dan bentos lain. Komponen volatil minyak bumi dapat memerahkan mata, kulit, iritasi, dan mengelupaskan selaput tipis pada hidung, mata, dan mulut. Hidrokarbon dapat memicu pneumonia jika mencapai paru. Benzin, toluen, dan hidrokarbon ringan lainnya apabila terhirup akan segera diangkut ke aliran darah sehingga dapat merusak sel darah merah, menurunkan sistem kekebalan hati, limpa, dan ginjal, serta mempengaruhi sistem reproduksi pada hewan dan manusia (Nugroho, 2011).
Tumpahan minyak di laut akan terbawa ke kawasan mangrove pada saat air pasang, lalu ketika air surut akan terdeposit di permukaan sedimen dan akar pohon. Pola pasang harian yang berubah-ubah menyebabkan setiap tempat mendapatkan pengaruh yang berbeda-beda. Pada kondisi pencemaran berat, tumbuhan mangrove dapat mati akibat pori-pori pneumatofora tertutup minyak. Mangrove juga dapat mati akibat terserapnya minyak oleh sedimen. Senyawa aromatis minyak bumi dengan berat molekul rendah yang terserap sedimen tanah dapat merusak membran sel akar, sehingga garam dapat masuk ke jaringan dan terjadi keracunan. Tumpahan minyak dapat menyebabkan kerusakan yang akut dan kronis, termasuk reduksi tinggi batang, kerapatan pohon dan biomassa, serta kematian tumbuhan (Setyawan, 2008).
Minyak bumi yang telah dikilang umumnya lebih toksik terhadap manusia, namun lebih mudah didegradasi oleh lingkungan. Komposisi minyak bumi mempengaruhi perilaku, daya tahan terhadap cuaca, dan pengaruh buruknya terhadap lingkungan. Hal ini meliputi volatilitas hidrokarbon ke udara, kelarutan komponen toksis ke laut, pembentukan dan stabilitas emulsi, laju dispersi, daya tahan mengapung, dan laju biodegradasi alami. Setiap fraksi minyak hasil kilangan memiliki perilaku yang berbeda-beda, sehingga pengaruhnya sulit diprediksi. Misalnya, beberapa fraksi akan segera menguap di udara sebaliknya fraksi lain cenderung bertahan lama di alam. Kondisi angin dan air laut dapat mengubah pengaruh minyak terhadap hidupan liar.Misalnya, di laut yang hangat dengan angin kuat, evaporasi dapat menghilangkan senyawa aromatis dengan berat molekul rendah, sehingga tidak terlarutdalam air, mempengaruhi kehidupan laut, dan memasuki rantai makanan (Waryono, 2002).
Keberadaan vegetasi tumbuhan juga dapat mereduksi kandungan minyak dalam tanah karena diserap oleh tumbuhan. Hidrokarbon minyak ini diserap dari sedimen dan diakumulasi dalam bentuk hidrokarbon atau total lipid pada bagian aerial tumbuhan. Tanah yang subur, misalnya karena pemupukan, dapat meningkatkan biomassa tumbuhan sehingga memperbesar kemampuan menyerap minyak dari tanah. Di samping itu, bertambahnya biomassa tumbuhan menyebabkan lebih banyak bahan organik dilepaskan dari akar tumbuhan kerhizosfer, membentuk mikrohabitat kaya bahan organikyang sesuai untuk pertumbuhan mikrobia sehingga mendorong terjadinya degradasi minyak oleh mikrobia. Aktivitas mikrobia lebih tinggi pada rhizosfer daripada bagian tanah lainnya. Hal ini disebabkan adanya pelepasan enzim-enzim, zat hara, dan sumber karbon dari akar tumbuhan untuk digunakan mikrobia (Setyawan, 2008).
BAB III
TUMPAHAN MINYAK TELUK MEKSIKO

3.1 Kronologi
20 April 2010
Ledakan pengeboran minyak Deepwater Horizon, menewaskan 11 orang. Bor terbakar selama 36 jam sebelum akhirnya tenggelam ke dasar laut.
           
