Minggu, 27 Oktober 2013

Laporan PKL Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang di BBPBAT Sukabumi



I.      PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Ikan lele merupakan satu diantara beberapa jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Pengembangan usaha budidaya ikan ini semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat, jumlah telur lebih banyak dan lebih tahan penyakit. Namun demikian perkembangan budidaya yang pesat tanpa didukung pengelolaan induk yang baik menyebabkan lele dumbo mengalami penurunan kualitas. Hal ini karena adanya perkawinan sekerabat (inbreeding), seleksi induk yang salah atas penggunaan induk yang berkualitas rendah.
Penurunan kualitas ini dapat diamati dari karakter umum pertama matang gonad, derajat penetasan telur, pertumbuhan harian, daya tahan terhadap penyakit dan nilai Feeding Conversation Rate (FCR). Sebagai upaya perbaikan mutu ikan lele dumbo, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi telah berhasil melakukan rekayasa genetik untuk manghasilkan lele dumbo strain baru yang diberi nama lele ”Sangkuriang”.
Perekayasaan ini meliputi produksi induk melalui silang-balik (tahun 2000), uji keturunan benih dari induk hasil silang-balik (tahun 2001), dan aplikasi produksi induk silang-balik (tahun 2002-2004). Hasil perekayansaan ini (lele sangkuriang) memiliki karakteristik reproduksi dan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan lele dumbo yang saat ini beredar di masyarakat.
Budidaya lele sangkuriang (Clarias sp) mulai berkembang sejak tahun 2004, setelah dirilis oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, dengan Nomor Kepmen KP 26/Men/2004. Teknik budidaya lele sangkuriang tidak berbeda dengan lele dumbo, mulai dari pembenihan sampai pembesaran.

1.2 Tujuan Praktik Kerja Lapangan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini bertujuan untuk mengetahui teknik pemijahan pada ikan lele sangkuriang (Clarias sp.) yang meliputi persiapan kolam, seleksi induk, pemeliharaan induk, pemijahan, penetasan telur dan pemeliharaan larva.

1.3 Manfaat Praktik Kerja Lapangan
Manfaat dari praktik kerja lapangan ini adalah untuk menerapkan dan membandingkan ilmu atau teori yang telah didapat dengan keadaan langsung di lapangan serta mendapatkan pengalaman kerja yang sesungguhnya.



II. KEADAAN UMUM LOKASI

2.1  Sejarah Umum
            Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) sukabumi pada awal nya merupakan sekoalah perkebunan ( Cultur Landbouw School ) yang didirikan pada tahun 1920. Pada saat pemerintahan jepang tahun 1943-1945, BBAT sukabumi dikenal dengan nama Noogakko yang berarti sekolah pertanian. Setelah indonesia merdeka dan pemerintahan di pengang oleh bangsa indonesia yaitu sekitar tahun 1945-1954 BBAT Sukabumi berubah nama menjadi Sekolah Pertanian Menengah, tahun 1954 – 1968 berubah menjadi pusat latihan perikana. Pada tahun 1968, di ubah lagi menjadi pangkalan pengembangan pola ketrampilan budidaya air tawar ( PPPKBAT). Pada tahun 1978 namanya diubah menjadi balai buidaya air tawar ( BBAT ) sukabumi. Pada tahun 2006 sampai sekarang, nama nya menjadi balai besar pengembangan budidaya air tawar (BBPBAT) sukabumi.

2.2 Keadaan Umum
            BBPBAT sukabumi berada di daerah basah yang beriklim hujan tropis dengan rata –rata curah hujan tahunan sebesar 2.500-3.000 ml dan suhu udara sekitar 20-27 °C. Ketinggian nya mencapai 700 meter diatas permukaan laut. Secara umum, lahan kompleks BBPBAT sukabumi memiliki topografi yang relatif landai dengan kemiringan 0-5 % ke arah selatan. Lahan yang mempunyai kemiringan 2-5 % di manfaat kan untuk perkolaman dan fasilitas budidaya lain nya. Kemiringan lahan di kompleks BBPBAT sukabumi berkisar antara 0-25°.
            Luas seluruh areal BBPBAT sukaabumi mencapai 26,5 ha, yang terdiri atas 10 ha areal perkolaman, 3 ha areal persawahan dan 13 ha lain nya di pergunakan untuk perkantoran dan perumahan karyawan serta sarana penunjang lain nya.

2.3 Fungsi BBPBAT Sukabumi
            BBPBAT sukabumi Merupakan Unit Pelaksana Teknis Departemen Kelautan dan Perikanan di bidang budidaya air tawar yang berada dan bertanggung jawab kepada Direktur Jendral Perikanan Budidaya. Berdasarkan SK Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Per.06/MEN/2006 12 januari 2006, BBPBAT sukabumi mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan pengembangan dan penerapan teknik pembenihan, pembudidayaan, pengelolaan kesehatan ikan dan pelestarian perlindungan budidaya air tawar. Fungsi dari BBPBAT sukabumi adalah sebagai berikut:
1.                  Pengujiaan standar pembenihan dan pembudidayaan ikan air tawar
2.                  Pengujian alat, mesin dan teknik perbenihan serta pembudidayaan ikan air tawar.
3.                  Pelaksanaan bimbingan penerapan standar perbenihan dan pembudidayaan ikan air tawar.
4.                  Pelaksanaan sertifikasi mutu dari personil perbenihan dan pembudidayaan ikan air tawar.
5.                  Pelaksanaan produksi dan pengelolaan induk.
6.                  Pengawasan perbenihan, pembudidayaan ikan serta pengendalian hama dan penyakit.
7.                  Pengembangan teknik dan pengujian standar pengendalian lingkungan dan sumber daya induk dan benih ikan air tawar.
8.                  Pengelolaan sistem jaringan laboratorium penguji dan pengawasan perbenihan dan pembudidayaan ikan air tawar.
9.                  Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi pembudidaya ikan air tawar.
10.              Pengelolaan keanekaragaman hayati
11.              Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

2.4 Struktur Organisasi.
            Susunan organisasi dan tata kerja BBPBAT sukabumi ditetap kan surat keputusan menteri kelautan dan perikanan No.KP.26 E/MEN/2001. Susunan organisasi tersebut terdiri dari atas kepala balai yang membawahi bagian tata usaha, dan dua terknis dan dua kelompok jabatan fungsional. Seksi teknis pertama adalah standarisasi dan informasi, seksi teknis kedua adalah seksi pelayanan teknis. ( Gambar 1.). kelompok jabatan fungsional terdiri atas kelompok kerja ikan kultur, kelompok kerja ikan domestikasi dan introduksi, kelompok kerja laboratorium dan kelompok kerja pustakawan ( Direktur Jendral Perikanan Budidaya, 2004 ).
Gambar 1. Skema Struktur Organisasi BBPBAT Sukabumi
Susunan organisasi BBPBAT terdiri dari atas :
1.      Kepala Balai
            Dalam melaksanakan tugasnya, kepala balai wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik lingkungan masing-masing maupun antar unit kerja dilingkungan departemen perikanan dan kelautan, serta instansi lain sesuai dengan bidangnya. Bertanggung jawab atas prestasi dan tugas-tugas BBPBAT sukabumi yang telah ditetapkan. Memberikan laporan evaluasi pelaksanaan kerja BBPBAT sukabumi secara menyeluruh kepada atasannya dalam hal ini Direktur Jendral Perikanan Budidaya Departemen Kelautan Dan Perikanan.
2.      Bagian Tata Usaha
            Bagian tata usaha mempunyai tugas melaksanakan urusan tata usaha balai. Bagian tata usaha tersebut melaksanakan urusan kepegawaian, surat, menyurat, rumah tangga, dan perlengkapan serta melaksanakan urusan keuangan. Bagian tata usaha membawai sub bagian keuangan dan sub bagian umum. Sub bagian keuangan melakukan pengolahan urusan adminitrasi keuangan dan barang kekayaan milik negara serta penyusunan evaluasi dan pelaporan  BBPBAT sukabumi. Sub bagian umum melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana, program dan angaran serta pengolahan adminitrasi kepegawaian jabatan fungsional serta pelaksanaan urusan persuratan dan rumah tangga di lingkungan BBPBAT Sukabumi.
3.      Seksi Pelayanan Teknis
            Tugas dan wewenang dari seksi pelayanan teknis adalah pengelolahan adminitrasi, desiminasi, pemasaran dan distribusi, pengembangan sistem usaha, pelayanan masyarakat, pemeliharaan kerja, menjaga kebersihan dan ketertiban ruang/lingkungan kerja.
4.      Seksi Standardisasi dan Informasi
            Seksi standardisasi dan informasi melaksanakan penyiapan dan standar teknik, alat dan mesin perbenihan, pembudidayaan, pengendalian hama dan penyakit ikan air tawar, pengendalian lingkungan dan sumber daya induk dan benih ikan air tawar serta pengelolaan jaringan informasi dan perpustakaan.
5.      Kelompok Jabatan Fungsional
                        Kelompok jabatan fungsional menyelengarakan kegiatan perekayasaan, pengujian, penerapan dan bimbingan pelayanan standar teknik, alat dan mesin serta sertifikasi perbenihan dan pembudidayaan, pengendaliaan hama dan penyakit ikan. Pengawasan benih dan pembudidayaan, penyululuhan kegiatan lain nya yang sesuai dengan tugas masing – masing jabatan fungsional berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

2.5  Sarana Dan Prasarana
            Untuk mendukung kegiatan secara keseluruhan, balai dilengkapi dengan berbagai sarana prasarana yang di miliki BBPBAT sampai tahun 2013 meliputi :
1.      Hatchery
Tempat kegiatan pemijahan dan pemeliharaan larva yang dimiliki BBPBAT berupa:
a.       Hatchety Nila
b.      Hatchery udang galah
c.       Hatchery kodok lembu
d.      Hatchery patin,lele dan gurami
e.       Hatchery ikan hias dan grasscape
f.       Hatchery baung, jelawat, mola dan mas
g.      Hatchery pusat pembenihan nila
2.      Perkolaman
              Kegiatan produksi benih, pendederan, pembesaran, dan pemeliharaan induk serta penerapan teknik budidaya air tawar dan perekayasa dilakukan di 169 kolam dengan luas total 111,489 M2 berada di Jl. Selabintana 37 Cukabumi dan 3 stasiun lapangan di Cisaat, Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi dan Cirata, Kabupaten Cianjur.
3.      Stasiun Lapangan
                        Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi yang dibebankan, BBPBAT memiliki 3 stasiun lapangan yaitu:
a.       Kolam air deras di Cisaat, Kabupaten Sukabumi. Terdiri dari 28 petak dengan luas area 22 m2.
b.     Keramba jaring apung di waduk Cirata, Kabupaten Cianjur terdiri dari 32 petak (8 unit).
c.    Pembenihan udang galah di Cisolok, Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi.
4.      Laboratorium
            Laboratorium untuk kegiatan analisis penyakit dan tindak pengobatannya, kegiatan analisis parameter kualitas air serta kegiatan kultur pakan alami, pembuatan pakan buatan dan analisa proximat di BBPBAT terdiri dari:
a.     Laboratorium kesehatan ikan
b.    Laboratorium kualitas air
c.    Laboratorium pakan
d.   Laboratorium nutrisi dan pembuatan pakan


5.    Jaringan listrik
            Sumberdaya listrik berasal dari jaringan PLN distribusi jawa barat dengan daya terpasang sebesar 99.000 VA untuk semua lokasi BBPBAT menyiapkan generator listrik dengan daya 80 KVA (1 unit) di sukabumi dan SUPUG pelabuhan ratu sebesar 12 KVA (2 unit).
6.      Kendaraan
            Untuk mendukung kegiatan, BBPBAT sukabumi memiliki 4 unit kendaraan roda tiga, roda empat sebanyak 6 unit, dan 1 unit truk.
7.      Gedung Utama dan Sarana lain nya.
            Fasilitas gedung yang dimiliki BBPBAT diantaranya gedung utama sebagai ruang perkantoran (2.467m2), perpustakaan (200 m2), ruangan pertemuan (519 m2), selain itu juga dilengkapi dengan sarana lainnya berupa rumah jaga (47 unit), wisma tamu (25 unit), saran ibadah, fasilitas olah raga dan toko koprasi mina karya.
8.      Sumber Air
            Sumber air di BBPBAT sukabumi di peroleh dari dua sungai yaitu sungai panjalu dan sungai cisarusa yang kedua nya berasal dari gunung gede, dengan debit air kurang dari 25 L/t untuk mengairi kolam. Sumber air yang di gunakan untuk mengisi hatchery berasal dari sumur yang di buat dekat dengan hatchery lalu di salur kan ke bak pengendapan. Air yang berada di bak penampungan, di pompa dengan menggunakan pompa isap untuk dialir kan sesuai kebutuhan ketika mengisi aquarium serta keperluan lainnya. Pompa yang terdapat di hatcry yaitu jenis pompa isap dengan merk panasonic model GP-129JX.
            Sistem aerasi digunakan untuk memasok oksigen dalam air pada wadah- wadah pemeliharaan, baik bak pemeliharaan maupun akuarium sehingga pada saat pemeliharaan, keberadaan oksigen terlarut dalam air dapat tercukupi. Alat yang di gunakan untuk menyalurkan udara dari sistem aerasi Hi-blow adalah pipa PVC yang berdiameter ½ inci, lalu di hubungkan dengan selang- selang aerasi dan langsung kewadah pemeliharaan yang dilengkapi stopkran untuk pengaturan debit udara dan pada ujung selang tersebut terpasang batu aerasi.


2.6  Tenaga Kerja
            BBPBAT Sukabumi memiliki tenaga kerja yang beragam berdasarkan tingkat pendidikan, mulai dari pendidikan sekolah dasar (SD) sampai dengan tingkat stara 2 (S-2). Tenaga kerja tersebut bekerja sesuai dengan jabatan dan keahlian yang dimiliki. Data mengenai tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja BBPBAT Sukabumi
NO
PROFESI
PENDIDIKAN
Jumlah
S-2
S-1/D4
D-3
SLTA
SLTP
SD
1.
STRUKTURAL
Kepala Balai
1
-
-
-
-
-
1
Tata Usaha
1
2
4
20
2
1
30
Pelayanan Teknik
-
2
3
10
4
-
19
Standardisasi & Informasi
-
4
-
1

-
5
2.
FUNGSIONAL
Perekayasa
14
12

-
-
-
26
Litkayasa
-
6
5
17
-
-
28
Pengawas dan PHPI
-
13
3
5
-
-
21
Pustakawan
-
-
-
1
-
-
1
Pranata Humas
-
-
1
1
-
-
2
3.
Tenaga  DPK

1

1


2
4.
Tenaga  kontrak

3
1
13
3
3
23
JUMLAH TOTAL
16
43
17
69
9
4
158














III.    METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN

3.1 Waktu dan Tempat
Praktik kerja lapangan ini dilaksanakan selama 1 (satu) bulan mulai pada tanggal  18 Juli 2013 s/d 18 Agustus 2013, pelaksaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini bertempat di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat.