30 Mei 2010
Tumpahan minyak sampai ke pantai Louisiana dan AS mulai melakukan penyelidikan kriminal.

6 Juni 2010
British Petroleum (BP) sepakat mengeluarkan dana US$20 miliar untuk membayar klaim dari nelayan dan bisnis lainya yang terganggu akibat tumpahan minyak.

1 Juli 2010
Tumpahan minyak mencapai lebih dari 140 juta galon, terburuk dalam sejarah tumpahan minyak.

8 September 2010
Dalam sebuah laporan setebal 193 halaman, BP menuduh kontraktor sumur Halliburton dan pemilik bor Transocean bertanggung jawab atas insiden. Keduanya membantah.

19 September 2010
BP berhasil menutup bocoran.

15 Desember 2010
AS resmi ajukan tuntutan hukum kepada BP dan rekannya.

12 Januari 2011
Laporan komisi pemerintah menyatakan penghematan BP menyebabkan bencana.

15 Nov 2012
BP sepakat bayar US$4,5 miliar ke pemerintah AS, dua pejabat BP didakwa pembunuhan dan mantan kepala eksekutif didakwa berbohong.

28 Nov 2012
BP untuk sementara waktu dilarang dari kontrak AS. Sampai saat pencabutan izin BP telah mencemari 70 juta liter minyak mentah ke Teluk Meksiko (Setiawan, 2013).


Salah satu bahan cemaran di laut yang paling luas tersebar dan sering terjadi adalah minyak mineral. Sebenarnya pencemaran laut oleh minyak mineral sudah ada sejak berabad-abad yang lampau sebagai akibat rembesan minyak secara alami dari dalam bumi, seperti yang terjadi di Santa Barbara, California, Amerika Serikat dan di Teluk Cariaco, Venezuela. Pada saat itu manusia belum mengetahui bahaya minyak mineral terhadap organisme per-airan. Pada bulan Maret 1957 kapal tanker "Tampico Maru" mengalami kecelakaan di Baja, California dan menumpahkan 55.220 barrel minyak mineral. Kejadian ini telah membunuh beberapa jenis organisme laut di daerah tersebut (Hutagalung, 1990).

Masalah pencemaran minyak di laut mulai mendapat perhatian yang serius dari masyarakat pada tahun 1967. Pada waktu itu sebanyak 821.000 banel minyak tumpah lagi di perairan Seven Stones Reef, Inggris akibat pecahnya kapal tanker "Torrey Ca-nyon". Kejadian ini jugs menyebabkan ke-matian massal berbagai jenis organisme laut. Pada tanggal 24 Maret 1989, dunia kembali dikagetkan oleh tumpahan 200.000 barrel minyak di Selat Prince William, Alas-ka akibat bocornya kapal tanker raksasa "Exxon Valdes". Kasus ini membunuh ribu-an burung, berang-berang, anjing laut dan singa laut. Dalam waktu 1 minggu minyak ini telah menutupi permukaan laut seluas 260 km2. Hal yang paling merisaukan ada-lah lapisan minyak tersebut mulai menye-bar menuju daerah pemijahan ikan salmon yang merupakan sumber kehidupan nelayan Alaska.

Beberapa pencemaran yang menjadi perhatian masyarakat sekarang ini diantaranya adalah pencemaran di daerah pantai yang diakibatkan oleh tersemburnya minyak bumi ke permukaan laut. Pada umumnya, pengeboran minyak bumi di laut dapat menyebabkan terjadinya peledakan di sumur minyak. Ledakan ini mengakibatkan semburan minyak menyebar ke lokasi sekitar laut, sehingga menimbulkan pencemaran.  Ledakan anjungan minyak yang terjadi di Teluk Meksiko sekitar 80 kilometer dari Pantai Louisiana pada 22 April 2010. Pencemaran laut yang diakibatkan oleh pengeboran minyak di lepas pantai itu dikelola perusahaan minyak British Petroleum. Ledakan itu memompa minyak mentah 8.000 barel atau 336.000 galon minyak ke perairan di sekitarnya dan daerah pantai.