3.2 Alat dan Bahan
1.      Alat
Alat-alat yang digunakan selama praktik kerja lapangan antara lain:
a.       Bak induk terbuat dari beton dan berukuran (10 x 2 x 1,5) meter sebanyak 2 buah.
b.      Bak pemberokan berupa bak fiber dengan volume 1,5 ton sebanyak 2 buah.
c.       Bak penetasan berupa bak fiber dengan ukuran (4 x 2 x 0,5) meter sebanyak 2 buah.
d.      Hapa dengan ukuran (2 x 1 x 0,5) meter sebanyak 8 buah.
e.       Bak pendederan dari kolam terpal (6 x 4 x 1) meter.
f.       Alat suntik.
g.      Timbangan digital.
h.      Seser induk.
i.        Hi-blow.
j.        Penggaris.
k.      Baskom/ember.
l.        Becker glass.
m.    Gunting.
n.      Tissue/serbet.
2.      Bahan
Bahan yang digunakan selama praktik kerja lapangan antara lain:
a.       Induk lele sangkuriang
b.      Pakan induk (pelet tenggelam)
c.       Pakan benih (cacing rambut dan kutu air)
d.      Hormon perangsang (ovaprim)
e.       NaCl
f.       Obat-obatan (antibiotik)

3.3 Metode Kerja
             Metode kerja yang dilakukan dalam kegiatan PKL yaitu :
1.      Metode survai
Metode survai dilakukan melalui pengamatan dan kegiatan langsung di lapangan serta mewawancarai pembimbing dan pelaksana teknis di lapangan diluar jam kerja atau pada waktu senggang baik dengan teknisi atau karyawan yang dianggap berkompeten
2.      Metode praktik
Metode kerja dilakukan dengan cara mengikuti langsung tahap kegiatan dalam teknik pemijahan mulai dari pengelolahan induk, seleksi induk yang siap pijah dan pematangan gonad. Pengamatan ini dilakukan dengan cara berpartisipasi aktif dengan mengikuti setiap kegiatan kerja dilapangan. Adapun tahap-tahap kegiatan dalam pemijahan ikan lele adalah sebagai berikut: tahap persiapan, tahap pemijahan, proses panen larva.
3.      Analisis data
Data yang di ambil adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara mengamati dan mengikuti secara langsung kegiatan yang sedang berlangsung. Sedangkan data sekunder diambil dengan cara mengumpulkan literatur-literatur yang ada di perpustakaan dan instalasi lainnya.

3.4 Prosedur Kerja
1.      Menyiapkan alat, bahan dan wadah
Alat dan bahan yang digunakan dikumpul dalam suatu tempat dan ditata rapi sesuai dengan pemakaiannya. Untuk persiapan kolam pemeliharaan induk pekerjaan pertama yaitu, pengeringan dan pembersihan beton dengan cara membuka saluran outlet. Setelah dibersihkan kolam diisi air dengan ketinggian1 meter.
            Untuk bak pemberokan pekerjaan pertama yang akan dilakukan adalah bak dikeringkan dengan saluran outlet yang terletak ditengah-tengah bak. Kemudian bak dibersihkan menggunakan busa dan dibilas sampai bersih. Setelah bersih bak diisi dengan air dengan ketinggian air 30 cm dan dibiarkan selama satu hari. Untuk bak penetasan telur dan pemeliharaan larva yang harus dilakukan adalah dengan mengeringkan air dalam bak kemudian bak dikeringkan disikat menggunakan dan dibilas sampai bersih. Setelah bersih bak diisi dengan air setinggi 50 cm. kemudian bak penetasan telur dipasang hapa dan besi behel sebagai pemberat, setelah itu dilakukan pemasangan aerasi diseluruh bak penetasan. Untuk persiapan kolam pendederandilakukan 1 minggu sebelum penebaran. Pada kolam pendederan yang harus dilakukan adalah membuka saluran outlet pada kolam terpal sampai airnya kering. Kemudian kolam dibersihkan dan dibilas sampai bersih. Setelah bersih kolam diisi air dengan ketinggian 30 cm.
2.      Pemeliharaan Induk
            Kegiatan pemeliharaan induk dilakukan pada bak pemeliharaan induk yang telah disiapkan sebelumnya. Selama pemeliharaan induk ikan lele sangkuriang diberi pakan pelet komersil dengan kandungan protein 31-33%. Frekuensi pemberian pakan dua kali sehari pagi dan sore hari dengan dosis pemberian pakan sebanyak 3% dari biomass dalam rentang waktu tertentu.
3.      Seleksi Induk
            Pertama-tama, dalam pemilihan induk lele kita harus memperhatikan faktor-faktor  yang mempengaruhi produktivitas telur yang akan dihasilkan dalam pemijahan yang akan kita lakukan. Kriteria induk yang berada dalam masa produktif (siap untuk  dipijahkan) antara lain:
1.       Induk berusia ± 8 s/d 30 bulan.
2.       Berat induk berkisar antara 1,2 s/d 4 kg.
3.       Bentuk tubuh normal, tidak ada kelainan, dan dalam kondisi sehat.





(a)
(b)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwoT75XoyurO6WiPR7dJha1rQdU7_Z5BjOzBs7eIR8u5no-MGDiNp8r6h3wFWnofL2hl67fFH4VvDqfmosTLDkGfebhWQm_Msz2fbvzZ76tblBla3TOUU2NOlHuPGlT6XZtpZA3XeHBDs/s1600/a.jpg   https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgc_lUcKqYeIfHFSmigBpiRwqq5T66puIi6iZd8Hco_vC4Wqlq6b_6tk3kIWzefFgmETT1J_n6W84SukZpQ7Ht-4oDeJEWusH-y5ffBGZjDdg-eI8I8EGmSIRl6HpMeFatxYR3J6jZSP5A/s1600/b.jpg
Gambar 2. Ciri-Ciri Kelamin Lele Sangkuriang (a) Kelamin Induk Betina dan (b) Kelamin Induk Jantan

a.      Induk Betina
1.      Alat kelamin terlihat agak menonjol dan berwarna merah tua s/d abu-abu. Terkadang terlihat titik telur berwarna hijau muda dalam alat kelamin bagian atas pada lele yang tidak dipijahkan secara rutin.
2.      Perut buncit, dan jika dipegang terasa kenyal.
3.      Jika bagian punggung diusap dengan tangan, sirip punggung akan berdiri.
b.      Induk Jantan
1.      Alat kelamin berwarna merah tua ata abu-abu.
2.      Jika bagian perut ditekan, akan keluar cairan sperma berwarna putih (sebisa mungkin jangan lakukan penekanan bagian perut bagian dada yang melakukan pemijahan secara alami/bukan kawin suntik).
3.      Jika bagian punggung diusap dengan tangan, sirip punggung akan berdiri. Dalam kesehariannya, jika sudah matang gonat, gerakan pejantan akan terlihat lebih agresif.
4.      Pemberokan
            Pemberokan dilakukan di dalam bak fiber yang berbentuk bulat berdiameter 1,5 meter dan tinggi 1 metre. Jumlah induk yang diberok tergantung jumlah induk yang akan dipijahkan. Dalam pemberokan, induk jantan dan betina ditempatkan pada wadah yang berbeda. Kegiatan pemberokan dilakukan selama 9 jam.


5.      Penyuntikan
            Alat dan bahan yang digunakan dalam proses penyuntikan berupa alat suntik dan hormon ovaprim. Penyuntikan hanya dilakukan pada induk betina dengan dosis 0,2 ml/kg berat induk. Penyuntikan dilakukan pada jam 09:00. Penyuntikan dilakukan pada punggung induk betina dengan kemiringan 450 kearah kepala. Setelah penyuntikan induk dimasukan kembali ke dalam bak pemberokan untuk persiapan stripping pada keesokan harinya.
6.      Pemijahaan, Stripping dan Pembuahaan
            Pemijahaan yang dilakukan adalah pemijahaan missal secara buatan yaitu dengan cara stripping pada induk betina dan pembedahaan pada induk jantan. Jumlah induk yang dipijahkan adalah dengan perbandingan jantan dan betina adalah 1:3. Pembedahaan pada induk jantan  dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan stripping pada induk betina.
Sebelum pengeluaran telur, sperma harus disiapkan. dengan caranya, induk jantan yang sudah matang kelamin, dipotong secara vertikal tepat di belakang tutup insang, kemudian keluarkan darahnya, gunting kulit perut mulai dari anus hingga belakang tutup insang, kemudian buang organ lain dalam perut; ambil kantung sperma; bersihkan kantung sperma dengan tisu hingga kering; hancurkan kantung sperma dengan cara menggunting bagian yang paling banyak; peras spermanya agar keluar dan masukan ke dalam mangkok yang telah diisi larutan fisiologis.
Pengeluaran telur dilakukan setelah 12 jam dari penyuntikan. Cara pengeluaran telur : siapkan baskom, NaCl Fisiologis, kain lap dan tisu, induk ditangkap dengan sekup net, kemudian keringkan tubuh induk dengan kain lap, bungkus induk dengan lap dan biarkan lubang telur terbuka, pegang bagian kepala oleh satu orang dan pegang bagian ekor oleh yang lainnya, pijit bagian perut ke arah lubang telur, dan tampung telur dalam baskom. Seteleh semua telur keluar, kemudian dilakukan proses pembuahan. Yaitu dengan mencampurkan cairan sperma dan telur serta diencerkan dengan larutan pembuahan. Aduk secara perlahan-lahan sampai sperma dapat membuahi telur secara sempurna.
Kemudian tebarkan telur kedalam bak fiber sebagai wadah inkubasi dan penetasan telur. Setelah 36-39 jam, hitung jumlah telur yang terbuahi untuk mengetahui nilai Fertilization Rate (FR). Setelah telur menetas kemudian hitung nilai Heching Rate (HR). Larva diberi pakan alami berupa cacing rambut setelah hari ke 5 penetasan. Hitung Survival Rate (SR) pada hari ke 5 dan ke 10.
7.      Penetasan Telur
            Penetasan telur dilakukan di dalam bak fiber yang  telah disiapkan sebelumnya. Penebaran telur dilakukan secara merata dan diusahakan telur tidak menumpuk pada suatu tempat.
8.      Pemeliharaan Larva
            Pemeliharaan larva dilakukan di dalam bak fiber yang telah disiapkan, pemeliharaan larva dilakukan pada hapa penetasaan selama 4-5 hari dan diberi aerasi secara terus-menerus. Selama pemeliharaan larva tidak diberi makan.
9.      Panen Larva
            Pemanenan larva dilakukan setelah 5 hari, pemanenan ini dilakukan dengan cara mematikan aliran air terlebih dahulu kemudian larva dikumpul pada satu titik. Larva ditangkap menggunakan gelas kecil yang berfungsi sebagai takaran dalam penghitungan jumlah larva yang dipanen.
10.  Pendederan
            Kegiatan pendederan dilakukan dikolam terpal selama 3 minggu, pakan yang diberikan berupa cacing rambut dan pillet. Cacing rambut diberikan untuk 2 minggu pertama perawatan benih dan pillet diberikan 1 minggu terakhir. Pemberian pakan secara adlibitum (sekenyang-kenyangnya) dengan frekuensi pemberian pakan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari.
11.  Pencatatan Hasil
a.       Fekunditas
Perhitungan derajat penetasan telur dilakukan berdasarkan rumus yang dikemukakan oleh Effendie (1979).
 
Keterangan:
F                = Fekunditas
W              = berat seluruh telur (mg)
w               = berat sempel telur (mg)
n                = jumlah telur sempel (butir)

b.       Daya Tetas Telur
Perhitungan derajat penetasan telur dilakukan berdasarkan rumus yang dikemukakan oleh Tahapari dkk. (2001)
 
Keterangan:
HR            = derajat penetasan telur (%)
Lt              = jumlah telur yang menetas (butir)
Fr              = jumlah seluruh telur (butir)
c.       Pertumbuhan
Untuk mengetahui pertambahan jumlah panjang dan berat ikan dapat diketahui dengan rumus yang dikemukan oleh Effendie (1979).
Wm = Wt – Wo
Keterangan:
Wm           = pertambahan berat rata-rata ikan (gr)
Wt             = barat rata-rata ikan pada akhir (gr)
Wo            = berat rata-rata ikan pada awal (gr)
Pm = Pt – Po
Keterangan:
Pm                        = pertambahan panjang rata-rata (cm)
Pt              = panjang rata-rata ikan pada akhir (cm)
Po             = panjang rata-rata ikan pada awal (cm)
d.      Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup dalam kegiatan pendederan dihitung menggunakan rumus Effendie (1979).
 
Keterangan:
SR             = kelangsungan hidup (%)
Nt             = jumlah benih yang hidup (ekor)
No             = jumlah benih awal pemeliharaan (ekor)



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemeliharaan Induk



Kegiatan pemeliharaan induk bertujuan untuk menghasilkan induk Lele Sangkuriang yang mempunyai produktivitas dan kualitas tinggi sehingga benih yang dihasilkan merupakan benih berkualitas. Kegiatan pemeliharaan induk yang dilakukan pada lokasi praktik yaitu dilakukan secara terpisah antara induk jantan dan induk betina yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pemijahan liar dan lebih memudahkan pada saat seleksi induk matang gonad. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Nurhidayat dkk. (2004), bahwa induk ikan Lele dipelihara dalam kolam terpisah (jantan dan betina). Pemeliharaan induk dilakukan pada bak beton berbentuk persegi panjang berukuran (10 x 2 x 1,5) m dan ketinggian air 1 m (Gambar 3) dengan kepadatan induk 5 ekor/m2 atau dengan kata lain kepadatan induk per kolam adalah 100 ekor. Pada kondisi ketinggian air 1 meter dan kepadatan 100 ekor dimungkinkan induk akan memiliki ruang gerak yang cukup, sehingga kebutuhan akan oksigen terpenuhi dan tidak terjadi persaingan dakam mendapatkan makanan. Cara pemeliharaan induk yang dilakukan sesuai dengan pernyataan Hardjamulia (1999) dalam Nurhidayat dkk. (2004) yang menyatakan bahwa induk Lele Dumbo dipelihara dalam kolam atau bak yang berukuran besar (3 x 4) m dengan kepadatan 5 kg/m2.
Gambar 3. Kolam Induk
Sedangkan untuk sistem pengairan pada pengelolaan induk di lokasi praktik dilakukan dengan cara mengalirkan air secara kontinu pada masing-masing bak melalui pipa air pemasukan yang berdiameter 3 inch. Pada setiap bak pemeliharaan juga dilengkapi dengan saluran pembuangan sehingga bila air melebihi ketinggian pipa pembuangan maka secara otomatis air akan terbuang keluar. Kedalaman air yang digunakan pada pemeliharaan induk adalah 1 meter. Frekuensi pemberian pakan induk dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pukul 08.00 WIB dan pukul 15.00 WIB. Waktu pemberian pakan yang dilakukan di lokasi praktik sesuai dengan pernyataan Prihartono dkk. (2004), bahwa pemberian pakan sebaiknya dilakukan antara 2-3 kali sehari, yaitu pada pagi hari sekitar pukul 09.00 WIB, sore menjelang malam sekitar pukul 17.00 – 18.00 WIB dan malam sekitar pukul 20.00 – 22.00 WIB. Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari dan dilakukan pada pagi hari dan sore hari, hal ini dimungkinkan karena sifat nocturnal ikan sudah dibiasakan untuk merespon pakan yang diberikan pada jamjam tersebut dimana ikan akan berkumpul saat diberikan pakan. Selain itu, pemberian pakan dengan frekuensi 2-3 kali sehari dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pakan terutama protein yang diperlukan oleh ikan untuk mempercepat proses pematangan gonad.