3.2 Dampak Tumpahan Minyak Teluk Meksiko
Tumpahan minyak yang meluas di Teluk Meksiko itu kini mendekati pantai negara bagian Florida, dengan posisi tumpahan hanya 11 kilometer saja dari garis pantai. Sementara itu, hingga kini perusahaan minyak raksasa BP masih bergelut membendung tumpahan itu. Gambar-gambar satelit yang baru dari University of Miami, menurut laporan VOA menunjukkan tumpahan minyak Teluk Meksiko, sekarang berukuran hampir sebesar negara bagian Maryland, yang luasnya sudah lebih dari 24.000 kilometer persegi.
Burung-burung dan hewan lainnya itu menghuni 1.700 pulau di Teluk Meksiko wilayah Florida. Gugus pulau ini membentang dari Florida Keys hingga Key West yang legendaris itu. Kematian hewan-hewan itu sudah di depan mata. Selain minyak menutupi muka laut, gumpalan minyak mengandung aspal mencemari tengah hingga dasar laut.
Berdasarkan beberapa kasus telah banyak kerugian yang dialami dan akibat yang ditimbulkan dari terjadinya pencemaran minyak bumi di laut seperti:
1.      Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak. Residu berwarna gelap yang terdampar di pantai akan menutupi batuan, pasir, tumbuhan dan hewan. Kontaminasi terhadap udara yang perlu diperhatikan akan bahaya penguapan benzene karena mempunyai efek karsinogenik kepada manusia. Keadaan ini semakin penting untuk diantisipasi apabila kejadian tumpahan minyak berada dekat dengan lokasi penduduk yang padat. Dan benda purbakala, cagar alam dan harta karun di dasar laut yang terkena minyak dapat rusak atau berkurang nilai estetikanya. Oleh sebab itu nilai jualnya akan berkurang.
2.      Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek subletal. Efek letal yaitu reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika dan kimia mengganggu proses sel ataupun subsel pada makhluk hidup hingga kemungkinan terjadinya kematian. Efek subletal yaitu mepengaruhi kerusakan fisiologis dan perilaku namun tidak mengakibatkan kematian secara langsung. Terumbu karang akan mengalami efek letal dan subletal dimana pemulihannya memakan waktu lama dikarenakan kompleksitas dari komunitasnya. Minyak dapat mempengaruhi kehidupan mangrove dan organisme lain yang berasosiasi pada mangrove. Minyak dapat menutupi daun, menyumbat akar nafas, mencegah difusi garam dan menghambat proses respirasi pada mangrove. Dan vegetasi bawah air sangat sensitif terhadap kontaminasi minyak, karena vegetasi bawah air mimiliki produktivitas yang tinggi, berperan dalam siklus nutrien, berfungsi sebagai kawasan asuhan, mencari makan, dan berlindung berbagai spesies penting dan komersial tinggi dari jenis-jenis ikan.
3.      Pertumbuhan fitoplankton laut akan terhambat akibat keberadaan senyawa beracun dalam komponen minyak bumi, juga senyawa beracun yang terbentuk dari proses biodegradasi. Jika jumlah fitoplankton menurun, maka populasi ikan, udang, dan kerang juga akan menurun. Padahal hewan-hewan tersebut dibutuhkan manusia karena memiliki nilai ekonomi dan kandungan protein yang tinggi.
4.      Penurunan populasi alga dan protozoa akibat kontak dengan racun slick (lapisan minyak di permukaan air). Selain itu, terjadi kematian burung-burung laut. Hal ini dikarenakan slick membuat permukaan laut lebih tenang dan menarik burung untuk hinggap di atasnya ataupun menyelam mencari makanan. Saat kontak dengan minyak, terjadi peresapan minyak ke dalam bulu dan merusak sistem kekedapan air dan isolasi, sehingga burung akan kedinginan yang pada akhirnya mati.
Menurut Lake Charles Center telah terjadi mutasi gen akibat pencemaran tumpahan minyak Teluk Meksiko pada spesies ikan redfish, trout berbintik-bintik dan flounder, serta jenis baitfish, seperti udang, croacker dan ikan kecil cocahoe. Selain itu juga, terjadi keanehan dari morfologi biota tangkapan di sekitar kepulauan Florida diantaranya udang yang tidak memiliki mata (buta), kepiting yang memiliki tubuh yang kurang sempurna: capit dan kaki yang tidak lengkap, serta ikan tangkapan yang memiliki luka terbuka dan warna yang kecoklatan serta tubuh yang berminyak.