Pakan yang diberikan berupa pellet tenggelam dengan merk Feng Li yang mempunyai kadar protein > 35% dengan dosis pemberian pakan adalah 2-3% dari total biomassa. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Prihartono dkk. (2000), bahwa pakan tambahan yang digunakan berupa pellet komersial dengan kandungan protein diatas 20%. Selain itu juga sesuai dengan pernyataan Suyanto (2006), bahwa ikan Lele biasanya mencari makan di dasar kolam. Oleh sebab itu, pakan yang diberikan berupa pellet tenggelam agar ikan Lele dapat memakan makanan di dasar perairan. Pellet yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Pellet Merk Feng Li
Pada masa pemeliharaan, induk diberikan pakan secara rutin terutama pada proses pematangan gonad. Hal ini karena kondisi kematangan gonad yang baik pada indukm akan mempengaruhi proses pemijahan untuk menghasilkan benih yang berkualitas. Selain rutin dalam pemberian pakan untuk proses kematangan gonad, pakan yang diberikan juga harus mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap. Adapun kandungan nutrisi pada pakan merk Feng Li dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2. Kandungan nutrisi pakan merk Feng Li
No.
Kandungan
Kadar (%)
1
Protein
> 40
2
Lemak
> 6
3
Serat Kasar
3
4
Abu
15
5
Kadar Air
10
Sumber: Label Kemasan Pakan Feng Li
Dalam rentang waktu tertentu seperti pada saat ikan stress dan kurang nafsu makan diberi vitamin C. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (1979), bahwa pemberian vitamin C sangat baik untuk meningkatkan stress pada hewan (ikan).

4.2 Seleksi Induk
Kegiatan seleksi induk yang dilakukan mempunyai tujuan untuk memilih induk yang matang gonad sehingga siap untuk dipijahkan. Seleksi induk dilakukan dengan cara mengurangi air kolam terlebih dahulu hingga air hanya tersisa pada bagian kemalir. Kegiatan ini bertujuan untuk mempermudah dalam penangkapan. Setelah induk betina dan jantan ditangkap kemudian diperiksa satu persatu berdasarkan ciri fisik. Induk yang diseleksi dan matang gonad diambil kemudian dipindahkan ke dalam bak pemberokan. Kegiatan yang dilakukan sesuai dengan sumber acuan Puspowordoyo dan Djariah (2000).
Adapun ciri-ciri fisik induk betina yang telah matang gonad ditandai dengan apabila diraba perutnya membesar dan lunak selain itu bentuk alat kelaminnya membulat dan berwarna kemerahan. Sedangkan induk jantan yang telah matang gonad ditandai dengan alat kelaminnya yang meruncing melebihi pangkal sirip ekornya dan berwarna kemerah-merahan. Ciri-ciri fisik induk matang gonad ini sesuai dengan Peranginangin (2003) yang menyatakan ciri-ciri induk betina yang matang gonad dapat dilihat bagian perutnya membesar dan alat kelamin berwarna kemerah-merahan.
Dari kegiatan seleksi induk diperoleh induk jantan yang matang gonad sebanyak 30 ekor dan induk betina yang matang gonad sebanyak 33 ekor. Induk yang diseleksi ini adalah induk ikan Lele yang sebelumnya telah dipelihara di BBPBAT Jawa Barat dengan umur rata-rata antara 1-2 tahun. Induk yang digunakan tersebut sesuai SNI : 01-6484.1 (2000), bahwa umur induk jantan yang dipijahkan adalah 8-12 bulan sedangkan induk betina adalah 12-15 bulan.

4.3 Pemberokan
            Induk betina yang diberok berjumlah 33 ekor dan jantan 30 ekor. Jumlah ini sesuai dengan jumlah induk betina dan jantan yang diperoleh dari hasil seleksi sehingga diperoleh perbandingan antaran jantan dan betina 1:1. Perbandingan ini digunakan karena benih yang akan dihasilkan akan dipelihara menjadi calon indukan sehingga rasio jantan dan betinayang digunakan 1:1. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan benih yang berkualitas agar mendapatkan calon indukan yang berkualitas dan unggul. Pemberokan dilakukan dengan tujuan untuk mengosongkan kotoran dalam perut dan mengurangi lemak pada gonad sehingga ikan pada saat stripping tidak mengeluarkan kotoran. Apabila kotoran tercampur dengan telur akan menutupi mikrofil telur sehingga mengganggu sperma dalam membuahi sel telur. pemberokan dilakukan selama 9-12 jam sebelum penyuntikan (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sukabumi, 2006).

4.4 Penyuntikan
            Setelah dilakukan pemberokan selama 9-12 jam maka induk yang benar-benar matang gonad siap untuk dilakukan penyuntikan. Penyuntikan dilakukan pada malam hari dari pukul 20.30 sampai dengan 22.30 WIB hal ini bertujuan agar waktu pengurutan (stripping) dapat dilakukan pada pagi harinya. Pada saat penyuntikan hormone ovaprim diperlukan dalam jumlah yang cukup sehingga pemijahan akan berhasil. Penyuntikan hanya dilakukan pada induk betina dengan menggunakan hormon ovaprim dengan dosis 0,2 ml/kg berat induk yang diencerkan dengan NaCl 0,9% sebagai larutan fisiologis sehingga dosis penyuntikan per ekor induk 0,5-1 ml. penyuntikan dilakukan secara missal dan perhitungan dosis penyuntikan juga dilakukan secara missal. Perhitungan kebutuhan ovaprim dan NaCl 0,9% adalah sebagai berikut:

Berat total 33 ekor induk betina         = 84 kg
Ovaprim yang digunakan                    = 0,2 ml x 84 kg
                                                            = 16,8 ml
Dosis penyuntikan                              = 1 ml/ekor x 33 ekor
                                                            = 33 ml
Larutan fisiologis (NaCl 0,9%)           = Dosis penyuntikan – Dosis Ovaprim
                                                            = 33 ml – 16,8 ml
                                                            = 16,2 ml
            Penambahan NaCl ini dilakukan untuk mengencerkan hormone ovaprim agar tidak terlalu pekat sehingga hormone mudah masuk ke dalam tubuh ikan Lele. Fungsi hormone ovaprim adalah untuk merangsang proses pematangan gonad pada induk Lele. Hormon ovaprim ini bekerja sebagai penghubung antara otak dan gonad ikan, kemudian selnya menghasilkan gonadotropin dan melepaskan hormone tersebut saat adanya perintah. Adapun penyuntikan yang dilakukan hanya satu kali secara intramuscular pada bagian sirip punggung ikan Lele (tiga jari dari bagian kepala) dengan kemiringan 450 (Gambar 5). Hal ini sesuai dengan pernyataan Sunarma (2004), bahwa penyuntikan dengan hormone ovaprim dilakukan dengan dosis 0,2 ml/kg induk dan hanya dilakukan sekali secara intramuscular, namun ada bagian lain dalam tubuh ikan Lele yang dapat dilakukan penyuntikan yaitu di bagian perut (abdomen) dan bagian kepala (thorax).



Gambar 5. Penyuntikan Hormon
            Setelah penyuntikan, induk ikan Lele dimasukkan kembali ke dalam bak fiber tempat pemberokan dengan memisahkan antara jantan dan betina. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemijahan yang tidak diinginkan sebab pembuahan akan dilakukan secara buatan.

4.5 Pemijahan, Stripping dan Pembuahan
Pengurutan atau stripping dilakukan pada pukul 09.00 sampai dengan 10.30 WIB atau setelah selang waktu 11,5 jam sampai 12,5 jam setelah penyuntikan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sunarma (2004), bahwa selang waktu antara penyuntikan dengan ovulasi telur adalah 10-14 jam tergantung suhu inkubasi induk. Pembuahan buatan dilakukan karena dimungkinkan tingkat keberhasilan sperma dalam membuahi sel telur cukup baik sehingga didapatkan derajat pembuahan dan derajat penetasan yang tinggi dan benih yang seragam serta berkualitas baik. Hal ini berbeda dengan pembuahan secara alami yang memiliki resiko kegagalan yang tinggi dan hasil yang rendah.
Berdasarkan pernyataan Sunarma (2004), bahwa pemijahan ikan Lele Sangkuriang dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: pemijahan alami, pemijahan semi alami dan pemijahan buatan. Tetapi pada praktik dilakukan pemijahan secara buatan dengan menyuntik induk betina dan melakukan pembedahan pada induk jantan untuk diambil kantung spermanya. Jumlah induk yang dipijahkan adalah 63 ekor yang terdiri dari 33 ekor betina dan 30 ekor jantan.
Perbandingan jantan dan betina yang digunakan adalah 1:1 atau dengan kata lain 1 (satu) ekor induk betina dibuahi oleh 1 (satu) ekor induk jantan. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan benih ikan yang unggul dan berkualitas yang akan dipelihara menjadi calon induk. Perbandingan tersebut juga bertujuan untuk menghindari adanya inbriding atau induk yang tidak matang gonad sehingga tidak menghasilkan sperma dan sel telur sesuai dengan yang diinginkan.












Gambar 6. (a) Proses pembedahan perut; (b) Pengambilan kantung sperma; (c) Pembersihan kantung sperma; (d)  pencampuran sperma dengan NaCl 0,9%
Kegiatan pengambilan kantung sperma terdiri atas beberapa tahap. Tahap pertama dilakukan pembedahan perut induk jantan dengan gunting bedah (Gambar 6a). Selanjutnya pada tahap kedua kantung sperma diambil secara perlahan (Gambar 6b). Tahap ketiga kantung sperma dibersihkan dari darah yang menempel dengan menggunakan tissue (Gambar 6c). Tahap keempat kantung sperma dibedah dengan menggunakan gunting dan dicampurkan dengan NaCL 0,9% sebanyak 200 ml (Gambar 6d).
Pemberian larutan NaCl 0,9% ini bertujuan untuk menjaga sel sperma agar dapat bertahan lebih lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Satyani dkk. (2006), sperma tanpa perlakuan hanya dapat bertahan 45 detik namun dengan pemberian NaCl dapat bertahan sampai 4-6 jam terutama pada suhu 14-150 C. Pengurutan (stripping) telur pada induk betina dilakukan oleh 2 orang yang menggunakan kain basah, perlakuan ini bertujuan untuk membuat induk merasa nyaman. Pengurutan dilakukan secara hati-hati bertujuan untuk mencegah induk melakukan gerakan. Selain itu, baskom yang digunakan untuk menampung telur harus dalam keadaan kering, hal ini bertujuan untuk mencegah telur menempel pada wadah (Gambar 7). Setelah kegiatan stripping selesai kemudian dilakukan pencampuran sperma dengan sel telur.



Gambar 7. Stripping (Pengurutan) Induk Betina
Pada kegiatan stripping ini dilakukan juga perhitungan fekunditas seperti pada Lampiran I. Dari kegiatan stripping ini diperoleh fekunditas rata-rata per induk sebesar 63.703 butir/induk atau fekunditas 45.500 butir/kg induk. Fekunditas yang dihasilkan dapat dikatakan baik dan sesuai dengan Sunarma (2004), bahwa fekunditas yang dihasilkan oleh Lele Sangkuriang adalah antara 40.000 – 60.000 butir/kg induk.
            Pencampuran sperma dan sel telur dilakukan dengan cara menuangkan sperma yang telah diencerkan dengan larutan NaCl 0,9% sebanyak 200 ml ke dalam 3 (tiga) ember besar yang telah berisi telur dari 33 induk betina. Tahap kegiatan berikutnya, telur yang telah dicampur dengan sperma digoyang-goyang perlahan sampai sperma dapat membuahi sel telur secara sempurna. Setelah tercampur, kemudian ditambahkan air bersih dan digoyang-goyangkan kembali secara perlahan-lahan. Pemberian air bersih ini diperlukan karena sperma dalam larutan NaCl tersebut belum aktif. Selain itu, bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa sperma yang tidak membuahi telur. Pada tahap selanjutnya telur dan sperma telah siap ditebarkan pada bak fiber yang telah disediakan sebelumnya. Prosedur pemijahan buatan yang dilakukan di lokasi praktik sesuai dengan pernyataan Sunarma (2004), bahwa prosedur pemijahan buatan adalah melalui enam tahapan. Tahapan tersebut adalah dengan pemeriksaan ovulasi telur pada induk betina, kemudian pengambilan kantung sperma pada induk jantan, pengenceran sperma pada larutan fisiologis, pengurutan induk betina untuk mengeluarkan telur, pencampuran telur dan sperma secara merta dan penebaran telur yang sudah terbuahi.

4.6 Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva



            Telur yang telah terbuahi oleh sperma ditebar pada hapa penetasan yang telah disiapkan. Penebaran dilakukan secara merata dan diusahakan telur tidak menumpuk pada satu tempat. Untuk menghindari penumpukan telur pada saat ditebar, caranya adalah dengan membuat semacam gelombang kecil menggunakan tangan pada saat telur ditebar seperti terlihat pada (Gambar 8).
Gambar 8. Proses Penebaran Telur Ikan Lele Sangkuriang
Pada kegiatan penetasan telur ini wadah yang digunakan berupa bak fiber yang berukuran panjang, lebar dan kedalaman air (2 x 1 x 0,4) m. Wadah penetasan dilengkapi dengan 2 (dua) titik aerasi serta saluran pemasukan air yang terbuat dari pipa PVC 1 (satu) inch yang diberi lubang untuk pergantian air selama proses penetasan telur. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sukabumi (2006), bahwa penetasan telur dilakukan pada bak yang sudah dilengkapi dengan hapa penetasan berukuran panjang, lebar dan tinggi atau kedalaman masing-masing adalah 2, 1 dan 0,5 m dan telah diisi air setinggi 30 cm.
            Telur yang telah ditebar dan diberi aerasi dibiarkan dalam bak penetasan. Telur ini menetas dalam waktu 30-36 jam dengan suhu 230 C. Penetasan telur yang terdapat di lokasi praktik sesuai dengan pernyataan Najiyati (2003), bahwa telur akan menetas menjadi larva setelah 30-36 jam. Lamanya waktu penetasan telur tergantung pada suhu perairan dan udara. Hal ini sesuai dengan pernyataan Khairuman dan Amri (2005), bahwa telur akan menetas tergantung dari suhu perairan dan suhu udara, semakin panas (tinggi) suhu telur akan semakin cepat menetas dan kisaran suhu yang baik untuk penetasan telur adalah 27-300 C.