Hingga saat ini jumlah hasil tangkapan nelayan sekitar Teluk Meksiko masih tergolong rendah pasca ledakan anjungan pengeboran minyak. Hal ini disebabkan matinya biota yang berada di perairan Teluk Meksiko akibat selimut minyak mentah yang menyebar di dalamnya.

3.3 Penanggulangan Tumpahan Minyak Teluk Meksiko
Pemerintah Amerika Serikat memberikan denda terhadap perusahaan British Petroleum sebesar $20 milyar untuk kasus tumpahan minyak di Teluk Meksiko. Denda tersebut dialokasikan untuk dana santunan kepada masyarakat pesisir yang terkena dampak pencemaran dan kegiatan penangggulangan pencemaran yang terjadi.
Penanggulangan tumpahan minyak dapat berupa restorasi (pemulihan) dan rehabilitasi (memperbaiki kembali) keadaan lingkungan perairan ke kondisi yang semirip mungkin dengan kondisi alamiah sebelumnya. Kegiatan penanggulangan yang dilakukan belum tentu bisa mengembalikan kondisi seperti sedia kala, tetapi dimaksudkan untuk mengembalikan seoptimal mungkin agar lingkungan perairan yang tercemar tumpahan minyak kembali menjadi habitat hidup biota laut dan mendukung setiap kehidupan biota laut.
Restorasi atau pemulihan dapat dilakukan secara mekanis, kimiawi dan biologis. Restorasi secara mekanis dilakukan dengan cara manual yaitu (1) memperangkap lapisan minyak dengan pelampung pembatas kemudian akan ditransfer dengan perangkat pemompa ke sebuah fasilitas kapal penerima; (2) jika langkah ini tidak berhasil, bisa juga menggunakan materi yang ramah lingkungan. Seperti penggunaan sorbent, bisa berupa serpihan kayu khusus, yang bisa menyisihkan minyak melalui mekanisme adsorpsi dan absorpsi. Sorbent ini berfungsi mengubah fasa minyak dari cair menjadi padat sehingga mudah dikumpulkan dan disisihkan; (3) Pembakaran tumpahan minyak (in situ burning) dengan suhu rendah pada permukaan lapisan minyak di permukaan air laut, akan tetapi metode ini menghasilkan senyawa konsentrasi tinggi yang sangat beracun; dan (4) Static Kill adalah metode penyumbatan lubang pengeboran dengan memompakan campuran lumpur pekat dan semen. Dengan itu, minyak yang menyembur ditekan untuk kembali ke lapisan cebakannya pada kedalaman sekitar 5.000 meter. Operasi penyumbatan ini merupakan langkah pertama untuk menutup semburan minyak mentah di Teluk Meksiko. Setelahnya, akan dilakukan langkah kedua, berupa pengeboran sumur pelepas tekanan.
Restorasi secara kimiawi dapat dilakukan dengan pemberian dispersan pada lapisan minyak, yaitu kelompok bahan kimia berupa surfaktan (Corexit) yang didesain untuk dapat disemprotkan di atas tumpahan minyak untuk mempercepat proses dispersi alamiah. Penyemprotan dispersan kadang-kadang merupakan satu-satunya cara untuk mencegah minyak menyebar ke area yang lebih luas, terutama apabila pengambilan secara mekanis tidak dapat dilakukan. Dispersi secara alamiah akan terjadi apabila angin dan arus laut menyebabkan lapisan minyak menjadi butiran-butiran (droplet) yang dapat tenggelam dalam badan air. Akan tetapi, metode ini memiliki efek samping yaitu minyak, asam lemak dan Corexit larut yang bersifat racun kemudian meracuni bakteri, larva ikan, dan mikroorganisme lainnya  sehingga sangat mudah diakumulasi dalam tubuh organisme laut dan berpengaruh terhadap kesehatan manusia yang mengkonsumsi.
Restorasi secara biologis dilakukan dengan penaburan emulsi mikroorganisme pengurai minyak pada lapisan minyak di permukaan laut. Mikroorganisme pengurai minyak yang terdapat secara alami berada pada lokasi tumpahan minyak Teluk Meksiko adalah bakteri Alcanivorax borkumensis dan Oceanospirillales sp. Bakteri tersebut mengurai lapisan minyak secara perlahan menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga lapisan minyak terurai dan perlahan habis terdegradasi oleh bakteri tersebut. Semakin banyak emulsi bakteri maka semakin efektif proses penguraian minyak. Akan tetapi, hasil produk penguraian bakteri merupakan senyawa yang beracun yaitu asam lemak dan senyawa aromatik lebih mudah larut dalam air dibandingkan senyawa sebelumnya. Sehingga organisme laut cebih cepat memakannya melalui rantai makanan.
Rehabilitasi yang dilakukan pada bencana tumpahan minyak Teluk Meksiko adalah dibangunnya Pusat Pembenihan Ikan dan Pusat Penelitian yang berlokasi di Lake Charles dan Pointe a la Hache. Lake Charles Center akan memantau dan mempelajari spesies ikan yang mengalami perubahan biomorfologi akibat pencemaran minyak di Teluk Meksiko seperti spesies ikan redfish, trout berbintik-bintik dan flounder dan jenis baitfish, seperti udang, croacker dan ikan kecil cocahoe. Selain itu, diperlukan penangkaran bagi spesies lumba-lumba yang mati akibat pencemaran minyak.



DAFTAR PUSTAKA





Aimus. 2010. Penanggulangan Tumpahan Minyak Teluk Meksiko. Diakses melalui http://lingkungan .net pada tanggal 21 Mei 2013.

Aini, S.N. 2013. Pencemaran Minyak Dan Dampaknya Terhadap Lingkungan Laut. Diakses melalui http://www.tcpdf.org pada tanggal 21 Mei 2013.

Anggoro, B. 2012. Pencemaran Pada Teluk Meksiko. Diakses melalui http://www.prezi.com pada tanggal 21 Mei 2013.


Edward, A. 2007. Konsep dan Panduan Restorasi Terumbu Karang. Diakses melalui http://www.terangi.or.id pada tanggal 21 Mei 2013.

Fitria. 2013. Solusi Tumpahan Minyak Di Lautan. Diakses melalui http://lingkungan.net pada tanggal 21 Mei 2013.

Hutagalung, H. P. 1990. Pengaruh Minyak Mineral Terhadap Organisme Laut. Oseana, Volume XV, Nomor 1 : 13 - 27  ISSN 0216-1877. LIPI. Jakarta.

Imansyah, M. J. 2010. Restorasi Ekosistem. Diakses melalui http://consecol.com pada tanggal 21 Mei 2013.

Koesoemawiria. 2013. Penanganan Tumpahan Minyak Teluk Meksiko. Diakses melalui http://www.dw.de pada tanggal 21 Mei 2013.

Mukhtasor. 2007, Pencemaran Pesisir Dan Laut. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Noach. 2013. Penanganan Pencemaran Minyak. Diakses melalui http://www.timorexpress.com pada tanggal 21 Mei 2013.

Nugroho, T.S. 2011. Upaya Pemerintah Amerika Serikat Dalam Menyelesaikan Tumpahan Minyak Di Teluk Meksiko. Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Yogyakarta.

Pitakasari, A. R. 2010. Teluk Meksiko. Diakses melalui http://www.republika.co.id pada tanggal 21 Mei 2013.

Scmidht, F. 2012. Sisa Tumpahan Minyak Teluk Meksiko. Diakses melalui http://www.dw.de pada tanggal 21 Mei 2013.

Setiawan, A. 2013. Fenomena Pencemaran Minyak. Diakses melalui http://www.dw.de pada tanggal 21 Mei 2013.

Setyawan, A. D. 2008. REVIEW: Pengaruh Tumpahan Minyak Bumi terhadap Ekosistem Mangrove, Upaya Mitigasi dan Restorasinya. Jurnal Ekosains 1 (1): 30-40.

Wahono. 2002. Rehabilitasi Hutan. Diakses melalui http://tripod.com pada tanggal 21 Mei 2013.

Waryono, T. 2002. Restorasi Ekologi Hutan Mangrove: Studi Kasus DKI Jakarta. Jurusan Geografi. Universitas Indonesia.