            Pemeliharaan larva dilakukan dalam bak penetasan telur (Gambar 9) sampai larva berumur 5 hari. Selama pemeliharaan, larva lele belum diberi makanan dari luar sebab masih terdapat kuning telur di dalam tubuhnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sunarma (2004), bahwa umumnya pemeliharaan larva dilakukan selama 5 hari dan belum diberi makan dari luar.
Gambar 9. Wadah Pemeliharaan Larva
            Pemanenan larva dilakukan setelah larva berumur 5 hari. Cara pemanenan yang dilakukan pada lokasi praktik adalah pertama dengan mematikan aliran air dan aerasi terlebih dahulu kemudian larva dikumpulkan pada satu titik di dalam hapa. Larva kering (tanpa air) diangkat dari hapa dengan menggunakan gelas ukur 100 ml yang berfungsi sebagai takaran untuk memudahkan di dalam perhitungan jumlah larva yang di panen. Dalam 73 ml dalam gelas ukur berjumlah 24.000-25.000 ekor larva. Dalam satu hapa didapatkan 4 gelas sehingga dihitung 90.000 - 100.000 ekor larva. Perhitungan jumlah larva dalam setiap gelas dilakukan seperti pada Lampiran 2.
            Hasil pengamatan telur menunjukkan derajat penetasan telur ikan Lele Sangkuriang ini tergolong kurang baik, data Fertilization Rate (FR) dapat dilihat pada Tabel 2 dan Hatching Rate pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Kegiatan Pengamatan Fertilization Rate (FR) Telur Lele Sangkuriang
Sampel
Total Telur
Telur Tak Terbuahi
Telur Terbuahi
FR (%)
1
1179
744
435
36,8956743
2
1070
296
774
72,3364486
3
700
113
587
83,85714286
4
1313
640
673
51,25666413
5
917
156
761
82,98800436
6
1481
113
1368
92,37002026

Tabel 4. Hasil Kegiatan Pengamatan Hatching Rate (HR) Telur Lele Sangkuriang
Sampel
Total Tetas
Total Terbuahi
HR (%)
1
396
435
91,03448276
2
632
774
81,65374677
3
383
587
65,24701874
4
373
673
55,42347697
5
659
761
86,59658344
6
1131
1368
82,6754386

4.7 Pendederan
            Kegiatan pendederan Lele Sangkuriang di lokasi praktik dilakukan sampai pendederan pertama. Pada pendederan pertama (I) dilakukan sejak benih berumur 5 hari sampai 19 hari. Kegitan pendederan pertama (I) dilakukan pada kolam terpal dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi atau kedalaman masing-masing (6 x 4 x 1) m dengan ketinggian air 30 cm. Pada pendederan pertama larva yang ditebar berumur 5 hari dengan padat tebat 25.000 ekor atau dengan kepadatan 1.042 ekor/m2. Pada lokasi praktik padat penebaran sesuai dengan pernyataan Andrianto dan Indarto (2005), bahwa padat penebaran benih umur 1-4 minggu di kolam 1000-1125 ekor/m2.
            Selama pemeliharaan benih diberi pakan cacing sutra (Tubifex sp.) yang dicincang kecil-kecil selama 2 (dua) minggu hingga akhir panen. Takaran pakan cacing sutra yang diberikan adalah satu gelas kecil berukuran 200 ml dalam satu kolam terpal. Pemberian pakan secara ad libitum (sekenyang-kenyangnya) dengan frekuensi pakan dua kali sehari yaitu pagi hari pada pukul 08.00 WIB dan sore hari pada pukul 15.00 WIB.

4.8 Pertumbuhan
Pengambilan sampel pertumbuhan diambil selama masa pembenihan tahap pendederan satu. Sampling pertumbuhan dilakukan satu kali seminggu dengan mengukur panjang dan berat larva. Kegiatan sampling dilakukan 3 (tiga) kali pada 4 kolam sampel pada tanggal 20 Juli 2013, 27 Juli 2013 dan 3 Agustus 2013. Berdasarkan data sampling yang dilakukan selam 3 (tiga) kali didapatkan grafik pertumbuhan berat ikan (Gambar 10) dan grafikpertumbuhan panjang ikan (Gambar 11) sebagai berikut:
Gambar 10. Grafik Pertumbuhan Berat
Gambar 11. Grafik Pertumbuhan Panjang

4.9 Pengukuran Kualitas Air
            Keberhasilan dalam budidaya ikan salah satunya ditentukan oleh parameter kualitas air media. Pengamatan terhadap parameter kualitas air media budidaya ikan Lele Sangkuriang ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kualitas air dengan syarat yang ditetapkan dalam budidaya ikan Lele Sangkuriang.
            Parameter kualitas air yang diamati adalah suhu, pH, O2, kandungan CO2, alkalinitas, NH3, NO2, dan salinitas. Adapun hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Pengamatan Parameter Kualitas Air Pada Kegiatan Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang
Parameter
Penetasan
Pendederan
Suhu
25,9
26,5
pH
5,84
6,14
O2
2,46
4,01
CO2
17,55
51,7
Alkaline
65,34
67,32
NH3
0,53
1,95
NO2
0,065
0,046
Salinitas
2 ppt
-

Berdasarkan Tabel 5 di atas suhu dan pH sesuai dengan Khairuman dan Amri (2002) yang menyatakan bahwa suhu untuk pemeliharaan lele adalah 20-300 C sedangkan nilai pH untuk kehidupan ikan Lele adalah 6,5 – 8. Tetapi suhu pada lokasi di bawah ketentuan SNI: 01-6484.4 (2000), bahwa kualitas selama proses pemijahan, penetasan telur dan pemeliharaan larva adalah mempunyai kisaran suhu 25-300 C, nilai pH 6,5-8,5. Selanjutnya kandungan oksigen pada kolam kurang baik dibandingkan dengan pernyataan Rukmana (2003), bahwa pada umumnya Lele hidup normal pada lingkungan yang memiliki kandungan oksigen terlarut 4 mg/l.

4.10 Kelangsungan Hidup
Penebaran  200.000 ekor larva yang dipelihara pada 4 kolam yang masing-masing 50.000 ekor di pelihara selama 23 hari. Penebaran larva dilakukan  tanggal 20 Juli dan di panen/grading tanggal 12 Agustus. Setelah pemanenan didapatkan pada kolam I 15.000 ekor, kolam II 6.000 ekor, kolam III 3.000 ekor dan kolam IV 1.000 ekor sehingga total panen 24.000 ekor benih hasil pendederan pertama. Maka derajat kelangsungan hidup atau SR yang didapatkan dari hasil perhitungan adalah sebesar 12%.
Menurut Sunarma (2004) menyatakan bahwa lele Sangkuriang memiliki derajat kelangsungan hidup yang baik yaitu lebih dari 90%. Kecilnya nilai kelangsungan hidup menurut Prabowo (2007) disebabkan faktor cuaca dan suhu cukup mempengaruhi produksi terutama produksi telur yang pada akhirnya mempengaruhi pendapatan skala industri. Untuk itu menurut Wibowo (2011), kegiatan budidaya usaha pembenihan ikan lele dumbo memerlukan pengawasan yang cukup detail untuk meminimalisir resiko yang akan dihadapi. Pengawasan yang dilakukan mulai dari kondisi cuaca, kebutuhan pakan, kondisi ikan di kolam, penyakit ataupun hama yang menyerang, dan kegiatan panen.



V.    KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan praktik kerja lapangan pembenihan ikan Lele Sangkuriang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi adalah sebagai berikut:
1.      Pembenihan ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.) dengan menggunakan hormone ovaprim di BBPBAT Sukabumi meliputi kegiatan pemeliharaan induk, persiapan bahan dan alat, seleksi induk, pemberokan, pemijahan, penyuntikan dan stripping, penetasan telur dan perawatan larva.
2.      Dosis ovaprim yang disuntikan pada induk betina sebanyak 0,2 ml/kg dengan perbandingan antara induk jantan dan betina 1:1 untuk calon induk dan 1:3 untuk produksi.
3.      Fekunditas telur yang dihasilkan adalah 63.703 butir/induk dengan Hatching Rate rata-rata adalah 77,10%. Pertambahan berat rata-rata 0,139 gran dan pertambahan panjang 1,605 cm.
4.      Tingkat kelangsungan hidup yang sangat rendah yaitu 12% dikarenakan cuaca yang sering hujan sehingga mempengaruhi terjadi fluktuasi suhu pada air kolam.

5.2 Saran
Pada pemeliharaan larva masa pendederan pertama perlu dilakukan persiapan bak ataupun kolam pemeliharaan yang lebih baik untuk menghindari padat tebar yang tinggi dan penyebaran penyakit yang menyebabkan rendahnya SR atau tingkat kelangsungan hidup benih.



DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, T. T. dan Indarto, N. 2005. Pedoman Praktis Budidaya Ikan Lele. Yogyakarta.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. 2006. Modul Pelatihan Penguatan Kemampuan Dan Bakat Siswa (Life Skill); Pembenihan Ikan Lele Dumbo “Sangkuriang” (Clarias gariepinus). Pemerintah Kota Sukabumi. Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan. Sukabumi. Hal 1-3.
Direktorat Pembudidayaan. 2005. Budidaya Lele Sangkuriang. Direktorat Pembudidayaan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hal 1-13.
Effendie, M. I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Hernowo dan S. R. Suyanto. 2004. Pembenihan dan Pembesaran Lele di Pekarangan, Sawah dan Longyam. Penebar Swadaya. Jakarta.
Khairuman dan K. Amri. 2002. Budidaya Ikan Dumbo Secara Intensif. Argo Media Pustaka. Jakarta.
Kottelat, M., A. J. Whitten, Kartikasari, S. N. dan Wirjoatmodju, S. 2003. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition In Collaboration With The EMDI Project. Indonesia.
Lentera. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Air Deras. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Muflikhah, N. 1994. Pengaruh Jenis Pemberian Pakan Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Baung (Mystus nemurus). Buletin Penelitian Perikanan Darat Volume 12 No. 2 Hal. 37-40.
Murhananto. 2002. Pembesaran Lele Dumbo di Pekarangan. Media Pustaka. Jakarta.
Nurhidayat, M. A., A. Sunarma, dan J. Trenggana. 2004. Rekayasa Uji Keturunan (Progeny Test) Lele Dumbo Hasil Silang Balik (Backcross) dalam Jurnal Budidaya Air Tawar. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Vol. 1 No.1 Sukabumi. Hal 18-22.
Nardjana, M. I., 2006. Sambutan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya pada Pembukaan Forum Pengembangan Budidaya Lele. Hotel Saphir Yogyakarta, Tanggal 20-22 April 2006.
Pedoman Teknis Pengelolaan Perairan Umum Bagi Pembangunan Perikanan. 1992. Departemen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
Prabowo, W. 2007. Pengaruh Dosis Bacitracine Methyle Disalisilat (Bmd) Dalam Egg Stimulant Yang Dicampur Dengan Pakan Komersil Terhadap Produktivitas Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Prihartono, E. R., J. Rasidik dan U. Arie. 2000. Mengatasi Permasalahan Budidaya Lele Dumbo. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 1-81.
Rukmana, H. R. 2003. Budidaya dan Pascapanen Lele Dumbo. CV. Aneka Ilmu Anggota IKAPI. Semarang.
Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Binacipta. Bandung.
SNI : 01-6484.1-2000. Induk Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Induk Pokok (Parent Stock). Badan Standar Nasional.
SNI : 01-6484.2-2000. Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Benih Tebar. Badan Standar Nasional.
SNI : 01-6484.3-2000. Produksi Induk Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Induk Pokok (Parent Stock). Badan Standar Nasional.
Satyani, A. dan Mori, F. 1990. Aquarium Fish of The World Chornicle. Book Sam 64-65.
Santoso, B. 1994. Petunjuk Praktis Budidaya Ikan Lele Dumbo. Kanius. Yogyakarta.
Soetomo, H. A. 2000. Teknik Budidaya Ikan Lele Dumbo. Sinar Batu Algesindo. Bandung. Hal. 1-98.
Subandi, M. M. 2003. Panduan Menghitung Biaya Usaha Lele Dumbo. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sunarma, A. 2004. Peningkatan Produktifitas Usaha Lele Sangkuriang (Clarias sp.). Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Sukabumi. Hal. 1-6.
Suyanto, S. R. 2006. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 3-58.
Wibowo, J. 2011. Analisis Usaha Dan Alternatif Strategi Pengembangan Agribisnis Pembenihan Ikan Lele Dumbo Di Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.









LAMPIRAN



Lampiran 1. Data Pemijahan

Tabel 5. Data Panjang Berat Indukan Betina
Sampel
Panjang (cm)
Berat Sebelum Striping (gr)
Berat Setelah Striping (gr)
Berat Telur (gr)
1
65
1935
1630
305
2
56
1325
1265
60
3
61
1785
1610
175
4
54
1290
1255
35
5
57
1430
1410
20
6
50
1090
1065
25

Tabel 6. Data Panjang Berat Indukan Jantan
Sampel
Panjang (cm)
Berat Ikan (gr)
Berat Sperma (gr)
1
70
2185
15,95
2
82
3210
21,32
3
66
1990
6,92
4
72,5
2310
12,07
5
71,5
2610
15,66
6
71
2330
10,35





Lampiran 2. Data Sampling Panjang Berat Larva
Tabel 7. Sampling Berat Larva
SAMPEL
20 juli
27 juli
3 agust
No
Berat
Berat
Berat
1
0
0.02
0.26
2
0
0.01
0.04
3
0
0.04
0.09
4
0
0.03
0.05
5
0
0.01
0.1
6
0
0.01
0.08
7
0
0.01
0.2
8
0
0.02
0.15
9
0
0.02
0.04
10
0
0.08
0.08
11
0
0.08
0.08
12
0
0.03
0.11
13
0
0.05
0.04
14
0
0.04
0.05
15
0
0.01
0.09
16
0
0.02
0.03
17
0
0.05
0.03
18
0
0.04
0.04
19
0
0.08
0.07
20
0
0.05
0.06
21
0
0.03
0.04
22
0
0.04
0.07
23
0
0.06
0.07
24
0
0.01
0.04
25
0
0.02
0.03
26
0
0.04
0.02
27
0
0.03
0.07
28
0
0.05
0.04
29
0
0.03
0.04
30
0
0.05
0.05
Jumlah
0
1.06
2.16
Rata-Rata
0
0.068387
0.139355




Tabel 8. Sampling Panjang Larva
20 juli
27 juli
3 agust
Panjang
Panjang
Panjang
6.26
9.49
18.89
6.43
9.02
15.04
5.79
10.12
19.12
7.74
9.11
15.11
7.73
9.78
18.78
6.94
11.97
15.97
6.94
10.1
22.1
6.72
9.83
19.83
7.28
10.67
14.67
6.99
11.68
17.68
8.54
9.67
17.67
8.84
8.94
17.94
7.76
9.92
14.92
7.86
11.44
16.44
8.25
9.3
19.3
7.43
9.9
15.25
7.57
9.66
14.66
7.28
10.2
14.2
6.78
10.96
15.96
6.87
9.77
15.97
7.78
9.27
15.27
7.05
9.88
16.88
7.08
9.47
16.47
7.53
10.45
15.45
8.12
11.84
13.84
7.5
9.92
13.92
6.77
11.68
16.68
7.39
9.11
14.11
7.39
10.04
10.04
7.4
9.34
9.34
40.89
59.49
102.91
7.33366667
10.0843333
16.05